Perhatian Penyakit TBC Menurun, Pemeriksaan Dahak akan Dilakukan

ilustrasi Penyakit TBC (Istimewa)

KAYANTARA.COM, TARAKAN – Kini perhatian masyarakat akan penyakit tuberculosis kian menurun. Padahal penyakit yang menyerang paru-paru manusia ini memiliki jumlah yang stagnan meski di tengah pandemi covid-19.

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Tarakan, dr. Devi Ika Indriarti, M.Kes menuturkan bahwa pihaknya melakukan kegiatan penggalangan komitmen penanggulangan tuberculosis untuk menyambut hari penanggulangan tuberculosis sedunia.

“Sebenarnya ini sudah dilakukan sejak lama di layanan faskes (fasilitas kesehatan), seperti di Puskesmas dan Rumah Sakit. Ini untuk meningkatkan lagi perhatian masyarakat terhadap tuberculosis,” ungkap Devi.

Diungkap Devi, kasus tuberculosis di Tarakan bersifat stagnan. Untuk itu, kegiatan penggalangan komitmen perlu dilakukan. Tak hanya itu pihaknya akan melakukan pemeriksaan dahak di seluruh instansi Tarakan.

“Tapi karena pandemi, jadi kegiatan pengambilan dahak itu nggak bisa langsung dilakukan. Jadi dimulai dulu di Dinkes kemudian di tempat lain (OPD lain),” jelas Devi.

Kasus tertinggi tuberculosis di Tarakan, dijelaskan Devi lebih banyak ditemukan pada orang dewasa. Namun sering juga ditemukan pada anak sehingga dalam hal ini tuberculosis dapat menyerang siapa saja.

“Jadi setiap orang bisa saja terkena tuberculosis. Jadi kalau 14 hari batuk tanpa henti meski sudah minum obat, coba saja periksa dahaknya di Puskesmas,” pungkasnya.

Sementara itu, Dokter Spesialis Paru Kota Tarakan, dr. Nila Kartika Ratna mengatakan bahwa gejala tuberculosis biasanya ditandai dengan batuk selama 2 minggu, disertai demam dengan suhu kurang tinggi, penurunan berat badan dan keringat dimal hari.

“Tapi sekarang dengan penggalangan yang baru itu kadang-kadang yang datang ke rumah sakit itu sudah batuk sebulanan. Padahal kalau sudah ada batuk 14 hari itu penting diperiksa,” jelasnya.

Pengobatan tuberculosis harus dilakukan minimal 6 bulan dan tidak boleh dilakukan secara terputus. Hal inilah yang biasanya menjadi permasalahan penderita tuberculosis yang biasa merasa bosan sehingga perawatan meminum obat terputus ditengah jalan.

“Padahal kalau minum obat rutin, bisa sembuh seperti semula,” tutur Nila.

Jika terlambat mendapatkan perawatan, pasien tuberculosis akan terancam meninggal dunia dikarenakan paru-paru yang rusak sehingga sulit untuk diobati.

“Sudah ada kasus kematian akibat tuberculosis. Tapi jumlahnya tidak banyak. Itu karena datang ke rumah sakit terlambat, ini yang kami minimalisir,” pungkasnya. (pri)

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here