Ketua Menteri Serawak Respons Surat Gubernur Kaltara
KAYANTARA.COM, TANJUNG SELOR – Ketua Menteri Serawak, Malaysia, merespons positif Surat Gubernur Kaltara Nomor 510/1161/DPPK-UKM/GUB tanggal 17 Juli 2020, perihal permohonan membuka jalur masuk perbatasan Krayan Indonesia-Serawak, Malaysia. Utamanya untuk keperluan perdagangan antar kedua wilayah.
Ketua Menteri Serawak Datuk Patinggi Abang Johari Tun Openg, seperti disampaikan Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie, pada prinsipnya siap mengakomodir salah satu poin surat gubernur Kaltara, terkait permohonan pasokan barang kebutuhan pokok untuk wilayah perbatasan khususnya untuk Krayan, Kabupaten Nunukan. “Berdasarkan informasi via telepon dengan Menteri Serawak, pada intinya mereka meminta daftar barang yang kita butuhkan apa saja,” kata Gubernur, Kamis (6/8/2020).
Usulan kebutuhan tersebut masih terus diramu beserta daftar kuantitasnya. Ada tiga kebutuhan prioritas yakni barang pokok sehari-hari, bahan bakar minyak (BBM), dan bahan bangunan. Dalam waktu dekat penyusunan daftar kebutuhan ini diklaim rampung. “Kalau sudah selesai kita susun, segera dikirim ke Ketua Menteri Sabah,” ujarnya.
Ditambahkan Kasubid PPLH Bappeda dan Litbang Kaltara, Jufri, skema yang sama telah diterapkan di Entikong. Kalimantan Barat. Serawak menyuplai tiga jenis kebutuhan prioritas masyarakat tersebut. Dalam pelaksanaan suplai barang kebutuhan itu dilakukan dengan skema business to bussiness (B to B) atau pengusaha dengan pengusaha. “Kita optimistis barang yang kita usulkan nanti dapat direalisasikan. Dan kelihatannya Ketua Menteri Serawak oke-oke saja,” ujarnya.
Dibandingkan didatangkan dari Tarakan atau Nunukan, akan memakan waktu yang cukup lama. Ditambah pula kapasitas angkut yang terbatas. Untuk itu, opsi meminta dukungan dari negara Malaysia adalah salah satu opsi terbaik. “Yang kita pikirkan juga sekarang adalah kesiapan eksportir, karena tadi menganut konsep B to B. Mereka nanti masukkan barang itu dengan jumlah besar, dan banyak item. Tentu yang terima harus bayar duluan. Tidak mungkin pemerintah atau masyarakat perorangan yang membayar. Ini yang sedang kita dorong juga percepatannya,” ujarnya.
Terhadap nilai transaksi Border Trade Agreement (BTA) Tahun 1970 sebesar 600 Ringgit Malaysia (RM) yang belum juga direvisi, informasinya telah dilakukan penggodokan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terbaru hasil ratifikasi perjanjian bilateral Sosek-Malindo. “Kemendag masih menggodok nilai BTA-nya. Semoga cepat rampung juga,” ujarnya.
Namun sejatinya, ada opsi lain yang ditawarkan. Yaitu memanfaatkan program transaksi 150 RM. Yang hanya perlu disiapkan adalah Pembangunan Kawasan Berikat untuk menampung barang hasil transaksi 150 RM tersebut. “Nanti barang-barang yang diimpor dari Serawak disimpan dalam Gudang Berikat di daerah perbatasan kita. Skemanya nanti B to B juga. Tidak hanya bisa diterapkan di Krayan, tetapi juga semua daerah di perbatasan. Itu akan lebih ekonomis dibandingkan harus mendatangkan barang dari Tarakan,” ujarnya. Adapun perdagangan lintas batas Kaltara-Sabah, sejatinya telah normal kembali sejak Mei 2020 dengan mengedepankan protokol kesehatan yang ketat. (humas)