Kuasa Hukum KPU Nunukan: Pelanggaran Administrasi yang Didalilkan Pemohon Bukan Kewenangan MK

Sidang perkara perselisihan hasil pemilihan Pilkada Nunukan di MK. (Foto: Ilham / Humas MK)

KAYANTARA.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar persidangan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati Nunukan pada Jumat (5/2/2021), pukul 13.30 WIB.

Di persidangan panel II ini dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto  dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyp, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh .

Agenda persidangan adalah mendengarkan jawaban termohon, keterangan pihak terkait, keterangan Bawaslu dan pengesahan alat bukti.

Permohonan PHP Bupati Nunukan, perkara Nomor 49/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Danni Iskandar dan Muhammad Nasir.

Dilansir dari siaran pers Humas MK, ada persidangan pendahuluan yang digelar pada Kamis (28/1), kuasa hukum nomor urut 2 Danni Iskandar dan Muhammad Nasir menjelaskan kepada Majelis Panel Hakim perihal objek sengketa yang melatarbelakangi gugatannya.

Yaitu  bahwa selisih hasil perolehan suara paslon nomor urut 1 dan paslon nomor urut 2 menurut termohon adalah 2.660 suara dan menolak KPU Nunukan sebagai termohon, Nomor 797/PL.02.6-Kpt/6503/Kpu-Kab/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Nunukan Tahun 2020.

Dimana termohon menetapkan peraih suara terbanyak adalah paslon nomor urut 1 Asmin Laura dan Hanafiah dengan perolehan suara sebesar 48.019 suara.

Pemohon juga mendalilkan bupati incumbent diduga telah melakukan kecurangan money politic berupa pemberian tunjangan tambahan penghasilan kepada pegawai Badan Pengelola Perbatasan Daerah Nunukan, pemberian tunjangan tambahan penghasilan Aparatur Sipil Negara (ASN) di pemerintahan daerah Kabupaten Nunukan, dan pemberian tunjangan kepada ribuan guru SD dan SMP di lingkungan Dinas Pendidikan Nunukan.

Menanggapi permohonan yang diajukan oleh paslon nomor urut 2 tersebut, KPU Nunukan melalui kuasa hukumnya, Abdul Rais menyatakan antara lain dugaan pelanggaran administratif yang didalilkan pemohon seharusnya diselesaikan oleh Bawaslu Nunukan dan bukan merupakan kewenangan MK untuk memutus serta mengadilinya.

Selain itu, KPU Nunukan menyebutkan permohonan pemohon tidak memenuhi persyaratan ambang batas suara dalam pengajuan PHP ke MK. Terakhir, KPU menilai permohonan bersifat obscuur libel atau kabur karena rumusan antara posita dan petitum yang dirumuskan oleh Pemohon.

Bawaslu Nunukan dalam keterangannya menjelaskan kepada panel hakim terkait dugaan money politic tersebut. Bawaslu Nunukan mendapatkan surat pelimpahan dari Bawaslu Provinsi Kalimantan Utara terkait pelanggaran tindak pidana pemilihan yaitu penggunaan money politic oleh calon petahana untuk kepentingan politik yang dibayarkan pada tanggal 5, 7, dan 8 Desember tahun 2020 atau menjelang hari pencoblosan.

Kemudian Bawaslu Kabupaten Nunukan melakukan registrasi terhadap pelanggaran tersebut.  Pada 23 Desember, Bawaslu melakukan rapat perdana terkait pelaporan dan menghasilkan keputusan melanjutkan ke tahap klarifikasi terhadap pelapor, pihak terkait dan ahli.

“Proses klarifikasi menghasilkan kesimpulan bahwa pelaporan tidak mengandung unsur pelanggaran yang diduga oleh pemohon. Sehingga, pelaporan tersebut tidak dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan atau dengan kata lain pelaporan telah dihentikan dan status pelaporan sudah diinformasikan kepada pelapor pada 28 Desember 2020,” jelas Abdul Rais.

Pihak terkait pada perkara PHP Kabupaten Nunukan Tahun 2020 dalam keterfangannya menyatakan penetapan perhitungan suara yang diputuskan oleh KPU Nunukan adalah benar. Kemudian pihak terkait membantah dalil pemohon soal pemberian tunjangan. Menurut pihak terkait, pemberian tunjangan kepada para ASN merupakan pelaksanaan dari amanat aturan yang berlaku dan bukan tindakan money politic. (sur)

Iklan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here