KAYANTARA.COM, TANJUNG SELOR – Ketua Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Utara mendorong agar media arus utama (mainstream) di daerah itu lebih berperan aktif dalam menangkal hoaks dan radikalisme.
Hal itu diutarakan Ketua FKPT Kaltara Datu Iskandar Zulkarnaen di Tanjung Selor, Rabu dalam sosialisasi tentang “Peran Masyarakat dan Media dalam Mencegah Paham Ekstrimisme, Radikalisme, dan Terorisme”. kerja sama Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kaltara dengan FKPT Kaltara.
‘Era digital telah memicu pesatnya partisipasi aktif warganet dalam menyampaikan informasi atau berita. Termasuk menjadikan hoaks sebagai stategi kelompok radikal dalam meradikalisasi masyarakat di dunia maya,” kata Iskandar.
Termasuk menggunakan strategi “media framing” dalam mengemas pemberitaan untuk kepentingan kelompok radikal dan teroris.
Peran media sangat strategis dalam melawan melawan begitu derasnya berbagai informasi di era digital sekarang ini.
Ia mengutip data Internetworldstats,
penetrasi internet Indonesia pada akhir Maret 2021 mencapai 76,8 persen atau 212,35 juta jiwa dengan estimasi total populasi sebanyak 276,3 juta jiwa.
“Dengan jumlah pengguna internet begitu besar, artinya terdapat potensi tinggi berkembang hoaks dan media framing bagi kelompok radikal dan teroris dalam menjalankan kepentingannya melalui dunia maya,” katanya.
Ia berharap agar media mainstream (arus utama) bisa menjadi penangkal hoaks atau berperan sebagai pengecek fakta alias “fact checker” untuk menangkal berita media tidak jelas serta media sosial.
“Ini juga jadi peluang bagi media mainstream (arus utama) agar mampu bertahan di era digital ini dalam menghadapi gempuran informasi dari medsos, yakni harus memposisikan diri sebagai media rujukan jika warganet butuh berita yang valid,” katanya.
Kerawanan Kaltara
Ia juga menyebut, kondisi geografis Kaltara berbatasan langsung dengan Serawak dan Sabah (Malaysia) dan dekat Filipina Selatan menyebabkan sebabkan Kaltara rawan berkembang radikalisme dan terorisme.
“Sebenarnya, dengan posisi geografis seperti ini, Kaltara juga rawan terhadap berbagai tindak kejahatan lain, termasuk penyelundupan serta peredaran narkoba,” katanya.
Kaltara yang memiliki garis perbatasan sepanjang 1.098 Km dihadapkan dengan berbagai kelemahan (infrastruktur, sarana perhubungan dan personil) sehingga terdapat ribuan pintu masuk-keluar atau disebut “jalur tikus”.
Hal itu menyebabkan Kaltara rawan terhadap berbagai ancaman bukan saja radikalisme dan terorisme namun tindak kejahatan lain, misalnya penyelundupan atau peredaran narkoba melibatkan sindikat internasional.
Dengan posisi geografis itu, maka Kaltara menjadi salah satu tempat persinggahan pelaku terorisme di Indonesia.
Rutenya melalui jalur laut dari Mindanao Filipina lalu ke wilayah Sabah Malaysia dan menyusup ke Indonesia lewat Kaltara.
Seperti pengakuan seorang tersangka terorisme yang ditangkap di Pulau Jawa masuk melalui Sungai Nyamuk, Sebatik, pada 1996.
“Mengatasi hal itu, maka perlu dukungan semua pihak dalam menyampaikan berbagai informasi kerawanan, khususnya media massa sehinggga segera bisa diambil langkah dini pencegahannya,” kata dia.
Kegiatan itu merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional Penanggulangan dan Pencegahan Ekstrimisme (RAN PE) kerja sama Kesbangpol dan FKPT Kaltara. (*)