Vendor Perusahaan Diduga Langgar UU Migas dan Rugikan Negara

KAYANTARA.COM, TARAKAN — Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara Provinsi Kalimantan Utara, Fajar Mentari kembali menyoroti

kejanggalan antrean panjang Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Tarakan yang dinilai tumben tidak normal seperti hari-hari biasa sebelumnya.

Sehingga  menimbulkan rasa penasaran untuk mencari tahu ‘ada udang apa di balik batu’?

Pada pemberitaan sebelumnya juga disebutkan adanya dugaan keterlibatan oknum TNI dalam kegiatan proyek penimbunan lokasi PT. Tarakan Chip Mill. (TCM)

Sebelumnya juga telah diungkapkan oleh pria yang akrab disapa FM ini, bahwa setelah dicocokkan pelat nomor polisi kendaraan dan sticker kode perusahaan antara truk yang antre di SPBU dan truk yang beraktivitas di lokasi proyek itu sama.

Hal itu diyakininya karena bukti-bukti telah dikantonginya dari hasil invesitigasi. Selain membuntuti sembari merekam segala bentuk aktivitas truk-truk yang mengantri di SPBU, pihaknya juga telah melakukan upaya konfirmasi guna memastikan kebenaran informasi yang diterima dari hasil investigasi.

Dalam konfirmasinya, FM yang juga merupakan Ketua Lembaga Nasional Anti Korupsi Republik Indonesia Provinsi Kalimantan Utara ini telah mempereroleh hasil keterangan konfirmasi oleh Humas TCM yang akrab disapa Angga yang didampingi oleh salah satu unsur manajer pihak TCM pada 19 September 2022.

FM menyebutkan ada 3 vendor perusahaan yang menyuplai timbunan tanah ke perusahaan yang ditandai dengan kode stiker masing-masing sesuai hasil konfirmasinya dengan Humas TCM.

Sebagaimana juga dibenarkan oleh humas TCM, bendera perusahaan tersebut adalah Tiber Jaya Mandiri (TJM), PT. Camfilo, dan Primer Koperasi Kartika Tarakan (PKKT) alias Army sebutan bekennya.

Di satu sisi Angga selaku Humas TCM mengaku senang jika persoalan terkait penggunaan minyak subsidi ini diangkat di pemberitaan.

Pasalnya dengan mengantrinya truk-truk milik kontraktor di SPBU, target mereka kadang meleset lantaran berharap dari BBM bersubsidi.

Padahal kontraknya sudah jelas untuk menggunakan BMM non subsidi sebagai acuannya, sehingga pihaknya tidak mau tahu yang dalam arti semua harus sesuai target, karena disebutnya alasan perjanjian kontrak yang berbicara.

Di sisi lain, Lie Siong Hwa atau yang akrab disapa Ahwa selaku kontraktor TJM saat dikonfirmasi via telepon WhatsApp pada 21 September 2022 lalu juga mendukung jika persoalan ini dimunculkan ke permukaan publik melalui pemberitaan media massa, hanya saja bertolak belakangnya adalah menyalahkan owner yang dalam hal ini dimaksud pihak TCM yang dituntut seharusnya bisa menyediakan BBM harga industrinya.

Hal senada juga disampaikan oleh Doni mewakili TJM saat dikonfirmasi pada 22 September 2022. Menurutnya pihak TCM tidak mengakomodir harapan mereka.

“Silahkan diliput, tapi sasarannya ke TCM sana!, karena mau tidak mau orang (supir truk) ‘kan larinya ke sana , karena dari pihak perusahaan (TCM) tidak bisa mengakomodasi kenaikan harga yang diminta (harga BBM), sementara bahan bakar minyak udah naik melambung,” keluh Doni.

Doni merupakan perwakilan dari pihak TJM yang disampaikan oleh Ahwa kepada awak media untuk mewakilinya, karena Ahwa berhalangan hadir menepati janji untuk wawancara tatap muka langsung pada 22 September 2022 lantaran ada kegiatan mendadak yang membuatnya harus berangkat keluar daerah.

Menurut Doni, hal itu merupakan imbas dari murahnya harga yang ditentukan dalam kontrak.

“Jadi mau nggak mau, masyarakat kan harus begini (antre BBM bersubsidi di SPBU). Kita juga sebetulnya nggak mau di situ (antre di SPBU untuk beli BBM subsidi), cuma perusahaan (TCM) nggak peduli gitu kan. Kita udah berapa kali minta justifikasi harga, segala macam, tapi tidak direspon, karena teman-teman driver butuh makan. Jadi  dia nggak salah juga,” dalih Doni.

