Fitri Sudah Pernah Dibantu Baznas sejak 2013 Hingga Sekarang

Viviani alias Fitri yang setia ditemani sang Ayah hanya tampak terbaring lemah selama bertahun-tahun karena menderita kurang gizi dan tumor. (Foto: Dok)

KAYANTARA.COM, TARAKAN – Fitri alias Vipiani yang diberitakan tak punya biaya berobat sesungguhnya sudah pernah dibantu oleh Baznas Tarakan.

“Kami sudah pernah membantu sejak tahun 2013. Dan sampai sekarangpun masih tetap kami bantu. Waktu itu Baznas membantu biaya berobat anaknda Pipiani ke Makassar bersama orang tuanya untuk operasi membuang daging lebih yang tumbuh di bagian wajahnya,” ungkap Kepala Pelaksana Baznas Tarakan Syamsi Sarman.

“Alhamdulillah selain Baznas juga ada donatur lain yang memberikan perhatian kepadanya. Untuk bantuan dari Baznas sendiri sampai saat ini masih kami berikan yaitu bantuan pampers, sembako dan sewa rumah yang rutin setiap bulan. Kalau tentang penyakitnya kami hanya bisa melaksanakan homecare saja,” tambah Syamsi.

Ditanya tentang pengobatan lanjutannya, pegiat zakat yang juga Wakil Ketua MUI Prov. Kaltara itu mengatakan sudah ada BPJS yang ditanggung pemerintah.

“Setahu saya waktu itu sudah pernah diuruskan BPJS PBI oleh Dinas Sosial Pemkot Tarakan. Nah itu bisa digunakan untuk berobat ke rumah sakit dengan biaya pemerintah,” katanya. “Coba nanti akan saya cek lagi mudah-mudahan BPJS nya masih aktif,” janji Syamsi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Di alas tikar sederhana, Viviani (13) terbaring lemah di sebuah kontrakan dengan ukuran sekitar 8 kali 4 meter. Tentu bisa dibayangkan kesedihan gadis cilik yang akrab disapa Fitri ini tak bisa menghabiskan waktu bermain seperti anak-anak sebayanya.

Warga Tarakan yang berdomisili di Kelurahan Selumit Pantai Kecamatan Tarakan Tengah persisnya di belakang Bank BRI ini menderita kurang gizi, serta adanya tumor ringan di sekitar wajahnya. Olehnya itu, putri kelahiran 24 November 2007 lalu ini harus menghabiskan waktunya di tempat pembaringan sepanjang waktu.

Jumain (63), ayah Fitri, menyebut tanda adanya keterbatasan pada Fitri sudah terlihat sejak sang buah hati berusia tujuh bulan. Menyadari hal tersebut, kala itu ia bersama sang istri langsung membawa ke salah satu rumah sakit di Kota Tarakan.

Namun, karena keterbatasan fasilitas rumah sakit dan biaya yang dimiliki, Fitri hanya mendapatkan perawatan selama satu minggu. Kondisi tersebut membuat pihak keluarga tidak dapat berbuat banyak.

“Setelah satu minggu kami membawa Fitri pulang dari rumah sakit dan di rawat di rumah saja,” ujar Jumain berkaca-kaca saat ditemui di rumahnya, Sabtu (16/5/2020).

Akibatnya Fitri mendapatkan perawatan ala kadarnya di rumah. Meski demikian, hal itu tidak membuat kondisinya membaik.

Hari demi hari terus berlalu namun kondisi Fitri tidak jauh berbeda. Bahkan, kedua kakinya Fitri semakin lama semakin mengecil.

Sebagai orangtua yang penuh keterbatasan, Jumain hanya dapat berdoa untuk kesembuhan sang buah hati. Mungkin saja, Tuhan memiliki rencana lain sehingga harapan tersebut belum terwujud.

Setelah Fitri berusia 10 tahun, keluarga Jumain mengalami musibah baru dengan berpulangnya sang istri tercinta menghadap sang ilahi.

Sehingga dalam kondisi kesendirian, Jumain harus bertahan menjalani dua peran yaitu sebagai ayah yang mencari nafkah dan seorang ibu yang harus mengurus rumah tangga.

“Istri saya meninggal tahun 2017 lalu atau saat Fitri berusia 10 tahun. Itu menjadi cobaan saya kedua. Saat kami berjuang merawat Fitri, istri saya malah lebih dulu dipanggil Tuhan karena sakit,” katanya.

Setelah setahun menjalani hidup dengan dua peran, ditambah usia yang semakin menua, alhasil membuat kondisi fisik Jumain tidak setangguh dulu.

Karena kondisi itu, akhirnya Jumain memutuskan pilihan yang cukup berat yakni memilih fokus untuk merawat anak keduanya dari dua bersaudara tersebut.

“Tidak lama setelah mamanya Fitri meninggal saya akhirnya fokus untuk merawat Fitri saja. Karena kalau saya kerja dia tidak ada yang jaga di rumah,” ungkap Jumain.

Hingga saat ini Jumain masih setia menjaga putri cantiknya tersebut. Sebagai manusia normal, Jumain pernah merasakan jenuh dengan beban hidupnya.

Meski demikian, ia teringat jika dirinya tetap harus tetap menjalankan peran sebagai orangtua yang baik. “Mungkin ini cobaan dari Allah untuk takdir hidup saya,” cetusnya.

Jumain berharap suatu saat putri kecilnya dapat sembuh dan hidup normal seperti anak-anak lainnya. Meski demikian, ia juga menyadari jika hal tersebut sangat sulit diwujudkan.

Walau begitu, melihat putrinya tertawa saja, ia merasa cukup senang dan bersyukur. “Tentu semua orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya,” tutup Jumain. (*/sur)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here