INDONESIA adalah negara yang sudah lama menganut sistem pemerintahan yang mengedepankan konsep demokrasi. Dimana pada dasarnya demokrasi dipandang menjadi sebuah ruang untuk memperjuangkan suara rakyat, keadilan dan persamaan setiap warga negara.
Demokrasi di Indonesia sangat diperjuangkan sejak dahulu, sehingga banyak sekali kejadian ataupun tindakan yang diharuskan berlandaskan asas-asas demokrasi. Dalam hal ini bahwasanya sebagai negara demokrasi, tidak terlepas dengan adanya penyelenggaran Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai bentuk penjaminan kesinambungan pembanguan nasional yang notabene merupakan salah satu wahana perubahan yang mengedepankan prinsip berkemajuan.
Pemilu merupakan wujud dari penyelenggaraan demokrasi prosedural. Dimana melalui Pemilu itulah kita akan memilih pemimpin-pemimpin bangsa yang akan menjadi wakil rakyat nantinya, baik di pusat maupun daerah. Keberhasilan Pemilu juga menjadi cerminan tercapai atau tidaknya praktik demokrasi sesungguhnya di suatu negara.
Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini sesuai dengan prinsip demokrasi seperti yang diamanatkan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Pelaksanaan kedaulatan rakyat, penting untuk diketahui bahwa Pemilu yang dilakukan secara langsung adalah bentuk wujud nyata dari kedaulatan rakyat yang bertujuan untuk menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, sehingga terlaksananya Pemilu yang baik dapat menunjukkan secara tidak langsung perihal adanya suatu peningkatan demokrasi yang cukup baik. Kendati Pemilu bukan satu-satunya cara atau bentuk dari demokrasi, akan tetapi dalam sistem pemerintahan di Indonesia, Pemilu dianggap sangat penting karena dapat menampung semua aspirasi masyarakat yang diartikulasikan oleh perwakilan partai politik yang bersangkutan sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Pemilu yang demokratis, berintegritas, dan bermartabat merupakan sesuatu yang absolut dan tak terelakkan bagi negara hukum asas demokrasi. Pemilu dianggap perlu sebagai bentuk nyata atas kedaulatan di tangan rakyat dan bentuk paling konkrit dari partisipasi rakyat sebagai warga negara. Jika penyelenggaraan Pemilu-nya jujur dan adil (Jurdil), maka barulah demokrasi suatu negara telah dipandang baik.
Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat baik ditingkat pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945.
Pemilu dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam Pemilu demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis. Melalui Pemilu diharapkan proses politik yang berlangsung akan melahirkan suatu pemerintahan yang sah, demokratis dan benar-benar mewakili kepentingan masyarakat pemilih.
Demokrasi mensyaratkan adanya suksesi kepemimpinan melalui Pemilu secara reguler, selain itu Pemilu juga menjadi sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dengan memilih kepala daerah. Dengan memandang Pemilu merupakan kesempatan bagi rakyat untuk memilih pejabat politik, maka diperlukan pengawasan untuk memastikan jalannya Pemilu secara Jurdil. Pilkada langsung yang merupakan hidupnya demokrasi lokal juga merupakan tahapan dalam proses desentralisasi. Pemilihan langsung juga telah membuka lebar untuk memelihara demokrasi lokal.
Alasan rezim otoriter selalu melakukan Pemilu, meskipun Pemilu tersebut tidak kompetitif, ini dikarenakan Pemilu turut membantu memperkuat legitimasi. Melalui Pemilu suatu rezim memperoleh pembenaran bagi sebuah sistem kekuasaan. Bagaimanapun kampanye dapat dijadikan sarana untuk memperkuat status calon dan pengaruh seremonial pada kandidat. Hal yang terpenting dari Pemilu adalah dapat mendorong warga untuk berpartisipasi dalam politik, meskipun hanya sekedar memilih. Pemilu bagaimanapun dapat menggalang kesepakatan aktif dari pemilih.
