Mengenal Hari Raya Nyepi, Berdiam Diri dan Tak Boleh Nyalakan Api Selama 24 Jam

Prosesi ibadah Nyepi menyambut Tahun Baru Saka 1942 di Pura Agung Giri Jagat Natha Kota Tarakan, malam tadi. (Foto: Kayantara.com)

KAYANTARA.COM, TARAKAN – Tanggal 14 Maret 2021 menjadi hari yang dinanti-nanti seluruh umat Hindu. Sebab, di tanggal tersebut umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi.

Namun, karena meluasnya penyebaran virus corona yang kian mengkawatirkan, pelaksanaan rangkaian Hari Suci Nyepi di di Indonesia harus dibatasi. Salah satunya pengarakan Ogoh-Ogoh. Termasuk di Tarakan.

“Seluruh Indonesia tidak ada melaksankaan pawai Ogoh-Ogoh karena masih pandemi, termasuk di Tarakan,” kata Wakil Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kalimantan Utara, I Wayan Suwabu, usai melaksanakan upacara menyambut Hari Raya Nyepi, Sabtu (13/3/2021), malam.

Di lansir dari berbagai sumber, Hari Raya Nyepi sendiri adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun Baru Saka yang jatuh pada tanggal pertama atau kesatu bulan ke-10 dalam kalender Hindu. Nyepi mengandung sebuah dialog spiritual yang dilakukan umat Hindu agar kehidupan selalu seimbang dan harmonis, sehingga ketenangan dan kedamaian hidup dapat terwujud.

Tidak seperti perayaan keagamaan lainnya, selama hari raya berlangsung, jalanan akan sepi, tidak ada aktivitas yang dilakukan, bahkan bandara dan toko pun ikut tutup selama perayaan Hari Raya Nyepi. Pemandangan seperti ini hanya terjadi di Provinsi Bali. “Bahkan di dunia kondisi tidak ada aktivitas sama sekali itu hanya ada di Bali,” ungkap Wayan.

Sebelum datangnya Hari Raya Nyepi, beragam rangkaian acara dilakukan umat Hindu untuk menyambut Hari Raya Nyepi. Berikut rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi yang dilansir dari kumparan.com:

Upacara Melasti

Berasal dari kata Mala yang berarti kotoran dan Asti membuang atau memusnahkan, upacara Melasti merupakan rangkaian upacara Nyepi yang bertujuan untuk membersihkan segala kotoran badan dan pikiran (buana alit) dan segala bentuk perbuatan yang telah terjadi di masa lalu.

Dalam ritual Melasti, umat Hindu mengawalinya dengan memohon doa kepada Sang Hyang Widho agar mereka diberi kekuatan saat melaksanakan Nyepi. Selama melakukan ritual ini, umat Hindu akan melakukan sembahyang di laut.

Pelaksanaan melasti ini biasanya dilakukan dengan membawa arca, pretima, barong yang merupakan simbolis untuk memuja manifestasi Tuhan Ida Sang Hyang Widi Wasa diarak oleh umat Hindu menuju laut atau sumber air untuk memohon pembersihan dan tirta amertha (air suci kehidupan).

Tawur Agung dan Pangerupukan

Tawur Agung atau Tawur Kesanga adalah ritual suci sehari menjelang perayaan Hari Suci Nyepi yang jatuh pada hari Tilem Sasih Sesanga. Tawur diartikan membayar atau mengembalikan sari-sari yang telah diisap atau digunakan oleh manusia.

Kegiatan ritual Tawur Agung bertujuan untuk menyucikan alam semesta beserta isinya dan meningkatkan hubungan, serta keharmonisan antara sesama manusia, manusia dengan lingkungannya, serta manusia dengan Tuhan (Tri Hita Karana).

Ritual Tawur Agung diikuti dengan upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, menaruh obor di sekeliling rumah, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul kentungan hingga bersuara.

Saat malam pengerupukan, biasanya tiap desa dimeriahkan dengan adanya pawai ogoh-ogoh yang diarak berkeliling desa yang disertai berbagai suara keras, seperti petasan dan keplug-keplugan, yaitu bom atau meriam khas Bali.

Hari Raya Nyepi

Hari Raya Nyepi jatuh pada Penanggal Apisan Sasih Kedasa dilaksanakan selama 24 jam, dari matahari terbit pukul 06.00 pagi hingga pukul 06.00 pagi keesokan harinya.

Selama hari raya inilah umat Hindu tidak boleh melakukan berbagai aktivitas fisik selain yang berguna untuk penyucian jiwa.

Saat Nyepi, umat Hindu akan melaksanakan empat pantangan yang disebut dengan Catur Brata Penyepian. Yaitu, Amati Geni, yang berarti tidak boleh menyalakan api, baik api fisik, maupun api dalam diri kita.

Berikutnya adalah Amati Karya, yang berarti kita tidak boleh bekerja atau melakukan aktivitas, kecuali bertujuan untuk penyucian diri, misalnya berdoa.

Pantangan ketiga adalah Amati Lelungan yang diambil dari kata ‘lelunga’ atau bepergian. Selama menjalani pantangan ini umat Hindu tidak boleh bepergian ke luar rumah.

Pantangan yang terakhir adalah Amati Lelanguan, yaitu tidak boleh bersenang-senang dengan menggunakan alat teknologi seperti televisi, radio, atau musik yang sifatnya menghibur.

Dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian ini, maka umat Hindu diharapkan bisa berkonsentrasi dan fokus untuk kembali ke jati diri atau mulat sarira dengan cara melakukan perenungan dan meditasi.

Ngembak Geni

Ngembak geni berasal dari kata ngembak yang berarti mengalir dan geni yang memiliki arti api yang merupakan simbol dari Brahma (Dewa Pencipta). Prosesi terakhir ini jatuh pada Pinanggal ping kalih atau tanggal dua pada bulan ke-10 tahun Saka.

Ritual Ngembak Geni memiliki makna bahwa ritual nyepi yang dilakukan selama 24 jam dapat diakhiri, sehingga umat Hindu dapat beraktivitas seperti biasa. Ngembak Geni dilakukan mengunjungi kerabat dan saudara untuk mesima krama, bertegur sapa sambil mengucapkan selamat hari raya dan bermaaf-maafan. (kyt)

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here