Oleh: Sabirin Sanyong
KEBIJAKAN mutasi yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara beberapa waktu lalu terasa istimewa, karena menimbulkan tanggapan beragam dari publik.
Padahal, pelantikan tunggal tersebut merupakan hal yang wajar dan biasa terjadi di birokrasi pemerintah. Apalagi dikaitkan dangan kewenangan pemerintah dalam mengelola urusan wajib maupun urusan pilihan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 18 tahun 2016.
Di mana salah satu urusan wajib pemerintah yang bersifat Pelayanan Dasar adalah pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan pemukiman.
Bila kebijakan mutasi tersebut menimbul ekses yang kurang pas dimata publik sehingga menimbulkan kegaduhan, barangkali lebih pada pilihan momentum yang kurang tepat dan advice para pembantu gubernur yang kurang akurat dan akuntabel.
Sehingga kebijakan rotasi terkesan dipaksakan atas pertimbangan politis serta didasarkan pada suka dan tidak suka (like & dislike) akibat dari para pembantu Gubernur tidak memberikan advice yang akuntable, sehingga Gubernur tidak disodorkan alternatif kebijakan yang memadai.
Para Advisor tersebut, pertama Sekretaris Daerah Provinsi Kaltara yang dapat memerintahkan assisten dan kepala OPD-nya untuk melakukan tela’ahan staf kaitannya dengan kebijakan rotasi di internal birokrasi Pemprov Kaltara.
Kedua, staf ahli yang dengan keahlian dan kewenangan konstitusionalnya dapat memberikan formulasi kebijakan yang disampaikan kepada Gubernur melalui sekprov.
Ketiga, Pemprov Kaltara mempunyai Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang secara kelembagaan dengan tegas diamanat oleh Gubernur untuk dapat memberikan advice kepada Gubernur dalam hal memberikan alternatif kebijakan, sehingga Gubernur mempunyai ragam pilihan alternatif kebijakan terhadap suatu persoalan yang hendak dipecahkan dengan kebijakan publik.
Momentum yang kurang tepat
Publik menduga mutasi Kepala Dinas PUPR dan Direktur Utama RSUD dr Jusuf SK erat kaitannya dengan isu Kadis yang akan ikut berpartisipasi dalam kontestasi Pemilihan Calon Bupati Bulungan pada Pilkada 2024 mendatang. Karena perspektif kebijakannya politik, publik mengendus ada muatan politis serta dominasi suka dan tdk suka (like and dislike) dalam formula kebijakan rotasi tersebut.
Akan halnya Dirut RSUD dr Jusuf SK yang secara eksplisit tidak ada kejadian/keadaan yang luar biasa terjadi pada instansi tersebut, sehingga kesan suka dan tidak suka lagi-lagi lebih tampak menonjol di mata publik.
Pertimbangan advisor yang kurang akurat;
- Indikator Kinerja Serapan Anggaran dan Realisasi Program
Dalam khasanah formulasi kebijakan publik maupun Implementasi kebijakan publik, antara realisasi dan/atau serapan kebijakan (kebijakan-program-kegiatan-paket kegiatan-proyek-paket proyek) dan realisasi/serapan anggaran tidak pernah parallel, baik secara teknis maupun secara konstitusi.
Secara peraturan perundangan, realisasi program bisa saja 100%. Namun realisasi/serapan anggaran 95% dan wajib menyisakan 5% untuk jaminan perawatan program/kegiatan/proyek dan hanya boleh 100% bila di-backup oleh lembaga asuransi yang recomended.
Secara teknis acapkali juga terjadi, dimana realisasi program tidak selalu paralel dengan serapan anggaran bahkan dalam keadaan luar biasa misalnya, secara teknis ada juga program yang terlaksana seratur persen (100%). Namun realisasi anggarannya nol persen (0%) atau dua puluh persen (20%) mungkin dikarenakan “kemurahan hati” pihak ketiga/rekanan yang tidak tergesa-gesa melakukan tagihan atau termyn seratus persen (100%) pada pemerintah.
