KAYANTARA.COM, BANTEN – Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri bersama Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Fadel Muhammad, menyatakan pihaknya sudah menerima berbagai masukan terkait wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Salah satu yang diusulkan adalah perlu adanya haluan negara sebagai panduan kebijakan pembangunan, sebagaiana Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pernah ada pada masa Orde Baru. Urgensi haluan negara, antara lain karena adanya ketimpangan ekonomi yang sangat besar saat ini.
“Salah satu masukan terkait pentingnya haluan negara dalam amendemen UUD 1945 untuk membantu mengatasi besarnya ketimpangan ekonomi di masyarakat,” ujar Fadel dalam sambutannya di focus group discussion (FGD) secara virtual mengenai ‘Urgensi Haluan Negara dalam Menentukan Arah Pembangunan Nasional dan Daerah’ yang diselenggaraan MPR RI bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (Unibraw) dan IAPA, di Hotel Atria Gading Sepong Banten, Senin (14/9/2020).
Dalam FGD yang dipandu Sekjen ASPA Sri Hariati Wara Kustriani tersebut, juga menghadirkan panelis Menteri PPN/ Kepala Bapenas Suharsono Monoarfa, Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri, Ketua Dewan Pakar IAPA Prof. Dr. Eko Prasoo dan Dekan FIA Unibraw Prof.D. Bambang Supriyono, MBA.
“Di era Kekepemimpinan Presiden Sukarno, kita mengenal dengan namanya pembangunan alam semesta. Kemudian di era Presiden Suharto dikenal dengan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) lalu di era reformasi dirubah dengan nama Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJM),” katanya.
Menurut Fadel, sekarang ini sangat terasa bahwa ada kebutuhan di masyarakat akan adanya haluan negara agar pembangunan yang ada lebih konsisten, lebih mengarah dan menyatu dari Pemerintah Pusat sampai kepemeritah daerah.
“Hari ini terasa ya pembangunan sangat tidak berimbang, terasa berbeda satu daerah dengan daerah lainnya. Terasa bahwa pemerintah pusat tidak dapat mengontrol dan mengendalikan Pembangunan sampai ketingkat daerah,” tambah Fadel.
Sementara itu, Hasan Basri dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, pihaknya membutuhkan berbagai masukan dari semua pihak, khususnya terkait dimensi akademik dalam wacana haluan negara dalam amendemen UUD 1945 tersebut.
“Kalau kita melihat perjalanan sejarah haluan negara ini, saya kira penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada tahun 2019, RPJM (rencana pembangunan jangka menengah) kita berakhir. Kalau tidak dibahas (haluan negara) akan terjadi kekosongan rujukan arah pembangunan nasional kita,” tutur HB, sapaan akrabnya.
Menurut Hasan Basri, amendemen ini dalam rangka menguatkan sistem ketatanegaraan di Indonesia. UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sifatnya mengatur negara Indonesia.
Sehingga, sambung dia, rencana amendemen itu perlu melibatkan semua pihak di luar perwakilan rakyat dan perwakilan daerah yang duduk di parlemen.
“Kita sepakat pentingnya haluan negara dalam menata pembangunan nasional kita, juga dalam rangka memperkuat posisi pemerintah untuk menjamin pemerataan pembangunan sampai ketingkat daerah,” tuturnya.
Ia mencontohkan di wilayahnya yang merupakan wilayah 3 T (tertinggal, terdepan dan terluar), harusnya mendapat porsi yang sama dengan wilayah lain di Indonesia dalam hal pembangunan.
Namun karena tidak adanya control dari pemerintah pusat, maka terjadi kesenjangan pembangunan, sehingga kita perlukan satu aturan seperti Garis Besar Haluan Negara dalam menjamin pemerataan pembangunan,” terangnya.
Haluan negara yang dimaksud, dipastikan juga akan memberikan penguatan terhadap sistem presidential. “Presiden itu ada otoritas lebih, termasuk dalam hal arah kebijakan pembanguna nasional,” demikian Hasan Basri. (mediaHB)