Diduga Lalai Tangani Pasien, Muklis Ramlan Laporkan RSUD Tarakan ke Polisi

Muklis Ramlan ketika diwawancarai wartawan saat melaporkan kekecewaannya terhadap RSUD Tarakan ke Polres Tarakan, pagi tadi. (Foto: Kayantara.com)

KAYANTARA.COM, TARAKAN – Muklis Ramlan, salah satu pengacara di Tarakan melaporkan pihak RSUD Tarakan, Jumat (15/1) ke Mako Polres Tarakan. Buntut pelaporan ini. diduga adanya kelalaian pihak RSUD Tarakan yang menyebabkan meninggalnya ibunda Muklis Ramlan, Megawati.

Dugaan kelalaian sekaligus penganiayaan itu mengakibatkan ibunda Muklis Ramlan harus kehilangan nyawa, pada 11 Januari 2021 dini hari.

Diceritakannya, sang ibu masuk rumah sakit disebabkan memiliki riwayat jantung, dan dilarikan ke rumah sakit 8 Januari 2021. Selama di rumah sakit, sang adik Dinda Aurelia yang mendampingi sang ibu.

Sang ibu sempat beberapa kali dipindahkan ruangan. Lanjut dia, di ruangan sang ibu sedang dirawat juga dimasukkan pasien yang diduga memiliki kelainan jiwa bernama Rahmawati.

“Yang membuat kami bingung hingga saat ini, kenapa di ruangan ibu saya itu dimasukkan pasien yang memiliki sakit jiwa,” ungkapnya.

Pada 9 Januari 2021, pasien yang diduga sakit jiwa membuat keributan di ruangan tersebut. Pasien diduga sakit jiwa itu lalu menyerang ibu Muklis Ramlan.

“Disiram air 600 ml sebanyak 4 botol saat itu dalam keadaan harus mendapatkan perawatan serius. Setelah disiram, ibu saya diganti dengan pakaian yang tidak layak. Kemudian adik saya sempat ingin melakukan perlawanan namun dia (adik Muklis Ramlan) ditarik,” bebernya.

Ia juga merasa tindakan dari pihak rumah sakit lamban. Sebab saat sang ibu dinyatakan meninggal pada 11 Januari 2021 dini hari sekitar pukul 04.00 subuh, perawat baru tiba pukul 05.30 pagi.

Terlebih ketika meninggal dunia, ibunda Muklis Ramlan sempat diklaim positif covid-19 oleh pihak rumah sakit. Namun begitu, Muklis Ramlan keberatan sang ibu dimakamkan di pemakaman COVID-19.

“Saya ikut melakukan prosesi pemakaman ibunda dan dimakamkan di TPU Sebengkok. Karena tidak ada surat dari rumah sakit provinsi yang bisa meyakinkan kami, bahwa hasil tes merupakan positif covid-19,” terangnya kepada awak media saat membuat laporan di Polres Tarakan.

Ia menduga, kejadian tersebut bisa saja sering terjadi pada pasien dengan riwayat penyakit berat, lalu meninggal dunia namun dinyatakan covid-19. Terlebih, setelah dinyatakan pasien meninggal dunia dengan klaim covid-19 ternyata setelah dikebumikan  hasil tes pasien dinyatakan negatif covid-19.

“Kenapa saya bawa ke kepolisian, karena perlakuan mereka tidak manusiawi. Banyak warga Tarakan yang datang ke rumah sakit provinsi ini mendapatkan perlakuan yang sama. Banyak yang datang ke saya, dan ini jugalah yang mendorong saya untuk melakukan laporan ke kepolisian. Apakah ibu saya bisa kembali, tentu tidak. Namun saya tidak mau ada korban lain yang mengalami kejadian yang sama,” urainya.

Ia yang saat itu tidak berada di Tarakan, langsung menghubungi salah seorang perawat RSUD Tarakan mengenai pasien yang menganiaya sang ibu. Betapa kagetnya dia, ketika sang perawat mengakui pasien yang menganiaya sang ibu dibenarkan mengalami gangguan jiwa oleh sang perawat.

“Hingga saat ini saya belum menerima secara resmi ibu saya positif covid-19 apa tidak. Penanganan dan perlakuan terhadap pasien di luar dari perikemanusiaan,” sebutnya.

Ia meminta kepada kepolisian untuk menindak semua yang terlibat dalam kejadian. Selain itu juga, ia berharap setelah kejadian pelayanan terhadap pasien harus diperbaiki. Menurut dia jika tidak segera dirubah bisa saja banyak pasien lain yang akan menjadi korban.

Sementara, terkait laporan itu pihak RSUD Tarakan belum bisa memberikan keterangan yang lengkap kepada awak media. “Kita masih pelajari laporannya,” singkat Dirut RSUD Tarakan, dr Hasbi Hasyim. (hil/kyt)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here