KAYANTARA.COM, JAKARTA – DPR RI telah secara resmi mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Meski menuai beragam polemik di publik, Omnibus Law ini diyakini menjadi regulasi akan memudahkan investasi dan akan berdampak baik pada pembukaan lapangan kerja di daerah.
Pimpinan Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Hasan Basri mengungkapkan bahwa DPD RI telah berupaya sangat keras untuk memperjuangkan aspirasi daerah dalam pembahasan tingkat pertama RUU Cipta Kerja.
“DPD RI telah menyampaikan aspirasi daerah yang telah disiapkan oleh masing-masing Komite. Kami berkepentingan untuk menjaga agar tidak terjadi degradasi kewenangan pemerintah daerah dalam pembahasan RUU Cipta Kerja dalam 56 kali rapat panja mulai 20 April hingga 3 Oktober 2020,” ungkap senator asal Kalimantan Utara (Kaltara) ini.
Terkait dengan substansi perubahan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, DPD RI telah menyampaikan analisa substansi dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap norma-norma baru yang diusulkan dalam RUU tentang Cipta Kerja. DPD RI bahkan mengusulkan untuk kembali ke UU eksisting atau dicabut dari RUU tentang Cipta Kerja.
“Penolakan DPD RI terhadap kluster UU Ketenagakerjaan juga telah disampaikan Ketua PPUU mewakili DPD pada Rapat Kapoksi dengan Pimpinan DPR RI”, lanjutnya.
Menurutnya, Dalam setiap pembahasan, DPD RI tak pernah berhenti mendesak agar kewenangan daerah tetap diakomodir dalam RUU Cipta Kerja.
Dikembalikannya kewenangan daerah dari draf awal merupakan bukti perjuangan DPD RI untuk menjaga prinsip otonomi daerah.
Pilihan politik desentralisasi yang mengharuskan penataan urusan di daerah tidak sepenuhnya dilaksanakan pemerintah pusat tetapi harus mensinergikan dan mengintegrasikan pembangunan daerah dalam bingkai satu kesatuan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Namun demikian, tidak semua usulan DPD RI diakomodir sebagaimana disampaikan dalam pandangan mini DPD RI pada pengambilan keputusan Pembahasan Tingkat I RUU Cipta Kerja tanggal 3 Oktober 2020.
Kesulitan DPD RI memuluskan usulannya untuk diakomodir dalam proses pembentukan RUU Cipta Kerja ini disebabkan keterbatasan kewenangan DPD RI. Sebagai lembaga Negara seharusnya DPD RI diberikan kewenangan yang cukup dalam pengambilan keputusan.
“Dalam Pasal 22D UU MD3, DPD RI hannya dapat mengajukan dan ikut membahas berbagai UU. Kewenangan pengambilan keputusan tidak diberikan kepada DPD RI. Jika ingin DPD lebih maksimal memperjuangkan kepentingan daerah, harusnya ada penguatan kewenangan DPD entah melalui revisi UU MD3 atau amandemen konstitusi,” cetusnya.
Lebih lanjut, Hasan Basri mengajak semua pihak untuk menahan diri dan menghormati keputusan yang telah diambil. Adapun mengenai ketidaksetujuan sebagian masyarakat mengenai substansi Omnibus Law Cipta Kerja sebaiknya disampaikan dengan cara yang baik melalui saluran-saluran yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan serta tetap mengedepankan protokol kesehatan. (media HB)