KAYANTARA.COM, MALINAU – Alam dan waktu yang senggang ternyata berperan sangat penting bagi seorang penulis Dr. Yansen TP, M.Si saat menggarap bukunya yang berjudul “Kaltara Rumah Kita”.
Penulis buku setebal 308 halaman ini kerap kali mendapat sebuah gagasan atau ilham, pemikiran, ide pada saat dirinya berada di atas ketinggian 2.000 kaki atau ketika dalam perjalanan menumpangi pesawat terbang.
Penulis buku “Kaltara Rumah Kita” Dr. Yansen TP, M.Si pun akhirnya menyelesaikan bukunya dalam kurun waktu 5 bulan.
Itupun, tidak dilakukan setiap hari, dan hanya pada waktu-waktu tertentu atau waktu senggang dengan membagi tugasnya sebagai seorang kepala daerah, kepala rumah tangga dan menyelesaikan buku ke-limanya itu.
“Terkadang ambil di waktu-waktu senggang, tapi paling banyak saya mendapat gagasan pada saat berapa di atas pesawat dan seketika muncul gagasan, dan langsung saja buka laptop dan mengetik, karena kalau nanti-nanti bisa hilang gagasannya,” cerita YTP dalam launching buku kelimanya itu, Sabtu, (08/08/2020).
Menariknya, YTP yang juga dikenal sebagai Bupati Malinau ini memiliki tulisan-tulisan yang cukup apik, dan terlihat cukup jelas dalam goretan pemikiran tokoh Kaltara ini sebagai seorang yang berwawasan cukup luas, dan melihat sebuah persoalan dari berbagai sisi.
“Kaltara Rumah Kita adalah narasi tentang sebuah rumah tinggal yang harmonis, semua suku bangsa dalam bingkai dan jiwa NKRI, seorang pemimpin akan merekat pusparagam dan aneka warna pelangi dan memangkitkan semuanya dalam setiap dinamika dan derap langah pembangunan,” tutur Yansen TP.
“Membangun Kaltara adalah membangun Indonesia, label pembangunan kita adalah nasional: Nasionalis kebangsaan, sehingga seorang pemimpin sejati adalah yang berbicara dan memimpin sebagai orang Indonesia,” sambungnya.
YTP mengatakan Pemimpin itu membangun Indonesia dan siapapun bisa melakukannya, baik dari agama apapaun dan suku apapun yang penting tetap harus membawa nilai-nilai dan esensi keindonesiaan, bukan nilai-nilai kelompok dan golongan.
Karena potensi semua komponen dan suku bangsa diberdayakan, saling menerima bekerjasama, saling membantu, saling memberi, dan saling menerima.
“Sehingga setiap orang yang ada, dan berada dalam rumah bersama ini terikat dalam ikatan keluarga yang menghidupi norma, nilai-nilai, adat istiadat, kebiasaan, perilaku, dan tujuan bersama yakni hidup rukun dan damai untuk mencapai kesempurnaan,” ucapnya.
“Karena tujuan hidup manusia bukanlah pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,seperti makan, minum sandang, pangan dan papan saja. Namun kebutuhan rohani yakni menuju kebahagian abadi di syurga dengan cara hidup yang baik,” tutupnya. (*)
Reporter: Aldi S