Dorong Raperda Perlindungan PA Kaltara Mengakomodir Rekomendasi Pegiat Perempuan dan Anak

Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Cenderung Meningkat

Aktivis Perempuan dan Anak yang tergabung dalam PLH Kaltara ketika membahas Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak yang dilaksanakan di Roadhouse Café di Tanjung Selor, Kamis (20/8/2020).

KAYANTARA.COM, TANJUNG SELOR – Membangun pola pikIr masyarakat terkait keadilan gender tentu tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Sehingga diperlukan kerja sama yang ber sinergi dalam mewujudkan keadilan tersebut.

Dalam hal ini diyakini juga perlu adanya ketegasan pemerintah daerah melalui sejumlah kebijakan, khususnya di Kalimantan Utara (Kaltara), yang diketahui tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak.

Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, Raperda tersebut sudah lebih dari setahun berproses. Dan hingga saat ini dipastikan tinggal satu langkah lagi berupa uji publik yang dilakukan anggota DPRD Kaltara.

Namun begitu, draf raperda saat ini diyakini masih perlu disempurnakan dengan beberapa rekomendasi oleh sejumlah pegiat perempuan dari berbagai latar belakang organisasi yang tergabung dalam kaukus perempuan Kaltara.

Bercermin dari persoalan inilah yang menjadi alasan Perkumpulan Lingkar Hutan (PLH) Kaltara kembali menggelar pertemuan membahas rekomendasi tersebut yang dilaksanakan di Roadhouse Café di Tanjung Selor, Kamis (20/8/2020).

“Ini adalah pertemuan kesekian kali yang kami lakukan, kami mendukung adanya raperda yang sedang berproses, namun untuk itu kita juga berharap rekomendasi untuk penyempurnaan raperda itu bisa diakomodir,” kata Jannah, seorang aktivis perempuan yang tergabung dalam PLH Kaltara.  

“Sebab dalam hal ini kami turut mendorong bagaimana regulasi daerah yang berkeadilan gender,” sambung wanit berhijab ini.

Untuk itu diperlukan penekanan lebih lanjut. Khususnya  dalam persoalan kasus kekerasan yang tidak hanya pada penyelesaian kasus berupa penindakan melainkan juga berupa pendampingan bagi para korban kekerasan.

Nah ini yang dibahas tadi, bagaimana ada rumah perlindungan sebagai sarana layanan yang disiapkan dari pemerintah untuk penannganan kasus lebih jauh. Belum lagi pendampingan, karena kita ketahui bersama tidak semuanya mau melaporkan kasusnya,” bebernya.

Terkait kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, berdasarkan data DP3AP2KB Kaltara, selama tiga tahun terakhir menyebutkan pada 2018 lalu jumlah kasus sebanyak 229, kemudian 2019 ada 327 kasus, dan 2020 hingga Juni lalu ada 87 kasus.

Salah satu tim pakar Raperda Perlindungan Perempuan  dan Anak Kaltara, dr. Nur Asikin Thalib menuturkan dengan raperda yang sudah hampir final itu, diharapkan rekomendasi yang disampaikan masih bisa terakomodir.

Ia tak menampik, raperda ini juga diharapkan, bisa menekan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltara.

“Kasusnya memang trendnya meningkat, dan yang lebih mirisnya pelaku dan korban tak jarang memiliki hubungan keluarga dekat, seperti ayah, paman, atau lainnya,” tegasnya. “Perlu ketegasan juga dalam penanganan sebuah kasus agar berefek. Kemudian juga perlu dipahami bersama, bahwa urusan kekerasan meskipun itu berupa KDRT bukanlah merupakan persoalan privat, akan tetapi itu urusan publik yang harus ada jalan penyelesaiannya,” demikian Nur Asikin. (sur)

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here