KNTI Kaltara sebut Nelayan Kecil Rentan Mengalami Himpitan Ekonomi dan Sosial

Ketua KNTI Kaltara, Rustan saat menyampaikan aspirasinya dalam acara Rembug Nelayan di Tarakan.

KAYANTARA.COM, TARAKAN – Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Provinsi Kalimantan Utara, Rustan mengatakan nelayan kecil menempati porsi jumlah yang dominan di Indonesia. Namun rentan mengalami himpitan ekonomi, pendidikan, sosial dan kesehatan.

Menurutnya, setiap hari para nelayan kecil dihadapkan pada kondisi ketidakpastian ekonomi karena mereka masih mengandalkan laut sebagai ruang penghidupan dan kehidupannya.

“Di laut misalnya, terjadi persaingan perebutan sumberdaya dimana nelayan besar yang menggunakan alat tidak ramah lingkungan seperti pukat hela (trawl) dan sejenisnya masuk ke area wilayah penangkapan ikan nelayan kecil,” ungkapnya.

“Atau adanya ketidaksesuaian jalur penangkapan ikan yang bersinggungan dengan alur pelayaran kapal-kapal besar. Tentu hal ini akan menyusahkan nelayan kecil karena laut yang begitu luas tidak dapat diberi sebuah batasan-batasan yang jelas terkait wilayah penangkapannya,” tambah Rustan.

Selain itu, nelayan kecil rentan mengalami kecelakaan akibat cuaca yang tidak menentu maupun kecelakaan akibat aktivitas penangkapan ikan di laut.

Nelayan yang merupakan pekerja harian sangat bergantung pada kondisi alam, tentu ini akan berdampak pada pendapatan nelayan itu sendiri. Pengahsilan yang fluktuatif menjadikan nelayan pada salah satu usaha dengan tingkat resiko yang cukup tinggi.

“Di darat, dikarenakan rendahnya diverifikasi usaha nelayan, maka istri nelayan juga tidak banyak hal yang bisa dilakukan kecuali mengolah hasil ikan untuk dijual kembali kepada pembeli,” katanya.

Pentingnya pengoptimalan produk perempuan pesisir maka akan menambah nilai pendapatan keluarga nelayan dari selain hasil melaut.

Permasalahan selanjutnya yaitu akasesibilitas nelayan terhadap BBM bersubsidi cenderung rendah karena sulitnya pengurusan surat rekomendasi dan kuota yang tersedia pada SPBUN terdekat.

Akibatnya, banyak diantara nelayan kecil yang membeli BBM di pengecer dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga normal.

“Hak nelayan atas subsidi BBM ini perlu diperkuat dalam bentuk penyusunan kebijakan perlindungan untuk nelayan kecil yang tepat sasarannya, pasti ada kuota BBMnya, dekat aksesnya, mudah prosedurnya, dan terjangkau harganya,” tuturnya.

Ia menegaskan peran pemerintah penting untuk melindungi hak nelayan kecil melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

Jika didistribusikan dengan baik, lanjut dia, instrumen perlindungan nelayan tersebut pada hakikatnya akan bermanfaat bagi nelayan.

UU tersebut, kata dia, seharusnya menjadi panduan bagi pemerintah untuk mengerahkan segenap upaya melalui kebijakan perlindungan bagi nelayan, petambak dan pembudi daya ikan secara lebih komprehensif.

Dalam hal ini, masyarakat pesisir khususnya nelayan seharusnya merasakan kehadiran dari pemerintah dalam wujud bantuan sosial dan juga adanya pemberian subsidi BBM yang dapat membantu nelayan dalam melakukan usaha perikanan.

Olehnya itu, melalui forum dialog Rembug Nelayan pihaknya dapat memperkuat instrumen kebijakan dan anggaran bagi pemenuhan hak-hak nelayan kecil oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah. (kyt)

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here