Pemilu, selain sebagai perwujudan kedaulatan rakyat juga merupakan arena kompetisi bagi partai politik untuk melihat sejauh mana mereka telah melaksanakan fungsi dan perannya. Di dalam sebuah kompetisi sudah dapat dimaklumi bahwa akan ada persaingan-persaingan untuk menjadi pemenang. Dengan sistem Pemilu yang ada sekarang ini dan pelaksanaan Pemilu yang diikuti oleh banyak orang dan partai politik, menjadikan Pemilu sangat rawan terjadinya pelanggaran dan penyimpangan.
Setiap orang yang ikut sebagai peserta Pemilu untuk dipilih serta partai politik peserta Pemilu memiliki keinginan yang kuat agar menjadi pemenang dalam penyelenggaraan Pemilu tersebut. Kondisi seperti ini memerlukan suatu pengawasan dari sebuah lembaga yang dijamin dengan suatu Undang-undang (UU) agar Pemilu tersebut berjalan sesuai aturan yang ada.
Untuk menjaga prinsip tersebut serta menjamin bahwa kedaulatan rakyat dapat terlaksana sebagaimana seharusnya, maka penyelenggaraan Pemilu harus sesuai dengan tujuannya. Setiap pemerintah yang demokratis hendaknya mampu menyelenggarakan Pemilu secara demokratis pula, karena merupakan pilar penting dalam demokrasi modern. Hal ini berarti bahwa harus ada mekanisme serta pengaturan yang jelas dan tepat tentang penyelenggaraan Pemilu agar Pemilu tersebut sesuai dengan prinsip demokrasi.
Dalam UUD 1945 menyebutkan bahwa Pemilu diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan penyelenggara Pemilu merupakan hal yang bersifat konstitusional dan sejalan dengan maksud kedaulatan rakyat. Keberadaan lembaga penyelenggara Pemilu tersebut diwujudkan dengan adanya lembaga penyelenggara Pemilu yang diatur dalam suatu UU tentang penyelenggara Pemilu.
Penyelenggara Pemilu terutama Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pelaksana Pemilu akan dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang berhubungan dengan banyak pihak tersebut dan akan menjadi suatu tantangan terhadap kemandirian serta independensi KPU. Sejalan dengan persoalan tersebut, maka peran dan tanggung jawab Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) semakin diharapkan untuk mengawasi berjalannya Pemilu, sebagaimana tujuan pendirian Bawaslu yang diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Bawaslu merupakan sebuah lembaga penyelenggara pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah kesatuan Republik Indonesia melalui jajaranya Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Setiap penegakan hukum Pemilu ditangani oleh lembaga negara tergantung dari jenis pelanggaran yang dilakukan. Bawaslu adalah salah satu lembaga yang memperoleh atribusi kewenangan untuk menegakkan hukum Pemilu terkait dengan pelanggaran proses Pemilu.
Awalnya tugas dan kewenangan Bawaslu hanya mengawasi, mengumpulkan bukti dan melaporkan apabila terjadi indikasi pelanggaran dalam proses penyelenggaraan Pemilu dan hanya berwenang memberikan rekomendasi kepada KPU, dimana rekomendasi itu dapat dilaksanakan atau tidak oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu.
Kemudian muncul kebijakan baru terkait kewenangan ajudikasi Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu untuk meyelesaikan pelanggaran administrasi dan sengketa yang menyangkut dengan pelanggaran Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM) yang secara administratif dapat membatalkan pencalonan melalui proses sidang ajudikasi, dimana Bawaslu dapat dikatakan berperan sebagai hakim, memutuskan permohonan yang ditulis pemohon di dalam petitum-nya.
Kemudian menggali kebenaran-kebenaran melalui persidangan, mendengarkan keterangan saksi, mendengarkan jawaban pemohon dan termohon, kemudian menyimpulkan. Itulah kewenangan baru yang dimiliki oleh Bawaslu yang diatur dalam UU Nomor Tahun 2017 tentang Pemilu yang memuat terobosan penguatan kewenangan Bawaslu dalam menegakkan hukum Pemilu.
