Hari Perempuan Dunia, Dorong Pengesahan RUU Pidana Kekerasan Seksual

KAYANTARA.COM, TANJUNG SELOR – International Women’s Day (IWD) atau hari perempuan internasional diperingati 8 Maret setiap tahunnya. Pada hari bersejarah ini, seluruh dunia khususnya perempuan, memperingatinya sebagai upaya mencapai keberhasilan perempuan di berbagai bidang. Mulai dari ekonomi, teknologi, bisnis, politik,  sosial, dan lainnya.

Peringatan serupa kembali digelar untuk kali ketiga, jika sebelumnya digagas sejumlah lembaga perempuan di Tanjung Selor yang tergabung dalam kaukus perempuan Kaltara. Kali ini peringatan digagas secara mandiri oleh  Hangout (Happily Gathering Woman Thought) Community.

Rangkaian kegiatan, berupa lomba foto dan puisi yang disesuaikan dengan tema “Perjuangan Kesetaraan, Perlindungan Lingkungan dan Pertahanan Budaya,”, yang digelar sejak akhir Februari lau, dan mendapatkan pemenang, diumumkan tepat pada hari peringatan IWD kali ini.

Tema dipilih, mengingat hari ini Kaltara menjadi provinsi baru, bagaimana seluruh pihak bisa berperan melakukan pembangunan, termasuk diantaranya para perempuann dengan menggali potensi dan kapasitasnnya, agar bisa memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai bidang pembangunan.

Kemudian kaitannya dengan lingkungan, tentu saja sebagai provinsi termuda di Indonesia, perempuan juga memiliki peran menjaga lingkungannya untuk keberlangsungan hidup dimasa depan. Pertahanan budaya sendiri adalah, bagaimana menghargai kebudayaan yang ada tanpa mengesampingkan salah satunya hak perempuan, bersuara dan berkarya dalam hal apa saja.

Puncak kegiatan hari ini digelar “Women Sharing,” Sebagai sarana berbagi dan gerakan bersama, membangun keadilan terhadap sesama. Pada agenda ini Hangout Community menyediakan panganan lokal dan tradisional, sebagai bentuk dukungan pengembangan dan pertehanan pangan didaerah, berupa jagung, ubi dan kacang rebus. Setiap peserta juga diminta untuk membawa tempat minum masing-masing, ini sekaligus kampanye perlindungan lingkungan dan mengurangi produksi sampah pelastik.

Kaltara sebagai provinsi baru juga perlu diatensi, pasalnya sejumlah kejadian indikasi pencemaran lingkungan juga sempat terjadi, seperti limbah tambang di sungai Malinau itu salah satu yang perlu diantisipasi.

Tempat di Cafer Lupis, Tanjung Rumiba, tepat dipinggir sungai dan alam terbuka diharapkan bisa merefleksi diri bagaimana keberadaan manusia sangat dekat dengan alam sekitar, tak terkecuali bagi para perempuan.

Dalam agenda ini Hangout Community, juga menyuarakan sejumlah harapan lainnya seperti : 

* Mengecam keras adanya tindak diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan

* Segera Sahkan RUU TPKS

* Memegang teguh budaya dan adat istiadat tanpa mendiskriminasi perempuan

* Menjadi pelopor gerakan sadar Lingkungan

Komunitas ini juga mendorong pengesahaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pro terhadap korban, sebagai sarana kebijakan agar berpihak terhadap korban, yang kadang kala tak mendapatkan haknya.

RUU PKS menuai banyak pro-kontra serta pembahasan yang cukup alot bahkan sempat dikeluarkan dari beberapa Prolegnas Prioritas Tahunan. Satu kendala yang harus dihadapi oleh korban kekerasan seksual di Indonesia adalah keterbatasan instrument hukum yang memadai terkait penanganan kekerasan seksual di Indonesia. Selain itu, instrumen hukum yang ada terkait kekerasan seksual masih belum berpihak pada korban. Keterbatasan tersebut akan berdampak besar dalam proses hukum penyelesaian kekerasan seksual, sebab sistem penegakan hukum tidak akan berjalan dengan baik.

Pengesahan RUU TPKS sangat penting dan tidak ada alasan menunda lagi. Selain merupakan arahan Presiden Jokowi untuk menurunkan kekerasan terhadap perempuan dan anak, pengesahan RUU TPKS juga mendesak dilihat dari kacamata filosofis, yuridis, dan sosilogis.

Secara filosofis kekerasan seksual bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Secara yuridis, RUU TPKS mengisi kekosongan hukum dan menjadi kebutuhan hukum masyarakat sehingga menjamin kepastian hukum dalam penanganan kekerasan seksual yang kurang maksimal karena ketiadaan instrumen hukum yang memadai sebelumnya.

Secara sosiologis, kondisi saat ini sudah darurat kekerasan seksual, begitu maraknya kekerasan seksual yang terjadi di ruang publik, kampus, dan sekolah, serta lingkungan kerja dan lain-lain menjadi realitas sosial untuk mendorong pengesahan RUU TPKS.

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here