Kejadian luar biasa lainnya yang terkadang ditemukan di pemerintah sekalipun kasuistik sifatnya; anggaran terserap seratur persen (100%) namun realisasi pisiknya nol persen (0%). Jadi bila perbandingan antara serapan anggaran dengan realisasi program dijadikan indikator mutasi atau rotasi sebagaimana uraian diatas nampaknya kurang akurat kalau tidak mau dikatakan tidak akuntabel.
2. Indikator Kinerja ASN dan Kinerja OPD;
Bila dilihat dari Dokumen Evaluasi Kinerja Pegawai yang secara priodik (per triwulan) melakukan evaluasi kinerja apatah lagi hasil evaluasi kenerjanya telah ditandatangani Gubernur per tanggal 2 Januari 2023, Capaian Kinerja Organisasi PUPR pada triwulan pertama dinilai BAIK, begitu juga dengan Predikat Kenerja Pegawai, dimana DR. Dt. Iman Suramenggala S. Hut M. Sc memeroleh predikat SANGAT BAIK. Dari indikator kinerja tersebut tidak ditemukan alasan yang akurat untuk merotasi kepala Dinas PUPR kaltara.
Langkah Apa yang harus dilakukan dan diambil oleh Gubernur?!
Kebijakan yang kurang matang sehingga berpotensi menimbulkan disorientasi dan disharmoni di internal Pemprov Kaltara, menempatkan Gubernur dalam situasi yang dilematis dikarenakan kebijakan sudah terlanjur diimplementasikan.
Langkah apa yang harus diambil oleh Gubernur dalam menyikapi problematika tersebut?!. Saat ini barangkali langkah yang paling rasional dilakukan oleh Gubernur adalah wait n see.
Dalam khasanah ilmu politik familiar istilah wait n see kita dengar. Wait n see tidak sekadar menunggu sembari melihat perkembangan yang akan terjadi sebagaimana pengertian etimologisnya. Namun wait disini lebih pada mempersiapkan rancangan formula kebijakan bila kebijakan yang telah dieksekusi/diimplementasikan (status quo policy) mengalami trouble sembari memantau perkembangan efek dan dampak (policy effect and impact) dari implementasi kebijakan yang kurang matang tersebut.
Mantan Kadis PUPR yang merasakan langsung efek dan dampak dari kebijakan yang kurang matang tersebut baik secara moral, psikologis maupun konstitusional tentu akan melakukan pembelaan karena menyangkut harkat dan martabatnya sebagai pejabat publik. Bila mantan Kadis dalam hal ini DR. Dt. Iman Suramenggala melakukan upaya hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas kebijakan yang merugikan dirinya jangan dimaknai beliau melakukan perlawanan dan atau tidak patuh pada pimpinan karena upaya hukum yang beliau tempuh justru manifestasi dari kepatutan dan kepatuhan kepada atasan karena beliau maupun atasan beliau berada dalam jaminan konstitusi yang sama dan memiliki hak konstitusional yang sama pula.
Maka langkah yang tepat adalah tunggu saja hasil PTUN yang beliau upayakan sembari mempersiapkan paket formula kebijakannya. Inilah yang disebut wait and see perspective dalam politik.
Sumbang Saran dan rekomendasi;
- Bila pengadilan memenangkan DI dgn segala petitumnya maka Gubernur wajib taat dan patuh terhadap perintah pengadilan dan mengembalikan yang bersangkutan pada posisi semula. Lalu bagaimana dengan Kepala Dinas PUPR yang baru dilantik?!, Tinggal dilihat petikan putusan pengadilannya, apa printahnya krn satu kesatuan biasanya.
- Gubernur harus mengambil langkah antisipatif agar kejadian serupa tidak akan terulang dikemudian hari dengan cara benahi pola komunikasi dan koordinasi antara Wagub, Sekdaprov, para Asisten, Kabiro Hukum dan Ketua TGUPP. Ketegasan gubernur diperlukan dalam manajemen kewenangan antar pimpinan supaya tidak ada yang merasa lebih berwenang dan berkuasa.
- Beri reward bagi yang memiliki kinerja baik dan beri punishment bagi yang melampau kewenangan. (**)