KAYANTARA.COM, TARAKAN – Kasus mark up pengadaan perlengkapan kontingen Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Kaltim tahun 2010 memasuki babak baru.
Mantan anggota DPRD Tarakan, Jamaluddin selaku terpidana akhirnya dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri Tarakan pada Senin (9/5/2022).
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu harus menjalani hukuman dua tahun penjara.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan, Adam Saimima melalui Kasi Intel Harismand menuturkan Jamaludin langsung dieksekusi ke dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Tarakan.
“Eksekusi kami lakukan berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Tarakan, 27 April 2022,” ungkapnya.
Ia menambahkan, eksekusi dilakukan berdasarkan putusan Kasasi, Nomor 1738K/PID.SUS/2018 pada 19 November lalu.
Putusan ini baru diterima Kejari Tarakan pada 25 April 2022, sehingga eksekusi baru bisa dilakukan.
Dalam amar putusan kasasi, menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Jamaludin.
Sehingga, putusan kembali pada vonis Pengadilan Tinggi Kaltim dalam permohonan banding Jamaludin.
Di putusan tingkat banding Nomor 5/Pid.Tipikor/2015/PT.KT.Smda pada 25 Mei 2015 ini, Jamaludin dijatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan pidana denda sebesar Rp50 juta.
Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
Sedangkan di tingkat pertama, Pengadilan Tipikor Samarinda menjatuhkan pidana selama 4 tahun dan denda sebesar Rp200.000.000.
Jika tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 4 bulan. “Putusan akhirnya menyatakan Jamaludin tidak terbukti melakukan perbuatan hukum dalam dakwaan primair dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dalam dakwaan subsidair. Menjatuhkan pidana selama 2 tahun dan pidana denda Rp50 juta, jika tidak dibayar diganti selama 2 bulan. Tahanan kota yang sudah dijalani dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” bebernya.
Harismand mengatakan dalam kasus Jamaludin ini tidak ada kerugian negara yang dibebankan dalam amar putusannya.
Jamaludin dinyatakan bersalah karena menyalahgunakan wewenangnya, menggunakan bendera perusahaan orang lain untuk menjadi rekanan pengadaan sejumlah atribut perlengkapan yang jumlahnya sebesar Rp. 97.250.000,- untuk kegiatan kontingen Tarakan yang mengikuti Porprov IV Kaltim Tahun 2010 di Bontang.
Sementara, Jamaludin saat itu menjabat sebagai Wakil Bendahara berdasarkan Surat Keputusan Walikota Tarakan Nomor : 426.3/HK-II/64/2010 tanggal 11 Februari 2010 tentang Pembentukan Panitia Porprov Kota Bontang Tahun 2010 yang ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
“Putusan Kasasi tahun 2018, tapi Kejari Tarakan belum dapat surat eksekusi. Baru turun di 25 April, Kajari mengeluarkan surat perintah eksekusi pada 27 April. Kami bersurat ke terpidana dan selanjutnya terpidana menyerahkan diri, jadi langsung kami eksekusi. Pada intinya, terpidana kooperatif,” tegasnya.
Sementara itu, Penasehat Hukum Jamaludin, Syafruddin menuturkan ada empat orang yang ditetapkan tersangka dalam perkara Porprov.
Tiga orang sudah selesai menjalani hukuman dengan vonis masing-masing satu tahun penjara.
“Karena Jamaludin tidak merasa bersalah, persoalannya pelik juga. Perkara tahun 2010 sidang di Pengadilan pertama tahun 2014, kemudian banding turun tahun 2015 dan kasasi tahun 2018 kemudian sekarang eksekusi,” tuturnya.
Jamaludin, kata dia tidak merasa puas pada putusan di Tipikor Samarinda, kemudian setelah putusannya turun di tingkat banding masih mau mencari keadilan dengan mengajukan kasasi.
“Karena memang tidak ada kerugian keuangan negara,” bebernya.
Surat eksekusi disampaikan diterimanya April lalu menjelang Lebaran, sehingga kliennya baru bisa menjalani eksekusi.
Kliennya siap menjalani hukuman dan membayar denda dengan sikap kooperatif dan itikad baik.
Sejak kasusnya bergulir, Jamaludin pernah menjalani masa tahanan kota selama 3 bulan. Perhitungan 5 hari tahanan kota berarti 1 hari tahanan Rutan, jadi 18 hari dikurangi masa hukuman.
“Kami yang datang sendiri ke Lapas untuk menjalani eksekusi setelah disampaikan Kejaksaan. Tapi, kami akan lakukan upaya hukum luar biasa dengan Peninjauan Kembali (PK), karena memang tidak ada kerugian negara. Tapi sudah inkracht, jadi harus dijalani. Mudahan hasil PK bisa turun (pidananya),” pungkasnya. (kyt)