KAYANTARA.COM, TARAKAN – Seorang guru ngaji yang juga berprofesi sebagai guru Agama di salah satu SMP swasta di Tarakan harus berurusan dengan polisi.
Penangkapan pria dengan inisial AR (27) ini setelah dilaporkan telah mencabuli lima siswanya yang semuanya jenis kelamin laki-laki.
Kapolres Tarakan, AKBP Taufik Nurmandia mengungkapkan pelecehan seksual tersebut terjadi pada 1 Januari 2022 sekitar pukul 23.20 Wita.
Persisnya saat kelima siswa itu berkumpul di sebuah rumah kontrakan yang dijadikan tempat mengaji lantaran Masjid yang dipakai untuk mengaji telah rusak.
“Modus tersangka AR untuk mencabuli korbannya dengan mengajak korban untuk datang ke kontrakan untuk menonton bareng pertandingan Timnas Indonesia,”ujarnya
Selanjutnya korban kemudian dipanggil satu persatu ke dalam toilet kemudian menanyai korban apakah pernah melakukan onani, lalu korban diminta untuk membuka celananya.
“Setelah korban membuka celananya, tersangka AR melakukan onani terhadap kelamin korban hingga spermanya keluar. Kemudian korban disuruh keluar dan memanggil korban lainnya untuk masuk ke toilet,” jelasnya.
Modus tersangka AR untuk mencabuli para korban yang berusia antara berusia 13 sampai 16 tahun.
“Pelaku melakukan aksi kepada para korban ada yang satu kali, dua kali bahkan ada yang sampai delapan kali,” kata Taufik.
Sementara itu, Aldi menambahkan bahwa tersangka AR selain sebagai guru ngaji juga guru di salah satu SMP swasta di Tarakan.
“Saat melakukan interogasi kepada yang bersangkutan (AR), dia mengakui perbuatan cabul terhadap lima korban anak laki – laki,” kata Aldi.
Saksi yang saat ini sudah diperiksa sebanyak enam orang dari berbagai pihak termasuk dari keluarga korban maupun tetangga dari kontrakan tersebut.
“Sebelumnya tiga korban dari pencabulan tersangka AR melaporkan kepada pihak keluarganya, selanjutnya keluarga korban melaporkan ke Polres Tarakan,” terangnya.
Penangganan korban saat ini, pihak Polres Tarakan sudah bersurat kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melakukan pendampingan terhadap para korban.
Serta koordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tarakan yang dilibatkan untuk penangganan psikologinya. (pri)