Sosok Noorhayati Andris, Berasal dari Keluarga Tak Mampu, Selalu Berbagi Meski Kekurangan

Perempuan juga Harus Berpolitik Karena Kepekaannya

Noorhayati Andris diapit suami dan anak tercinta dalam acara hari ulang tahunnya ke 47 di Kopi Tiam, Minggu (27/9) kemarin. (Foto: Mansyur/Kayantara.com)

KAYANTARA.COM, TARAKAN – Kadang kita merasa bahwa untuk membawa perubahan besar, seseorang mesti lahir dari keluarga besar dan ternama. Orang kecil dan miskin tidak dapat berbuat apa-apa. Bahkan ada stigma yang berkata, ‘karena orangtua saya petani, maka saya akan menjadi petani juga’.

Tidak mau terikat dengan semua stigma dan anggapan merendahkan lainnya, Noorhayati Andris berhasil naik dari lingkungan kemiskinan ke kejayaan dengan jerih payahnya.

Puncak keberhasilan itu diraih ketika ia memberanikan diri terjun ke dunia politik saat terpilih sebagai anggota DPRD Tana Tidung selama dua periode pada 2008 lalu.

Kini, politisi perempuan yang dibesarkan PDIP ini mengemban tugas negara sebagai Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) periode 2019-2024.

Tak hanya itu, wanita kelahiran Tanjung Selor Kabupaten Bulungan pada 27 September 1973 silam ini juga dipercaya sebagai Sekretaris DPD PDIP Kaltara, sekaligus Ketua Tim Koalisi Pemenangan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Zainal A Paliwang-Yansen TP pada Pilgub 9 Desember 2020.

Hal ini diungkapkan putri ke-4 dari pasangan Andris Usat dan Lidya Ujang dalam buku yang ditulis Masri dengan judul Membangun Negeri dari Kalimantan Utara yang menceritakan Perjalanan Anak Sungai Kayan jadi Ketua Dewan, pada acara hari ulang tahunnya ke-47 di Rumah Makan Kopi Tiam Kampung Bugis Kelurahan Karang Anyar di Tarakan, Minggu (27/9).

“Saya dari keluarga yang sederhana, bahkan bisa dikatakan kurang mampu. Dan terlahir dari keluarga yang tidak terkenal. Kisah saya ini tertulis dalam buku ini sebagai inspirasi bagi kita semua yang berasal dari keluarga tak mampu,” ungkapnya kepada awak media.

Ayah Noorhayati Andris adalah seorang guru SD. Sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga yang keseharian juga berkebun.

Atas perjuangan hidup dari kedua orangtuanya, meski tak sempat memberikan harta berlimpah, namun Noorhayati mengaku sangat bangga, bahkan menjadi panutan hidupnya sepanjang hayat dan turun temurun untuk anak cucunya.

“Karena orangtua saya mendidik norma-norma kebaikan kepada siapa saja, gemar membantu orang meski kondisi kami kala itu juga masih kekurangan,” ujar ibu dua anak yang hobi menyanyi ini.

Masa kecilnya, cerita dia, Noorhayati habiskan di Desa Long Telenjau Kecamatan Peso Hilir Kabupaten Bulungan. Kala itu, untuk memenuhi kebutuhan pokok atau sembako di desa Long Telenjau sangat sulit.

Untuk mendapatkannya, ayah Noorhayati setiap bulan atau saat menerima upah, harus ke Kota Tanjung Selor untuk membeli segala kebutuhan sehari-hari.

Namun kebutuhan yang seharusnya untuk keluarga besarnya selama sebulan, kerap dibagikan kepada warga sekitar rumahnya yang juga membutuhkan sembako.

“Hasil belanja dari Tanjung Selor terkadang terbagi habis ke masyarakat, padahal sebenarnya belanjaan bapak saya ini buat bekal kami sebulan. Tapi dengan ikhlas, bapak saya berikan kepada tetangga, karena prinsipnya, siapa lagi yang akan membantu mereka, meski kondisi ekonomi kami dengan mereka sama saja. Begitu juga jatah beras bulog dari pemerintah sering dibagikan,” kenangnya.

“Tuhan tidak melihat kamu lahir dari mana, tapi dengan niat tulus apa yang ada di kita jangan mudah berharap tepuk tangan dari orang, sekecil apapun yang kita berikan, Tuhan pasti melihat. Jangan menunggu kaya baru kita memberi. Itu yang saya lihat dari orangtua saya,” sambung putri ke-4 dari 8 bersaudara ini.

Tak hanya ayahnya, berperilaku baik juga kerap ditunjukkan oleh ibunya. Kata dia, setiap ibunya pulang dari kebun membawa hasil kebun berupa sayur mayur dan lain-lain, sering dibagikan kepada tetangga. Padahal mereka juga masih kekurangan.

Mengenai prestasi di bangku sekolah, aku Noorhayati, tak begitu menonjol alias biasa-biasa saja. Tapi dirinya tidak pernah ketinggalan kelas.

“Ini juga yang saya tanamkan kepada anak-anak saya. Intinya, rejeki itu datang bukan karena kita pintar saja, tapi harus belajar. Jangan kecewa kalau kita tidak dapat ranking atau prestasi, yang penting moral baik dan banyak teman. Modal hidup kuncinya adalah banyak teman,” tegas istri Sunarto ini.

Lantas apa alasannya terjun ke politik?

Dia menuturkan terjun ke dunia politik bercermin dari persoalan hidupnya di masa kelam. Sehingga ia ingin berbuat, merubah dan turut memperjuangkan kepentingan orang banyak. Terutama bagi yang membutuhkan.

“Apa yang saya alami, itu yang harus saya lakukan. Bagaimana tentang pelayanan pendidikan, kesehatan, dan lainnya,” cetusnya seraya mengatakan tak pernah mengira dirinya bisa menjadi seorang politisi hingga dapat bertemu langsung dengan presiden, menteri dan berbicara di depan orang banyak.

“Saya tidak pernah mendapatkan pendidikan politik. Jadi pertama jadi anggota dewan bingung mau buat apa. Tapi dari pengalaman hidup saya harus belajar dan harus bisa yang kemudian saya aplikasikan dalam tugas saya sebagai wakil rakyat,” tambah dia.

Menurutnya, perempuan juga harus berpolitik. Sebab, kaum hawa lebih peka dengan berbagai macam persoalan yang terjadi di sekitar masyarakat. “Karena perempuan itu punya sifat yang sensititf, ketika dia melihat ketidakadilan, dia langsung bergerak. Inilah yang menjadi perbedaan dari kaum lelaki. Apalagi yang menyangkut soal pendidikan anak, dan kesehatan serta lainnya. Itulah yang menjadi tekad kita bahwa harus bisa merubah untuk kesejahteraan masyarakat,” demikian Noorhayati Andris. (sur)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here