Selain tindak pidana Pemilu, kewenangan menindak dan memutuskan pelanggaran administrasi dalam mekanisme persidangan di Bawaslu hingga tingkat kabupaten/kota, yang sebelumnya merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) kini diberikan kepada Bawaslu. Ada tiga macam kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, yakni meliputi; atribusi, delegasi dan mandat.
Perpindahan kewenangan dari MK ke Bawaslu dalam mengadili dan memutus sengketa Pemilu bukannya tanpa sebab, kuatnya intervensi politik dan kepentingan di pusat serta banyaknya kasus-kasus sengketa Pemilu membuat MK merasa perlu mendelegasikan kewenangan dalam mengadili dan memutuskan dalam proses sengketa Pemilu, tentu perlu kita apresiasi sebagai bentuk penguatan lembaga pengawas Pemilu dan pendewasaan daerah. kajian teori kewenangan adalah berkaitan dengan sumber kewenangan dari pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum dalam hubungannya dengan hukum publik maupun dalam hubungannya dengan hukum privat.
Di UU sebelumnya, kesimpulan bahwa sebuah tindakan dianggap sebagai pelanggaran dikeluarkan dalam bentuk rekomendasi. Sekarang kesimpulan tersebut dikeluarkan dalam bentuk putusan. Bawaslu Kabupaten/Kota bisa mengeluarkan putusan yang bersifat final, mengikat dan keputusannya itu tidak bisa diasimilasi. Misalnya Bawaslu menerima laporan bahwa calon kepala daerah tertentu melakukan pelanggaran administrasi. Bawaslu akan menghadirkan pelapor dan terlapor untuk saling menjelaskan laporan dan pembelaan. Setelah itu Bawaslu bisa menyimpulkan tindakan itu adalah sebuah pelanggaran melalui putusan layaknya putusan pengadilan, bukan rekomendasi, kalau rekomendasi itu bisa dilaksanakan dan bisa juga tidak, kini keputusannya semacam putusan pengadilan yang tidak perlu lagi diteruskan ke KPU tapi sifatnya KPU wajib melaksanakan putusan ini.
Bawaslu juga mempunyai wewenang mendiskualifikasi peserta Pemilu yang melakukan pelanggaran politik uang. Pasal 286 ayat (1) UU Pemilu, melarang peserta Pemilu, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau pemilih.
Apabila calon kepala daerah atau bahkan calon Presiden terbukti melakukan pelanggaran tersebut, maka dapat dikenakan sanksi administratif pembatalan sebagai calon, dalam konteks ini posisi Bawaslu sudah seperti peradilan. Ia berwenang mengumpulkan barang bukti, membuktikan kesalahan pelaku money politics dan berwenang memutuskan kesalahan itu terbukti atau tidak.
Di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja yang menangani tindak pidana korupsi hanya melakukan penyidikan, penyelidikan dan penuntutan, sementara yang memutuskan hakim pengadilan. Tetapi Bawaslu bisa bertindak dari awal hingga menjadi hakim yang memutuskan. Oleh karena itu perlu adanya aturan tambahan terkait siapa yang mengawasi, apakah cukup dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)? Padahal Bawaslu berperan sebagai hakim dan putusannya juga berimplikasi/berimbas pada hukum (ada konsekuensi hukumnya).
Bawaslu sebagai lembaga yang diberi mandat untuk mengawasi proses Pemilu membutuhkan dukungan banyak pihak dalam aktifitas pengawasan penyeleggaraan Pemilu agar berjalan demokratis, luber dan jurdil. Salah satunya adalah dengan mengajak segenap kelompok masyarakat untuk terlibat dalam partisipasi pengawasan setiap tahapannya.
Keterlibatan masyarakat dalam pengawalan suara tidak sekadar datang dan memilih, tetapi juga melakukan pengawasan atas potensi adanya kecurangan yang terjadi, serta melaporkan kecurangan tersebut kepada Bawaslu sebagai lembaga yang bertugas mengawasi proses Pemilu dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran Pemilu. Ekspektasi masyarakat sangat besar terhadap peran lembaga ini dalam mengawal berbagai tahapan Pemilu.
