KAYANTARA.COM, TARAKAN – Sebagian warga Tarakan terpantau masih menggelar salat berjamaah di masjid di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 saat ini.
Padahal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) maupun pemerintah termasuk di Kalimantan Utara, sudah mengeluarkan larangan berkumpul dan salat berjamaah saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan.
Hal ini menjadi topik pembahasan dalam diskusi online yang digagas Gusdurian Paguntaka melalui video telekonferensi yang dihadiri sejumlah tokoh agama, masyarakat termasuk awak redaksi Kayantara.com, pada Rabu (15/4) malam.
“Saya juga bingung memahami sebagian umat Islam yang masih ngotot untuk melaksanakan salat berjamaah di masjid,” kata Wakil Ketua Umum MUI Kaltara H. Syamsi Sarman dalam diskusi online itu.
Sekretaris Umum FKUB Tarakan ini menegaskan, protokol social dan physical distansing dengan jarak minimal 2 meter yang diterapkan pemerintah telah sesuai dengan fatwa MUI.
“MUI itu bukan satu atau dua atau sepuluh ulama di dalamnya, tapi ada lebih 80 ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah dan lain-lain, mereka berhimpun mendiskusikan fiqih ibadah dalam situasi wabah corona ini,” tegasnya.
“Sehingga menetapkan fatwanya bahwa boleh tidak salat 5 waktu berjamaah di masjid, dan salat Jumat diganti dengan salat zuhur. Demikian nanti juga boleh tidak tarawih dan salat ied, cukup salat di rumah saja,” tambahnya.
Dia menganjurkan agar larangan ini tidak lagi diperdebatkan. “Mengenai pahala atau dosa, dan sah atau tidak toh yang memfatwakan itu MUI. Nah, kalau sampai MUI tidak didengar juga, lantas kita mau dengar siapa,” ucapnya.
Syamsi juga menyoroti perilaku salat berjamaah di masjid dengan pola berjarak satu sampai dua meter antara satu orang dengan orang lainnya. Padahal, kata dia, Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan bahwa salat berjamaah harus rapat dan lurus shafnya.
“Terus salat berjamaah berjarak satu sampai dua meter karena apa, dalilnya apa. Makanya kalau takut tertular salat di rumah,” serunya.
Apalagi jika salah satu jamaah saat salat berjamaah di masjid ada yang bersin atau batuk-batuk, dipastikan semua orang yang ada dalam ruangan itu akan panik.
“Sudahlah, kan sudah ada fatwa MUI. Kita tinggal mengikuti saja, insya Allah sah salatnya dan berpahala. Bukankah ulama itu warasatul anbiya, pelanjut nabi,” bebernya. “Silahkan direnungkan, sudah betulkah cara kita beragama kalau tidak patuh kepada ulama,” demikian Syamsi. (*)
Reporter: Mansyur Adityo