Pemkab Malinau Terus Perjuangkan Kajian Hutan Konservasi dan Perbatasan

tampak hutan yang dimiliki oleh Kabupaten Malinau.

KAYANTARA.COM, MALINAU – Pemerintah Kabupaten Malinau terus berupaya memperjuangkan kajian hutan konservasi dan perbatasan agar mendapatkan dana alokasi umum dan dana perimbangan yang bersumber dari pemerintah pusat atau APBN.

Bupati Malinau Dr.Yansen TP mengatakan, berkaitan tentang hutan konservasi dan perbatasan sudah semestinya pemerintah pusat memberikan pertimbangan dalam mensimulasi DAU dan dana perimbangan bagi pemerintah daerah yang telah menjaga kelestarian hutan tersebut.

“Sudah seharusnya ada perhitungan melalui DAU dan dana perimbangan bagi pemerintah daerah yang memiliki kebijakan terhadap menjaga hutan itu. Karena kabupaten atau kota sudah memberi kontribusi kepentingan nasional bahkan dunia,” tegas Yansen, kepada Koran Kaltara, Rabu (23/12).

Menurut dia, apabila berbicara tentang heart borneo atau paru-paru dunia tentu tempatnya ada di Kabupaten Malinau. Namun, responsive dari pemerintah pusat belum ada. “Kita harus jujur sampai hari ini belum juga dilihat dari pemerintah terhadap respon positif tentang kajian hutan konservasi perbatasan untuk formulasi DAU dan dana perimbangan itu,” ungkapnya.

Padahal, kata Yansen, untuk di negara-negara lainnya seperti negara India itu sudah memiliki formulasi DAU atas kebijakan pemerintah daerahnya. Terlebih lagi, menjaga aset-aset hutan lindung tersebut. “Jadi dinegara-negara lain itu sudah ada formulai DAU yang diperhitungkan lebih dikarenakan adanya kebijakan-kebijakan kabupaten dan kota. Apalagi ada kolerasinya dengan negara sehingga mendapatkan formulasi DAU yang sangat baik,” jelasnya.

Karenanya, kata Yansen, pemerintah daerah Malinau sudah melakukan hal itu dengan menyusun kajian hutan konservasi dengan melibatkan Bappenas, Kemenkue, Akademisi dan lembaga lingkungan. “Dan kalau dipenuhi sama pemerintah pusat. Saya yakin akan muncul desa-desa yang terus menjaga hutan adat dan hutan lindung itu,” ungkapnya.

Pada prinsipnya, kata Yansen, pemerintah daerah tidak ingin membangun di wilayah-wilayah hutan konservasi tersebut. “Jadi tidak ada lagi itu. dan tidak perlu lagi ada APH. Artinya kawasan-kawasan yang memang harus terjaga dijaga. jangan dieksploitasi semua hutan yang ada. Karena untuk menumbuhkannya tentu menunggu bertahun-tahun,” jelasnya.

Begitu pula dengan kawasan perbatasan dengan bentangan 568 kilometer tersebut. Meski yang dijaga terbilang cakupannya tidak sama dengan kawasan perbatasan lainnya, tetapi pemerintah daerah beserta TNI ikut andil menjaganya. “Setidaknya diberikan perhitungan khusus melalui dana perimbangan ke daerah. Padahal  kajian hutan konservasi dan kawasanperbatasan ini untuk kepentingan orang banyak dengan nilai-nilai dan kontribusinya cukup bagus,” katanya.

Apalagi, kata Yansen, pemerintah pusat memberikan satu kebijakan hal itu ke daerah tentu kabupaten yang memiliki hutan konservasi  memiliki sumber apbd yang cukup dalam membangun. “Minimal setiap tahunnya mendapatkan suntikan DAU 10 miliar dari formulasi hutan konservasi dan kawasan perbatasan itu,” ungkapnya.

Dalam kajian itu, diakuinya, sudah dilakukan seminar dan diekspos di lembaga-lembaga kementerian terhadap kebijakan. Namun, hingga saat ini belum dapat respon yang positif. “Makanya saya juga sudah mengirimkan proposal ke DPD RI dan DPR RI untuk mengekspos itu. Tapi sampai saat ini belum ada respon. Mudah-mudahan sebelum bertugas di tempat yang baru sudah informasinya lagi,” pungkasnya. (adv)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here