Apa pentingnya (urgensi) pengawasan Pemilu di Indonesia? Pertanyaan tersebut bukan hanya menjadi pertanyaan seorang Pengawas Pemilu (Panwaslu) saja, tetapi sebagian masyarakat di Indonesia juga menanyakan sejauh mana pentingnya pengawasan pemilu di Indonesia. Seberapa efektifkah pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu dan jajaran di bawahnya pada pelaksanaan pemilu selama ini dan yang akan datang.
Pertanyaan yang menjadi wacana dalam masyarakat terkait langsung pada pelaksanaan Pemilu di Indonesia. Sebagian jawabannya adalah agar tercipta derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, serta memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas, maka penyelenggaraan Pemilu harus dilaksanakan secara lebih berkualitas dari waktu ke waktu. Implementasi dari upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas adalah membentuk dan melaksanakan fungsi pengawasan Pemilu.
Pemilu bukanlah sekadar ajang seremonial politik belaka yang menafikkan partisipasi politik masyarakat. Masyarakat menjadi subyek dalam proses Pemilu. Pengawasan partisipatif yang dilakukan untuk mewujudkan warga negara yang aktif dalam mengikuti perkembangan pembangunan demokrasi. Pengawasan juga menjadi sarana pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat pemilih.
Bagi masyarakat, dengan terlibat dalam pengawasan Pemilu secara langsung, mereka dapat mengikuti dinamika politik yang terjadi, dan secara tidak langsung belajar tentang penyelenggaraan Pemilu dan semua proses yang berlangsung. Bagi penyelenggara Pemilu, kehadiran pengawasan masyarakat yang massif secara psikologis akan mengawal dan mengingatkan mereka untuk senantiasa berhati-hati, jujur dan adil dalam menyelenggarakan Pemilu. Sejatinya, baik penyelenggara, pengawas, pemantau, peserta Pemilu, dan sejumlah pihak yang terkait dalam Pemilu dapat belajar berperan sesuai latar belakangnya masing-masing.
Pemilu merupakan sarana perwujudan prinsip kedaulatan rakyat, sekaligus sarana bagi rakyat untuk ikut aktif dalam proses politik dan sarana aktualisasi partisipasi masyarakat sebagai pemegang kedaulatan dalam penentuan jabatan publik. Sebagai pemegang kedaulatan, posisi masyarakat dalam Pemilu ditempatkan sebagai subyek, termasuk dalam mengawal integritas Pemilu, salah satunya melalui pengawasan Pemilu, sehingga akan mencerminkan adanya prinsip dasar kehidupan kenegaraan yang demokratis.
Keberadaan Panwaslu dalam tinjauan politik dan hukum administrasi, bersifat penting untuk menghindari delegitimasi terhadap proses dan hasil pelaksanaan Pemilu, serta antisipasi perkembangan berbagai tindak pelanggaran kePemiluan berdasarkan tata hukum secara terpadu dan menyeluruh, guna perkuatan kepercayaan masyarakat ditengah-tengah berbagai permasalahan implementasi sistem kePemiluan. Pada bagian berikutnya, keberadaan Panwaslu yang kuat tidak terlepas dari pentingnya mekanisme pengawasan demi terwujudnya Pemilu yang berkualitas.
Partisipasi politik yang merupakan wujud pengejawantahan kedaulatan rakyat adalah suatu hal yang sangat fundamental dalam proses demokrasi. Salah satu misi (Bawaslu adalah mendorong pengawasan partisipatif berbasis masyarakat sipil. Pelibatan masyarakat dalam pengawasan Pemilu harus terlebih dulu melalui proses sosialisasi dan transfer pengetahuan dan keterampilan pengawasan Pemilu dari pengawas Pemilu kepada masyarakat. Sebelum sampai kepada peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu, tantangan besar yang juga dihadapi Bawaslu adalah membangun kesadaran politik masyarakat. Kesadaran masyarakat atas kedaulatan yang dimiliki dalam proses demokrasi nyatanya masih rendah.
