Kunker Presiden ke Kaltara: Antara Pro Wong Cilik atau Pro Pemilik Modal?

Oleh: Sabirin Sanyong

Sabirin Sanyong

KUNJUNGAN kerja Presiden RI Joko Widodo ke Kalimantan Utara pada 28 Februari hingga 1 Maret 2023 lalu merupakan kesekian kalinya.

Selain meninjau progres pembangunan Kawasan Industrial Park Indonesia (KIPI) Tanah Kuning-Mangkupadi di Kabupaten Bulungan, dalam kunjungannya itu Kepala Negara juga melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang Induk di Kabupaten Malinau.

Bahkan di sela kunkernya tersebut, Presiden telah menyempatkan diri memantau kondisi kebutuhan pokok di Pasar Tenguyun Kelurahan Gunung Lingkas, yang kemudian berlanjut mengunjungi Kampung Nelayan di Tanjung Pasir Kelurahan Mamburungan Kecamatan Tarakan Timur, sekaligus melihat secara langsung aktivitas nelayan setempat.

Tentu keberadaan orang nomor satu di Indonesia ini sangat berdampak bagi masyarakat Kaltara, khususnya Tarakan. Baik menjelang kunkernya, maupun setelahnya. Misalnya, saat menjelang kedatangan Presiden Jokowi ke Tarakan, kerusakan di beberapa ruas jalan menjadi terminimalisir.

Ya semula terdapat jalan yang berlubang namun menjadi baik setelah dilakukan perbaikan. Begitu juga telah tersedianya fasilitas yang memadai, dan aktivitas nelayan yang kesehariannya biasa-biasa saja menjadi sibuk.

Di samping itu, kerumunan masyarakat yang ingin melihat langsung Presiden Jokowi tak terbentung. Ada yang menanti giliran untuk mendapatkan baju, ada pula yang saling berebut untuk berselfi ria dengan Presiden Jokowi.

Namun, tanpa mengurangi respek dan apresiasi atas kunjungan Presiden Jokowi ke Kaltara pada awal 2023 ini, bagi saya ada yang kurang substantif. Tentunya yang berkaitan dengan PLTA, KIPI dan KIHI.

Kalau hanya sekadar ingin mengetahui progres pembangunan proyek strategis nasional tersebut, SOP formal dan teknis sudah diatur dalam Undang-Undang, dan peraturan menteri terkait, terkecuali ada miss-koordinasi antara Kementerian, Kedirjenan, Pemprov dan Pemkab.

Sehingga proyek strategis nasional tersebut mengalami perlambatan. Itu pun sesungguhnya bisa diatasi oleh Menteri Koordinator tanpa harus Presiden yang turun langsung.

Bagi saya akan lebih substantif bila orang nomor satu di Indonesia ini, disamping melihat langsung progres pengerjaan proyek strategis nasional tersebut juga melakukan kunjungan ke masyarakat yang terdampak langsung dengan pembangunan proyek tersebut, dengan harapan presiden mengetahui nasib ribuan masyarakat yang lahannya belum terbayar secara layak.

Ribuan masyarakat yang lahannya menjadi HGU perusahaan nasional maupun perusahaan trans nasional secara sepihak, lahan ulayat adat dan kesultanan yang belum tersentuh kebijakan pemerintah pusat, nasib anak bangsa di Kaltara yang kesulitan mendapatkan lapangan pekerjaan, sehingga berpotensi menjadi penonton di kampung halamannya sendiri.

Peluang usaha ikutan (trickle down effect) dari proyek strategis nasional tersebut yang tidak dapat diakses anak bangsa di Kaltara, namun hanya bisa diakses oleh perusahan nasional dan perusshaan trans nasional dan lain sebagainya.

Bila kunjungan tersebut dititik beratkan pada masyarakat terdampak, pesan yang dapat dibaca publik adalah presiden yang peduli pada masyarakat kecil (pro poor, pro job & pro growth). Namun bila terfokus pada progres proyek semata, lebih kepada pro capitalism. (**)

Editor: Mansyur

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here