Oleh: Dr. Syamsuddin Arfah, M.Si
RAMADHAN kali ini memang berbeda. Tidak sama dengan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, mungkin tidak pernah muncul di benak kita akan begini Ramadhan yang akan jumpai pada tahun ini. Saat ini Ramadhan hadir di tengah pandemi wabah virus. Banyak orang berduka di tinggal mati oleh orang-orang tercinta.
Banyak yang terinfeksi, lebih banyak lagi yang diawasi. Semua karena keganasan virus corona. Di tengah duka akibat wabah corona, terdengar adzan di waktu-waktu shalat menyapa dan memanggil umat Islam untuk mengerjakan shalat lima waktu, kalimat muadzzin menambah miris pendengaran yang
Menyambung ke jiwa dan perasaan, kalimat itu adalah “Shallu fie buyutikum atau shallu fie rihalikum”
(Shalatlah kamu di rumah kamu/ Shalatlah kamu di tempat kediaman mu).
Istilah “stay at home” (tetap tinggal di rumah) atau “work frome home” (bekerja dari rumah) adalah dampak dari pandemi corona yang akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang memaksa kita untuk tinggal dan beraktivitas dari rumah. Dampak ini terasa berat sangat memilukan, bahkan memukul perekonomian, banyak yang kehilangan pendapatan.
Sebab banyak pengangguran, sebagian sudah mulai kesulitan hanya untuk sekedar makan. Apalagi untuk bayar kontrakan bulanan bagi mereka yang belum punya rumah dan hidupnya mengandalkan menjadi “kontraktor” (dimana-mana ngontrak). Bahkan korban kelaparan, saya tidak akan membahas ini dari
aspek ekonomi dan sosialnya. Walau juga menguras emosi dan kesedihan kita karena suasana ini berada di bulan penuh kebaikan.
Nah menggabungkan suasana pandemi virus corona yang menuntut kita “stay at home” serta menyambut dan menjalankan ibadah Ramadhan yang selalu bertabur, rahmat, maghfirah (ampunan) serta pahala yang berlipat ganda, maka saat nya kita kembali menata esensi dari rumah kita, yang
mungkin secara ruh dan spritualnya terabaikan.
Inilah saatnya menjadikan rumah kita laksana surga “Baiti Jannati” rumahku adalah surgaku. walaupun kalimat ini sangat populer bahkan disandingkan sebagai sabada Nabi SAW, ternyata dalam istilah hadist ini disebut “La Ashla Laah” (tidak ada ujung pangkalnya atau di sebut sebagai kategori hadist palsu), saya juga tidak ingin berpanjang untuk membahas tentang hadist ini tetapi yang menjadi substansi adalah bahwa maknanya sangat baik untuk menjadikan rumah kita laksana surga.
Setiap orang pasti mengiginkan rumahnya laksana surga, mak ia harus memulai dari dalam dirinya dan memulai dari rumahnya. Ketika penghuni rumahnya terdiri dari orang-orang shalih, maka akan terbangunlah baiti jannati, rumahku surgaku.
Tetapi jika para penghuni rumahnya adalah orang-orang yang akhlaknya rusak, si istri yang tidak taat suami, suami yang KDRT kepada istri, anak-anak yang durhaka kepada orang tuanya maka yang tercipta adalah rumahku nerakaku atau yang terjadi adalah broken home.
Rumah adalah sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan berkumpulnya keluarga inti. Rumah sebagai tempat berdiamnya keluarga untuk melakukan aktifitas yang bersifat rutinitas sehari-hari. Rumah sebagai inspirasi ketenangan tempat kedamaian, sumber kebahagiaan sekaligus memberi energi bagi keluarga.
Allah berfirman: “Allah menjadikan untuk kamu rumah-rumah sebagai tempat ketenangan” (QS: An-Nahl: 80), mendasarkan pada ayat ini salah satu tujuan dari rumah adalah sebagai tempat mengunduh ketenangan, ada beberapa fungsi ingin kita wujudkan untuk menjadikan rumah sebagai surga.
Pertama sebagai “Maskanah” arti kata maskanah adalah rumah tempat kediaman dan akar katanya adalah sakana yang artinya tenang, rumahnya penuh ketenangan dan keluarganya selalu berbagi untuk memberikan ketenangan sebagaimana terdapat dalam Al – Qur’an surah ar-Rum:21, Rutinitas kehidupan terkadang membuat kita jenuh, sumpek dan bahkan penuh kebosanan. Rumah dan penghuninya (keluarga) menjadi tempat terbaik untuk menghilangkan kejenuhan dan menghadirkan ketenangan serta mendatangkan ketentraman.
Kedua sebagai “tempat ibadah”, rumah yang menghadirkan keberkahan, mendatangkan cahaya sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Terangilah rumah tanggamu dengan bacaan Al-Qur’an dan shalat”. Rasulullah juga mengingatkan kita : “Wahai sekalian manusia, sholatlah di rumah kamu, maka sesungguhnya seutama-utama shalat seseorang itu didalam rumahnya, kecuali shalat fardhu.” (HR. An-Nasai).
Atau dalam hadist yang lain Rasulullah juga bersabda: “Jadikanlah rumah kalian sebagai tempat shalat kalian, jangan jadikan rumahmu sebagai kuburan.” ( HR: Bukhari dan Muslim). Salah satu pengertian tidak menjadikan rumah sebagai kuburan adalah tidak menjadikan rumah sebagai tempat shalat dan jauh serta sunyi dari bacaan Al-Qur’an.
Ketiga sebagai “Madrasah” adalah rumah yang menisbatkan terlaksananya proses tarbiyah dimana ayah dan ibunya atau abi dan umminya sebagai guru, rumah yang menjadikan sebagai sumber akhlak tercipta edukasi moral, di pastikan terlaksananya proses pendidikan, pembiasaan (tadrib) dan juga lahirnya al-qudwah (keteladanan) ayah dan ibu jadi panutan, si ayah menjadi iconic terhadap putra dan putrinya.
Inilah rumah yang akan melahirkan pemimpin masa depan. Inilah konsep rumahku surgaku. Tentu masih banyak lagi tentang rumah sebagai surga, yang tidak hanya di landaskan kepada tipe bangunannya yang mewah, perabotannya yang serba mahal atau apapun yang menyandarkan kepada aspek materialistis, tetapi tentu lebih kepada suasana yang terbangun pada rumah tersebut.
Semoga berdiamnya kita di rumah dalama suasana pandemi ini bisa mengembalikan spiritual rumah yang selama ini hilang karena kesibukan kita terhadap pekerjaan, kehidupan dan keduniaan kita. (bersambung)