Kerendahan kesadaran tersebut salah satu pemicunya adalah minimnya pengetahuan rakyat mengenai demokrasi Pemilu dan pengawasan Pemilu. Di sisi lain, harus diakui bahwa berdasarkan evaluasi, Bawaslu Kalimantan Utara (Kaltara) belum secara maksimal menyediakan informasi tersebut bagi masyarakat. Hasil kerja-kerja pengawasan, penegakan hukum Pemilu dan penanganan sengketa yang dijalankan Bawaslu juga belum terdokumentasi dan teriventarisasi secara baik. Bukan hanya media atau wadah penyampaian informasinya saja yang terbatas, tetapi akses bagi masyarakat untuk mendapat informasi dan pengetahuan tersebut juga sangat terbatas.
Oleh Karena itu, dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara Bawaslu dan masyarakat pemilih. Kelompok masyarakat yang memberikan perhatikan besar terhadap pelaksanaan Pemilu yang berlangsung Jurdil berkomunikasi secara intensif dengan Bawaslu. Peningkatan kolaborasi antara Bawaslu dengan kelompok masyarakat sipil inilah yang menjadi kunci peningkatan partisipasi bersama masyarakat. Minimnya pengetahuan atas pentingnya pengawasan publik, jarak antara tahapan dengan jangkauan pemantau, keterbukaan informasi tentang kePemiluan, pendanaan, inovasi teknologi informasi dalam pengawasan, dan intimidasi merupakan tantangan pemantauan Pemilu.
Salah satu upaya untuk menjaga integritas Pemilu adalah melalui penguatan peran aktif masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan Pemilu secara keseluruhan yaitu tidak hanya saat pemberian suara semata namun juga ikut melakukan pengawasan sampai proses penyelenggaraan Pemilu berakhir. Pemilu berkualitas akan terwujud jika prosesnya dijaga, dipantau, dan diawasi agar tidak dicurangi. Diperlukan adanya pengawasan serta pemantauan yang komprehensif dalam proses penyelenggaraan Pemilu mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga pada penyelesaian sengketa Pemilu.
Proses penyelenggaraan Pemilu akan berjalan secara demokratis apabila memenuhi sejumlah indikator. Pertama, sistem pemilu sesuai dengan karakteristik masyarakat dan sistem politik demokrasi yang hendak diwujudkan. Kedua, payung hukum seluruh tahapan proses penyelenggaraan Pemilu harus menjamin kepastian hukum yang dirumuskan berdasarkan asas Pemilu yang demokratis.
Ketiga, kompetisi peserta Pemilu yang bebas dan adil. Keempat, penyelenggara Pemilu yang profesional dan independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Kelima, proses pemungutan dan penghitungan suara yang dilaksanakan dengan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Keenam, sistem penegakan hukum pemilu yang dilakukan secara adil dan tepat waktu. Ketujuh, partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan Pemilu. Sebagai salah satu bentuk partisipasi masyarakat, pemantauan Pemilu merupakan hal penting dalam proses penyelenggaraan Pemilu. Rakyat tidak hanya sekedar berhak menggunakan hak pilihnya, tetapi juga berhak mendambakan proses dan hasil Pemilu yang baik. Untuk itu perlu dibuka seluas-luasnya ruang bagi publik untuk memantau jalannya proses tahapan pemilu, dari awal hingga akhir.
Bawaslu harus hadir lebih dekat dan akrab di tengah masyarakat. Dengan begitu, akan tumbuh dalam benak masyarakat sebuah rasa memiliki Bawaslu. Kami berharap, dengan begitu, akan tumbuh pula keinginan masyarakat untuk ikut bersama Bawaslu dalam mengawal ketertiban Pemilu demokrasi. (****)
Penulis: Fajar Mentari, S.Pd (Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara Provinsi Kalimantan Utara)