ANDA pasti pernah mendengar nama Pulau Tias. Yah, pemukiman nelayan ini terletak di Desa Tanjung Buka, Kecamatan Tanjung Palas Tengah, Kabupaten Bulungan. Ternyata, fasilitas umum di Tias masih jauh dari yang diharapkan masyarakat. Bagaimana kisahnya. Ikuti perjalanan saya bersama Deddy Sitorus, Anggota Komisi 6, DPR RI .
Kunjungan ke Pulau Tias sebenarnya bukan tujuan utama. Rombongan yang bertolak dari Tanjung Selor, Sabtu (11/3) pagi itu akan ke Mangku Padi dan Tanah Kuning. Namun karena melawati Tias, Deddy Sitorus meminta untuk singgah sebentar. Ia penasaran, selama duduk di Senayan belum pernah mampir ke Tias yang dihuni 327 Kepala Keluarga itu.
“Gue pernah hampir ke Tias. Tapi batal. Waktu itu mau liat kondisi listrik disana yang mengalami kerusakan. Kita kesana sambil ngopi,” ujarnya.
Speed Idea’s Cruise itu merapat menjelang siang. Tidak ada penyambutan. Karena memang kunjungan ini dadakan. Deddy Sitorus ingin melihat kehidupan masyarakat secara natural. Apa adanya.
Ibu-ibu duduk mebgobrol di teras rumah khas nelayan. Sebagian lagi membolak-balik ikan asin yang sedang dijemur. Terdengar suara anak-anak main kejar-kejaran.
“Dimana rumah Pak Kades?” Tanya Deddy pada seorang warga. “Oh, Kades lagi gak ada Pak. Kalau Ketua RW ada,” jawab seorang warga. “Ya sudah kita kesana,” lanjut politis PDI Perjuangan ini.
Rombongan pun berjalan melalui jembatan kayu selebar 1 meter. Di pinggir sungai terdapat beberapa pos pembelian kepiting. Ada juga warung kelontong.
Deddy mengaku terkesan dengan penataan rumah di Tias ini. Menurutnya, lebih rapi. Apalagi saat melintas di atas jembatan melengkung yang menghubungkan dua pemukiman. Pagar jembatan itu di cat warna-warni. Sangat instagrameble.
Tanpa menyianyiakan waktu, Deddy bersama istrinya Ida Suryani, berfoto di atas jembatan itu.
“Wah keren ini. Sudah seperti di luar negeri,” timpal Ida
Di tengah jalan, rombongan bertemu Siti Hafizah. Ketua BPD Tias. Terjadi dialog sebentar. Hafizah bercerita kondisi desa kelahirannya itu. Karena banyak yang ingin disampaikan Hafizah, Ia mengajak Deddy ngobrol di teras rumah salah seorang warga. Tak berapa lama kemudian, warga yang tidak melaut ikut nimbrung. Jadilah, dialog itu berjalan santai. Sambil lesehan. Tak ada spanduk. Semua serba spontan.
“Listrik kami belum 24 jam pak. Tidak ada internet sama air bersih,” curhat Hafizah.
Keluhan Hafizah tidak membuat Deddy terkejut. Ayah tiga orang anak ini meyakini, perseoaln itu pasti menjadi keluhan warga di daerah pesisir seperti Tias.
“Untuk listrik nanti saya koordinasi dengan managemen PLN. Disini harus pakai PLTD. Sedangkan internet, saya akan komunikasi dengan Telkom untuk memasang internet desa. Nah, air bersih ini yang harus kita carikan jalan keluar,” jelas Deddy.
Yah, Tias adalah Desa tadah hujan. Perkampungan ini letaknya di bibir teluk. Daratannya sebagian besar adalah tambak. Tentu, kontur tanahnya gambut. Pasti sulit mendapatkan air tanah. Makanya, warga hanya berharap dari air hujan. Tak heran, setiap rumah pasti memiliki profil tank. Tidak hanya satu, bahkan lebih.
Sedangkan instalasi pengelolaan air, butuh air baku. Ini menjadi ganjalan di fikiran Deddy.
“Kalau kita pakai metode penyulingan air asin jadi air tawar biayanya mahal sekali. Tapi kita harus fikirkan ini. Bagaimana mencari jalan keluar persoalan air bersih di Tias,” tandasnya.
Giliran nelayan berkeluh kesah. Kali ini soal BBM. Mereka ingin membuat SPBN, tapi sampai hari ini beluam terealisasi.
Untuk perkara BBM, Deddy pakarnya. Apalagai Pertamina adalah mitra Komisi 6.
“Nanti saya bantu prosesnya. Yang jelas warga harus segera membentuk koperasi atau perkumpulan nelayan. Kalau sudah lengkap saya akan bantu percepat di Pertamina,” sambar Deddy.
Tak terasa hampir 1 jam dialog itu berlangsung. Niat hanya ingin menikmati segelas kopi di Tias, jadinya membawa sejumlah pekerjaan rumah.
Padahal, Tias bukan kawasan yang seksi pada pemilu nanti. Total jiwa hanya sekitar 900 orang. Jumlah pemilih tetap, tentu saja dibawah itu. Namun, bagi Deddy Sitorus, membantu menyelesaikan persoalan dasar di Tias bukan semata urusan elektoral.
“Ini perkara keadilan. Gak ada urusan sama suara,” tutupnya. (doddy irvan/pai)