“Mengantre di situ (SPBU) nggak salah juga, cuma kan mengganggu gitu loh. Secara normatif, ini kan nggak salah, karena kan memang disediakan untuk mereka. Persoalannya ‘kan mereka ramai, itu aja kan, karena menimbulkan antre, menimbulkan antrian panjang gitu,” sambung Doni berdalih

Saat Doni ditanya soal truk-truk siapa saja yang mengantre di SPBU selain truk dari pihak TJM? “Bercampur pak, dari Kodim ada, dari Camfilo ada, gitu ‘kan,” jawab Doni.

Dalam konfirmasinya, Doni juga membenarkan adanya keterlibatan 3 orang oknum TNI aktif dalam pengerjaan penimbunan proyek tersebut, yang diduga berinisial DJ, SS, dan FT. Doni menyebutkan dalam truktur organisasi di lapangan, DJ merupakan pimpinannya.

Adapun informasi yang diterima menyangkut 3 titik pengambilan muatan timbunan. Dua di antaranya hak milik TCM yang bukitnya hanya dipindah ke lahan milik TCM juga, sehingga itu menjadi alasan untuk tidak perlu mengantongi Izin galian C, cukup mengantongi Izin Penataan dan Pemotongan Bukit (IPPB).

Namun di satu titik lainnya, berdasarkan keterangan Doni, diakuinya bahwa bukit di titik yang digarap TJM itu adalah lahan milik warga yang dijual bukitnya kepada TCM.

Dengan kata lain ada pengomersialan, telah terjadi transaksi jual-beli tanah bukit yang mestinya tidak lepas dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dikisaran Rp6 ribu per  kubik untuk pajak galian C-nya.

FM menuturkan, jawaban Doni merupakan argumentasi yang tidak argumentatif, alasannya dinilai sebagai kecelakaan berpikir.

“Karena harga untuk TJM dalam kontrak itu non subsidi, jadi apa pun alasannya itu tidak dibenarkan. Prosedur harus tetap sesuai kontrak dong. Jangan TJM tetap dapat untung, sementara supir truk disuruh jadi ‘kambing hitam’. Nah, kalau Doni beralasan si supir cuma cari makan, toh pencuri sama perampok tambak juga cari makan, tapi ‘kan cara mencari makannya tidak lantas itu bermakna harus dengan cara-cara yang menabrak aturan,” bantah FM saat diwawancara oleh awak media pada Sabtu (01/10/2022).

Kemudian terkait dugaan keterlibatan langsung oleh TNI aktif dalam giat proyek, menurut FM ini masih butuh konfirmasi pak Dandim untuk ‘A1’nya.

“Namun yang pasti bahwa larangan TNI berbisnis atau jadi pengusaha itu ‘kan sudah diejawantahkan secara gamblang dalam ketentuan umum Undang-undang (UU) Nomor 34 tahun 2004 pada pasal 39 ayat 3. Jadi sudah jelas ya, ada aturan yang mengikat,” terang FM.

“Termasuk soal TNI aktif terlibat langsung mengurusi koperasi untuk kedok berbisnis. Yang diperbolehkan itu keluarganya atau pensiunan TNI. UU-nya sama, cuma pasalnya aja yang beda, kalau larangan berbisnis diatur dalam pasal 39, dan kalau larangan masuk struktur pengurus koperasi itu diatur dalam pasal 76. Koperasi atau yayasan tidak boleh dijadikan alat kamuflase oleh seorang prajurit TNI aktif yang apalagi untuk tujuan berbisnis yang tentu berorientasi pada profit seeking (cari untung),” imbuhnya.

Informasi lain yang diperoleh di lapangan, bahwa sempat terjadi benturan antar supir truk yang berlainan pihak manajemen. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa TNI dilarang berbisnis adalah demi menghindari konflik kepentingan.

Atas adanya dugaan keterlibatan oknum TNI, FM mengaku telah mencoba mengonfirmasi Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) 0907 Tarakan, Letkol Inf Reza Fajar Lesmana melalui pesan WhatsApp.

“Beliau cuma menjawab terimakasih dan nanti akan ditindaklanjuti. Entah sudah sampai di mana tindaklanjutnya, karena saya juga masih menunggu konfirmasi balik dari Beliau soal kapan ada kesempatan waktu di tengah kesibukannya sebagai seorang pejabat publik untuk berkenan membincangkan persoalan ini dan sekaligus bersilaturahmi,” ucap FM.

