KAYANTARA.COM, MAKASSAR – Bertepatan dengan peringatan Hari Anti Korupsi Internasional, Rektor Universitas Patria Artha, Bastian Lubis, menyampaikan pandangannya terkait upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, Senin, (09/12/2024).
Ia menilai terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia membawa angin segar dan harapan besar dalam memerangi korupsi, yang selama ini menjadi penghambat utama pembangunan nasional.
“Kehadiran Presiden Prabowo membawa optimisme baru, terutama dengan langkah konkret dalam memberantas korupsi di sektor-sektor strategis,” ujar Bastian Lubis.
Lebih lanjut, Peniliti Senior PUKAT UPA itu menyebut gebrakan nyata yang telah dilakukan, seperti proses hukum terhadap kasus-kasus korupsi di PT Timah, perkebunan sawit, dan tambang batu bara, yang dinilai berdampak signifikan terhadap kerugian negara.
“Kerugian negara yang timbul, terutama dari sektor pajak, akhirnya mendapat perhatian serius dari pemerintah. Ini langkah nyata yang patut diapresiasi,”tambahnya.
Meski begitu, Bastian Lubis juga menyoroti pentingnya disiplin dalam pengelolaan keuangan negara. Menurutnya, penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara perlu dipatuhi dengan lebih baik.
Ia mengkritik adanya praktik suap dalam proses pemberian opini WTP demi memperoleh Dana Insentif Daerah dari Kementerian Keuangan.
“Sering kali, laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), namun di balik itu masih ditemukan temuan kerugian negara,”tegasnya.
Bastian juga mengungkapkan bahwa jabatan eselon II yang kosong seharusnya diisi oleh pejabat eselon II, bukan oleh pelaksana tugas (Plt) dari eselon III.
Menurutnya, pengangkatan Plt dari eselon III berpotensi menyebabkan kesalahan pengelolaan keuangan, karena Plt bukan merupakan Pengguna Anggaran (PA) yang bertanggung jawab penuh secara formal maupun material atas pengeluaran keuangan.
“Ini menjadi perhatian serius. Seharusnya jabatan eselon II diisi oleh pejabat eselon II, bukan Plt dari eselon III. Banyak dana daerah yang dikeluarkan tanpa tanda tangan dari PA, sehingga bisa dianggap penyalahgunaan wewenang,” jelasnya.
Menurut Bastian, lemahnya pengawasan dari Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut menjadi penyebab maraknya praktik korupsi. Ia mengkritik adanya “obral” opini WTP kepada daerah-daerah tertentu tanpa pengawasan yang ketat.
“Laporan keuangan daerah yang memperoleh opini WTP seharusnya bersih dari temuan kerugian. Namun, faktanya masih banyak daerah dengan opini WTP yang memiliki catatan kerugian negara,” ungkapnya.
Bastian mengusulkan agar pengawasan dari BPK dan Itjen diperketat dan lebih independen, serta menyerukan pembentukan Majelis Tuntutan Ganti Rugi (MTGR) untuk menyelesaikan perbedaan pendapat terkait temuan auditor.
“Saat ini, temuan-temuan auditor kerap dijadikan alat negosiasi. Hal ini perlu diperbaiki dengan pembentukan MTGR yang fokus pada pemulihan keuangan negara,” tegasnya.
Tidak hanya mengkritik sistem pengelolaan keuangan, Bastian juga menyoroti perilaku oknum penegak hukum yang masih memanfaatkan kelemahan administrasi untuk mencari keuntungan pribadi.
“Sebagian kecil oknum penegak hukum menggunakan kelemahan administrasi sebagai alat negosiasi pribadi. Ini menjadi salah satu penghambat dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan,”jelasnya.
Ia menegaskan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak bisa hanya mengandalkan pengelolaan keuangan semata, tetapi juga memerlukan penguatan penegakan hukum yang tegas dan bebas dari kepentingan pribadi.
Sebagai Akademisi dan Penggiat Anti Korupsi, Bastian menyampaikan dukungan penuh kepada Presiden Prabowo Subianto dalam memerangi korupsi.
Menurutnya, bonus demografi yang diproyeksikan pada 2030 dapat dimanfaatkan untuk mendorong Indonesia menuju “Indonesia Emas 2045” jika masalah korupsi dapat ditangani dengan baik.
“Kami dari Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Patria Artha siap mendukung gebrakan Presiden Prabowo. Gebrakan ini sejalan dengan semangat membangun Indonesia yang bersih dan berkeadilan,”pungkasnya.
Bastian menegaskan bahwa momen ini seharusnya menjadi pengingat bahwa pemberantasan korupsi memerlukan sinergi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pengawas, dan masyarakat luas.
“Momen Hari Anti Korupsi ini harus menjadi koreksi dan refleksi untuk memperbaiki tata kelola keuangan dan pemerintahan. Dukungan penuh terhadap gebrakan Presiden Prabowo harus terus digaungkan demi mewujudkan Indonesia yang lebih bersih, adil, dan makmur,”tutupnya.