Hutan Adat Long Alongo Berpotensi Jadi Wisata Penelitian

Staf Ahli Bupati Malinau Bidang Aparatur Pelayanan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Dr.Fiterriadi

MALINAU – Staf Ahli Bupati Malinau Bidang Aparatur Pelayanan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Dr.Fiterriadi menilai sektor pariwisata di Malinau memiliki potensi alam hayati, budaya dan hukum adat serta kearifan lokal yang perlu terus dikembangkan.

Salah satunya, hutan adat atau tana ulen di Desa Long Alongo, Kecamatan Bahau Hulu. Disana terdapat hutan primer terluas dan dijadikan jantung paru-paru dunia atau disebut heart borneo.

“Ini bisa menjadi satu potensi unggulan,” ujar Fiterriadi, kemarin.

Namun, kata dia, persoalan akses menuju Desa Long Alongso masih menjadi kendala saat ini. Sebab, untuk ke lokasi wisata tersebut harus mengeluarkan biaya cukup tinggi.

“Rata-rata wisatawan ingin berkunjung ke lokasi objek wisata yang murah, nyaman dan mudah aksesnya,” tutur dia

Menurut dia, konsep lama sulit diterapkan, karena rata-rata yang berwisata ke Malinau memiliki anggaran besar. Karenanya, dibutuhkan strategi deveploment market.

“Nah, strategi ini patut dikembangkan. Misalnya, membangun minat khusus dengan wisata penelitian atau tourism research,” jelasnya.

Alasannya, kata dia, Pemerintah Daerah ingin menarik para peneliti dan mahasiswa untuk datang ke tana ulen Desa Long Alongo tersebut.

“Ketika mereka datang ke objek wisata ini, secara tidak langsung dari hasil penelitian mereka akan menjadi bahan tulisan atau artikel-artikel. Dan, tulisan itu dapat dilihat secara langsung. Bahkan, bisa melalui media intelektual,” katanya.

Menurut dia, sebelumnya sudah ada, tetapi pengelolaannya tersendat. Sehingga, harus dikembalikan dengan menyatukan seluruh lembaga yang mengelola hutan adat milik Desa Long Alongo tersebut.

“Selama ini, kalau dilihat masing-masing instansi jalan sendiri. Seperti Dinas Pariwisata, TNKM dan pengelola tana ulen. Terlihat tidak ada kolaboratif. Sehingga tidak berkembang,” jelasnya.

Karena itu, kata dia, perlu dibangkitkan kembali wisata penelitian melalui forum kolaboratif dengan seluruh komponen. “Baik dari Dinas Pariwisata, pengelola hutan adatnya, TNKM, dan lembaga bersatu padu. Konsep ini memang tidak mudah, tapi tidak sulit,” jelasnya.

Menurut dia, untuk promosi saat ini, sudah lebih mudah dengan melalui media sosial. “Namun yang diperkuat manajemen pengelolaannya. Jadi harus ada lembaga atau badan yang dapat menjalankannya,” pungkasnya. (adv/man)

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here