
KAYANTARA.COM, TANJUNG SELOR-Ketua Komisi Informasi Kalimantan Utara (KI Kaltara), Fajar Mentari, saat kembali dimintai pandangannya mewakili sisi lembaga pengawas transparansi publik, terkait isu rencana kenaikan tarif air bersih oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Danum Benuanta mulai Juni 2025, setelah pada pemberitaan sebelumnya Fajar menilai bahwa keputusan menaikkan tarif air bersih yang nyaris mencapai 50% dari tarif sebelumnya, dari Rp 2.500 menjadi Rp 3.500 per meter kubik, seharusnya dibarengi dengan keterbukaan informasi yang memadai kepada publik.
Menurut Fajar, alasan bahwa tarif tidak naik selama 10 tahun bukanlah alasan yang prinsip dan fundamental jika tidak disertai transparansi menyeluruh terhadap kondisi internal perusahaan.
Dia menganggap kebetulan bersamaan dengan kebijakan pusat terkait efisiensi anggaran, sehingga yang muncul malah terkesan kamuflase atas masalah kesehatan keuangan PDAM yang kemudian akan dibebankan ke masyarakat dengan menaikkan tarifnya. Sehingga disampaikannya, diperlukan transparansi sebagai dasar pendukungnya, agar tidak menimbulkan miskomunikasi, mispersepsi, misinterpretasi, misinformasi dan bahkan disinformasi.
Menurutnya, kenaikan tarif ini tidak didukung secara terukur karena tanpa melibatkan lembaga-lembaga pengawas yang memang tugas pokok dan fungsi serta wewenangnya juga diatur dalam Undang-undang.
“Sebenarnya bukan masalah kenaikan tarifnya, tetapi kami lebih menitikberatkan tingkat kepatuhan Badan Pubik terhadap kewajiban keterbukaan informasinya secara utuh dan menyeluruh serta terukur, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Jadi kenaikan tarif itu harus diselenggerakan sesuai dengan prinsip administratif dan asas bertanggungjawab. Bukan prinsip semaunya dan asas suka-suka.
PDAM Bulungan sudah merasa pernah membuat Standar Layanan Informasi Publik atau belum?, kalau belum, saran saya perbaiki dulu, benahi dulu itu, baru bicara naikkan tarif.
“PDAM Bulungan salah satu Badan Publik yang tidak pernah memberikan laporan tahunan ke Komisi Informasi Kaltara yang sifatnya wajib sebagaimana amanat Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008,” ungkap Fajar.
Dikatakannya, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) mengatur kewajiban tersebut, termasuk mekanisme pelaporan dan sanksi bagi pelanggaran. UU KIP bertujuan untuk menjamin hak warga negara atas informasi publik, serta mendorong partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik.
“Pelanggaran terhadap kewajiban pelaporan informasi publik dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Undang-undang KIP,” tandas Fajar.
Fajar menguraikan detail mengenai sanksi yang mungkin dikenakan oleh badan publik secara sengaja melakukan pelanggaran kewajiban pelaporan informasi publik sebagaiman diatur dalam UU KIP, dikenakan sanksi yang beragam, mulai dari teguran hingga sanksi pidana. Sanksi-sanksi tersebut bisa berupa teguran tertulis, denda, pembinaan, hingga sanksi pidana jika sifatnya pelanggaran berat dan disengaja.
Sanksi administratif berupa teguran tertulis, diiberikan sebagai peringatan awal untuk pelanggaran ringan. Adapun besaran dendanya disesuaikan dengan tingkat pelanggaran dan kerugian yang ditimbulkan.
Kemudian ada pembinaan yang diberikan kepada badan publik yang belum sepenuhnya memahami atau menerapkan UU KIP.
Tak ketinggalan pula potensi konsekuensi sanksi pidana. Hukuman Kurungan jika pelanggaran bersifat sengaja dan mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, seperti menyembunyikan informasi publik yang seharusnya terbuka. Dan ada denda yang lebih besar dibandingkan sanksi administratif jika pelanggaran bersifat pidana.
“Beberapa contoh sanksi yang mungkin dikenakan meliputi; teguran, sebagai peringatan pertama atas pelanggaran yang dilakukan. Ada pembinaan, berupa penyuluhan atau edukasi kepada Badan Publik yang melakukan pelanggaran agar lebih memahami dan mematuhi ketentuan UU KIP. Ada juga sanksi administratif, jika sanksi yang lebih berat, potensinya sampai pada pencabutan izin atau pembekuan kegiatan tertentu,” terangnya.
“Bahkan ada sanksi pidananya jika Badan Publik ada upaya sengaja menyembunyikan informasi publik yang seharusnya terbuka, itu dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman kurungan dan denda” imbuhnya menerangkan.
Fajar menganggap bahwa pentingnya Badan Publik memahami kedudukan UU KIP. Permendagri Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman PPID Kemendagri saja itu disusun berdasarkan PerKI SLIP. Logikanya jika peraturan yang digunakan itu untuk menyusun peraturan perundangan, maka ketentuannya diasumsikan harus lebih tinggi atau setara.
Imbuh Fajar, namun sebagai sosialisasi edukasinya, sebenarnya Permendagri Nomor 3 Tahun 2017 itu harus direvisi karena dalam hal pengelolaan informasi, Permendagri tersebut masih mengacu kepada PerKI SLIP Nomor 1 Tahun 2010. Sementara sekarang sudah ada PerKI SLIP Nomor 1 Tahun 2021 yang sudah dimutakhirkan, sebagai revisi terhadap Perki Nomor 1 Tahun 2010 yang sudah dicabut tersebut.
“Kita ini negara hukum, dimana segala bentuk pelayanan publik itu sudah diatur. Jadi tidak boleh semrawut, acak kadut, carut-marut, blepotan. Semua ada aturan mainnya, semua ada etikanya bagaimana menjalankan roda kelembagaan dengan baik untuk memanifestasikan good governance dan good government. Ada kerangka acuan, ada aturan yang menjadi rujukannya, ada landasan hukumnya, sudah ada pedomannya. Dengan kata lain syarat etika mekanisme harus terpenuhi,” ucap Fajar.
Dikatakannya, agar DPRD jangan terburu-buru main setuju-setuju saja, karena seyogianya mempelajari dan mempertimbangkan potensi konsekuensi pidananya juga. Karena dalam hal ini, juga ada lembaga berwenang lainnya, semisal KI yang juga harus dimintai pandangan apakah itu sudah sesuai syarat standar layanan keterbukaan informasi publik
Selain KI sebagai komisi atau lembaga yang dikhususkan mengawal dan melakukan pengawasan terhadap semangat keterbukaan informasi publik, ada Ombudsman juga sebagai lembaga pengawas pelayanan publik, dan YLKI sebagai lembaga yang berfokus pada perlindungan konsumen.
“Sebagai lembaga penegak Undang-undang dalam amanat pengawasan bidangnya, kami dari KI Kaltara tentu merasa berkeharusan untuk mengkaji sejauh mana pertanggungjawabannya melalui kewajiban laporan tahunan badan publik, seperti laporan keuangan tentang operasional dan pendapatan untung-ruginya seperti apa, indikator kinerja, rincian penggunaan bahan kimianya, hasil audit, hingga data teknis seperti tingkat kebocoran air dan efektivitas distribusi. Ini ‘kan menjadi 1 variabel yg tidak terpisahkan. Itu yang kami ingin tekankan di sini!,” pungkasnya tegas.