Oleh: Syamsi Sarman
MASIH ingat Jenderal Polisi Sutanto, Kapolri fenomenal yang pernah menjadi sorotan publik seantero negeri ini ? Pasalnya adalah karena setelah dilantik presiden sebagai Kapolri di awal tahun duaribuan, beliau langsung mengeluarkan instruksi memerangi segala bentuk perjudian di tanah air.
Padahal permainan maksiyat ini terlanjur dianggap mustahil untuk dibasmi. Dan sudah menjadi mitos selama berpuluh tahun bahwa judi adalah sesuatu yang tidak mungkin dihilangkan sampai hari kiamat. Konon, judi sudah ada sejak zaman nabi.
Penyelesaiannya selalu diarahkan kepada iman masing-masing pribadi. Biasa juga diasumsikan sebagai sebuah perdagangan, kalau tidak ada yang beli kan nanti tutup dengan sendirinya.
Setidaknya bahasa-bahasa diplomasi seperti itu sudah menjadi pidato protap para pejabat. Bahkan sebagian komponen masyarakat merasa tidak kuasa menembus benteng sindikatnya yang begitu rapat dan kuat. Tapi tidak dengan Kapolri yang fenomenal itu. Bukan saja memerangi perjudian melainkan juga memerangi mitos judi itu sendiri.
Sayang, masa-masa itu hanya berjalan sebentar. Pasca kepemimpinan beliau perjudian sekan terlahir kembali. Dan hari ini kita bisa dan biasa menyaksikan secara terbuka transaksi togel di tengah masyarakat.
Di Sebengkok, Karang Balik, Markoni, Juata dan tempat-tempat lainnya yang biasanya berkedok warung kopi dan warung makan. Apakah judi togel tidak termasuk yang ditutup sebagaimana penutupan tempat hiburan selama Ramadhan ? jawaban yang biasa kita dengar adalah Pemerintah tidak pernah membuka atau meresmikan aktifitas mereka, bagaimana mau menutup ?
Ya sudahlah, toh dari dulu kita hanya bisa menggerutu, marah dan protes tapi semuanya tetap berjalan dan aman-aman saja. Saya hanya ingin menjawab ada pertanyaan yang ditujukan kepada saya, bagaimana hukumnya orang yang berpuasa tapi tetap bertransaksi togel (bermain judi) ?
Untuk menjawab pertanyaan ini perlu saya jelaskan dulu hukum judi. Judi adalah perkara yang diharamkan dalam Islam sebagaimana haramnya khamar, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib (QS. Al Maidah/5 : 90).
Sehingga berjudi adalah perbuatan yang dilarang dilakukan kapanpun dan dimanapun, baik di bulan Ramadhan maupun diluar Ramadhan. Adapun orang yang berpuasa dan bermain judi maka menurut penjelasan ulama bahwa yang bersangkuan berdosa besar dan puasanya sia-sia. Memang syarat puasa sudah dikerjakannya yakni tidak makan, tidak minum dan tidak berhubungan suami isteri sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Tapi perbuatan maksiyat yang juga dilakukannya membuat puasanya sia-sia dan tidak bernilai apapun di sisi Allah swt. Dalam haditsnya Rasulullah saw bersabda,” Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga,”. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda,” Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan sia-sia malah melakukannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan,” (HR. Bukhori).
Seharusnya perkara ini bisa dengan mudah dipahami. Sedangkan yang halal seperti makan dan minum serta berhubungan suami isteri saja dilarang saat berpuasa apatah lagi perbuatan yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah.
Pertanyaan menarik berikutnya adalah, “Bagaimana dengan puasanya orang-orang yang memfasilitasi tempat perjudian, mengambil keuntungan atau bagian dari hasil perjudian, membiarkan praktek perjudian terus terjadi padahal dengan kekuasaannya bisa menghentikan atau menutupnya. Bagaimana jika uangnya dibikin acara buka puasa bersama anak yatim dan fakir miskin, untuk zakat dan sedekah ?” Insya Allah logika dan nurani anda bisa menjawabnya. (*)