KAYANTARA.COM, TARAKAN – Dalam kurun waktu setengah dekade ini, tema tentang radikalisasi begitu gencar dibicarakan beberapa kalangan. Tidak hanya itu kata radikalisme selalu dikawinkan dengan ekstrimisme, terorisme dan istilah-istilah lain yang mencirikan paham garis keras.
Secara garis besar gerakan radikalisme disebabkan oleh faktor ideologi dan faktor non-ideologi seperti ekonomi, dendam, sakit hati, ketidakpercayaan dan lain sebagainya
Untuk mengantisipasi masuknya paham radikalisme sejak dini di Kota Tarakan khususnya di dunia pendidikan, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Univrsitas Borneo Tarakan (UBT) dialog interaktif, Jumat (14/8/2020).
Kegiatan ini dilaksanakan di salah satu hotel di Jalan Yos Sudarso Tarakan yang diikuti puluhan mahasiswa dan pelajar se Kota Tarakan.
Tak terkecuali dari sejumlah pejabat tinggi Forkopimda di lingkungan Provinsi Kaltara, seperti Kantor Kementerian Agama, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltara.
“Melalui kegiatan ini kami berharap semua intansi pemerintah maupun siswa untuk bekerjasama, bersinergi dan berkaloborasi untuk menangkal faham radikalisme yang ada di kota Tarakan,” jelas Ketua BEM UBT, Muhammad Nur Arisan.
Kepala Kemenag Kaltara H. Suriansyah menegaskan, hakikat dunia pendidikan adalah memanusiakan manusia. Hal ini tak terlepas dari Undang Undang No. 2 tahun 1985 yang berbunyi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya.
“Tujuan dari pendidikan salah satu tujuan utama dari pendidikan adalah mengembangkan potensi dan mencerdaskan individu dengan lebih baik, dengan tujuan ini diharapakan mereka yang memilki kreativitas, pengetahuan, kepribadian, mandiri dan menjadi pribadi yang lebih bertangung jawab,” jelasnya.
Sementara Kepala Disdikbud Kaltara Firmannur mengatakan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran.
Hal ini agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
“Sekolah rentan dimasuki paham radikalsime jika adanya warga sekolah yang menunjukan sikap intoleransi dan tertutup/membatasi diri atau kelompok dari pergaulan dengan teman yang berbeda agama, keyakinan, suku,” katanya.
Namun sekolah juga sangat berpotensi menangkal paham radikalisme jika pihak sekolah melakukan kegiatan yang positif, yang menumbuhkan sikap nasionalisme, kerja sama, gotong royong dan toleransi.
Untuk itu, ia mengharapkan kegiatan ini digelar secara rutin. “Melalui mediasi dialog interaktif inilah kita dapat ide dan gagasan dengan konsep kegiatan yang milineal untuk semua kalangan,” demikian Firmannur. (cup)