Keterangan lainnya juga diperoleh dari hasil konfirmasi yang disampaikan oleh Anton Gunawan dari pihak Camfilo pada Kamis (22/09/2022). Selaku juru bicara mewakili Hamzah atau dikenal dengan sebutan Budi Camfilo. Anton mengaku jika Camfilo memiliki 38 unit truk. Dan dari 38 unit tersebut, 31 unit truk berasal dari luar Tarakan, dan selebihnya ada 7 unit truk lokal yang terkadang masih antri di SPBU. 7 unit tersebut juga diakomodir dalam manajemen Camfilo, alasannya pihaknya tidak mungkin menutup pintu kepada truk-truk lokal yang ingin bergabung, meskipun truk-truk tersebut sering absen dalam kegiatan manajemen Camfilo, khususnya kegiatan penimbunan proyek TCM.

“Beda status dengan truk yang kami datangkan dari luar. Kalau truk lokal ini statusnya freelance di Camfilo. Kalau ada job (pekerjaan) diluar, mereka ambil solar sendiri, ke SPBU lah mereka. Tapi kalau ikut sama kami ditanggung solarnya menggunakan solar non subsidi,” jelas Anton saat ditemui di Kafe Boss’Q di bilangan Jalan Kusuma Bangsa, Tarakan Timur.

Dikatakan Anton, tidak ada aturan yang mengikat dalam manajemen Camfilo bahwa jika truk tersebut absen semisal dalam sehari itu memperoleh sanksi, baik itu berupa denda ataupun dikeluarkan haknya dari manajemen Camfilo.

“Karena mereka tetap mendatangkan manfaat untuk Camfilo. Justru pihak kami yang rugi kalau mengeluarkan mereka, karena mereka tetap membawa keuntungan kalau ikut job kami, Camfilo selalu diuntungkan setiap mereka gabung job kami. Jadi kami sama-sama diuntungkan, sifatnya simbiosis-mutualisme,” terang Anton.

Alasan yang disampaikan Anton tentang mengapa mereka lebih memilih job luar ketimbang job yang sifatnya sudah jelas punya rutinitas aktif setiap hari adalah karena kebetulan mereka truk lokal yang sudah beroperasi jauh sebelum adanya penimbunan proyek TCM, yang sudah dikenal oleh masyarakat lokal untuk dihubungi jika ada permintaan jasa angkut, pendapatannya lebih besar karena harga yang ditawarkan oleh TCM memang di bawah standar pada umumnya, atau biaya BBM lebih hemat karena jaraknya lebih dekat dari titik muat ke titik bongkar. Sehingga alasan itu dianggap wajar dan bisa dimaklumi.

Saat Anton ditanya soal siapa saja vendor perusahaan selain Camfilo dan adanya dugaan keterlibatan TNI aktif dalam pengerjaan proyek di TCM, dirinya enggan menjawab yang baginya sudah di luar kapasitasnya. Anton hanya mau menjawab pertanyaan jika itu di seputar ranah manajemen Camfilo.

Menurut FM, tindakan vendor-vendor tersebut harus ditindak tegas oleh owner, karena dinilai mengindahkan kontrak dan melanggar UU Migas, sehingga berdampak pd kerugian negara dan mengambil hak sah masyarakat terkait pos BBM subsidi yang tidak tersalurkan tepat sasaran, yang kemudian berbuntut banyak persoalan lainnnya yang menyulitkan masyarakat.

Akibat lainnya yang dimunculkan adalah mengganggu kepentingan umum, karena telah mengorbankan masyarakat pengguna jalan sebagai korban kemacetan jalan dan masyarakat lainnya yang terpaksa juga harus ikut mengantri panjang dalam urusan yang tidak normatif. Dampak atas pelanggaran yang telah merugikan negara ini tentu berpotensi menjadi Tindak Pidana dalam kaitannya dengan UU Migas.

“Prinsipnya bahwa pihak TCM harus menindak tegas berupa adanya sanksi kepada vendor-vendor yang nakal, karena pengakuan dan bukti telah terkonfirmasi. Mereka telah merugikan negara, dan menyusahkan masyarakat dengan terganggunya kelancaran beraktivitas pengguna jalan lantaran antrian panjang di SPBU sebagai akibat tidak mengindahkan prosedur. Apabila tetap diakomodir, maka TCM dianggap mendukung kegiatan ilegal tersebut. Toh kalau cuma sebatas memperbaiki sistemnya juga tidak akan mengembalikan kerugian yang sudah ditimbulkan,” pungkas FM. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here