Sulit Dipantau dan Diterapkan Pemeriksaan Keterpaparan COVID-19
KAYANTARA.COM, TANJUNG SELOR – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Dr H Irianto Lambrie mengaku sangat mengkhawatirkan potensi masuknya Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) secara ilegal melalui ratusan jalur tikus di perbatasan Kaltara-Sabah, Malaysia.
Ini menyusul dampak kebijakan deportasi PMI/TKI atau kepulangan lainnya WNI dari Malaysia yang kini sudah menerapkan kebijakan Movement Controll Order (MCO) guna membatasi penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Hal itu merupakan salah satu hal yang dilaporkan Gubernur saat mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Tingkat Menteri dengan topik penerimaan PMI dari Malaysia dan Anak Buah Kapal (ABK) secara daring menggunakan aplikasi Zoom Cloud Meeting yang dipimpin Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy di ruang pertemuan lantai 1 gedung Gabungan Dinas (Gadis) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara, Kamis (2/4) siang.
“Yang paling kami khawatirkan, adalah PMI atau TKI yang pulang lewat jalur tikus. Lantaran, sulit melacaknya juga mengetahui kondisi kesehatannya, apakah terpapar atau tidak. Dari itu, setelah MCO di Malaysia diterapkan, saya menyurati Ketua Menteri Sabah untuk menangguhkan sementara waktu pemulangan atau deportasi PMI atau TKI dari Sabah, Malaysia,” kata Gubernur.
Permasalahan lainnya, MCO di Malaysia dikabarkan akan berakhir pada 14 April 2020. Diprediksi, tingkat kepulangan WNI, baik PMI atau TKI serta WNI dalam status lainnya dari Malaysia bakal lebih tinggi. “Di Sabah, kalau tidak salah ada sekitar ratusan ribu WNI disana. Nah, bagaimana nanti setelah 14 April? Ini juga patut mendapatkan perhatian Pemerintah Indonesia, karena kita belum tahu langkah yang akan dilakukan Pemerintah Malaysia selanjutnya. Apakah melanjutkan MCO atau relaksasi dulu,” ungkap Irianto.
Langkah antisipatif sendiri sudah dilakukan Pemprov Kaltara bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan. Sebab, pintu masuk pemulangan WNI dari Malaysia melalui Kaltara, adalah Nunukan. “Pemprov dan Pemkab Nunukan dalam pekan ini akan bertemu intensif, baik secara langsung, rapat jarak jauh, melalui telepon, WhatsApp dan lainnya untuk membahas masalah ini,” jelas Gubernur.
USULKAN KARANTINA KHUSUS
Pada kesempatan itu, Irianto juga mengusulkan dibangunnya instalasi khusus karantina WNI yang pulang atau dipulangkan dari Malaysia. Usulan itu, telah ditampung Menko PMK untuk diusulkan kepada Presiden dan kementerian terkait. “Mengingat riskannya WNI baik PMI atau TKI yang datang dari Malaysia ini untuk terpapar COVID-19, maka saya mengusulkan dibangunnya tempat karantina khusus di Nunukan. Fasilitas ini perlu dilengkapi dengan peralatan dan tenaga kesehatan yang memadai. Termasuk instalasi khusus isolasi PMI yang positif COVID-19,” urai Gubernur.
Keberadaan instalasi karantina khusus ini, juga untuk memudahkan dan mengurangi beban pemerintah daerah dalam pembiayaan selama PMI atau TKI berada di Nunukan. “Permasalahan ini munculnya mendadak, akibatnya pemerintah daerah cukup kelabakan. Karena, sesuai protokol kesehatan, PMI atau TKI yang pulang dari negara rawan COVID-19 harus dikarantina 14 hari. Dampaknya, Pemkab Nunukan pun harus menyediakan penampungan semampunya, termasuk menyediakan anggaran untuk makan-minum mereka selama dikarantina. Ini cukup memberatkan,” papar Irianto.
Sebagai catatan, hingga 30 Maret lalu, jumlah PMI atau TKI dari Tawau, Sabah, Malaysia yang masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Nunukan, Kaltara mencapai 800 orang. Dimana, sekitar 200 orang telah kembali ke daerah asalnya. “Kepada mereka sudah diberlakukan protokol kesehatan sebagaimana yang dianjurkan Pemerintah Indonesia,” kata Gubernur. Adapun daerah asal PMI/TKI itu, antara lain Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur dan lainnya.(humas)