KAYANTARA.COM, TANJUNG SELOR – Gubernur Kaltara Drs H Zainal A Paliwang, SH, M.Hum mendukung peluang perdagangan karbon di provinsi ke 34 ini. Hal ini dibuktikan melalui penandatanganan kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) dan PT Global Eco Rescue (GER) Lestari.
Tujuannya sebagai langkah percepatan kolaborasi untuk konservasi, rehabilitasi, dan restorasi ekosistem mangrove dan lahan gambut untuk mendukung Yurisdiksi Enhanced – National Determined Contribution (E-NDC) di Provinsi Kaltara.
Gubernur mengatakan sesuai rencana kerja dari GER Lestari saat luas kawasan mangrove di Kaltara mencapai 262.318 hektare dan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 129/Men LHK Sekjen PKT/2/2017, luas kesatuan hidrologis gambut di Kaltara adalah 347.541 hektare.
“Lahan gambut kita ini sangat luas dan mungkin terluas di Indonesia dibandingkan Bali, Kaltim ataupun tempat lain,” kata Gubernur.
Kata dia, dengan memiliki lahan mangrove dan gambut menjadi keuntungan besar bagi Provinsi Kaltara. Pasalnya, tidak hanya memberikan sumbangsih terhadap penurunan emisi gas rumah kaca, tapi menjadi peluang bagi Kaltara untuk perdagangan karbon (Carbon Trade).
“Dengan ditandatanganinya kesepakatan kerjasama tentang percepatan kolaborasi konservasi, rehabilitasi, dan restorasi ekosistem mangrove dan gambut. Saya harap kita menjalankan fungsi dan tugas kita masing-masing dengan baik,” jelasnya.
Dirinya juga berharap apa yang menjadi tujuan pertama untuk memperkuat tata kelola restorasi dan konservasi, kedua meningkatkan alternatif berkelanjutan untuk mata pencaharian masyarakat lokal.
Ketiga memulihkan dan merehabilitasi kawasan mangrove dan ekosistem gambut, keempat memperkuat pemantauan pelaporan dan verifikasi serta pengelolaan agar segera tercapai.
“Kegiatan ini nanti akan melibatkan kaum milenial mulai penanaman, menjaga dan merawat karena disemua kabupaten telah terbentuk jaringan petani milenial yang akan dimulai pada Agustus 2023,” paparnya.
Ia menyebutkan anggaran yang disiapkan untuk kegiatan penanaman mangrove sebesar 180 juta Dolar Amerika. Sasarannya di Kabupaten Bulungan, Nunukan dan Tana Tidung.
“Hilirnya nanti untuk kesejahteraan masyarakat, karena kita juga akan menjual karbon ke beberapa negara,” tuturnya.
Dia menambahkan jika kegiatan penanaman mangrove hampir setiap bulan dilakukan, apalagi ketika ada tamu dari luar ke Kaltara akan diajak menanam mangrove. Terakhir penanaman mangrove dilakukan saat kedatangan Alumni PTIK yang dilaksanakan di Tana Tidung.
John A. Embiricos yang mewakili PT GER Lestari menjelaskan alasannya bekerja di Kaltara salah satunya untuk menjawab isu global berupa perubahan iklim dunia. Cara terbaik dengan melakukan penanaman mangrove.
Ia menceritakan pembahasan upaya penanganan perubahan iklim sudah dimulai sejak tahun 2005. Di mana di Eropa telah dimulai perdagangan karbon.
“Hanya saja saat itu belum banyak kebijakan nasional yang tidak memungkinkan untuk kerjasama perdagangan karbon. Untuk itu hari ini kami datang kembali ke Kaltara atas undangan Senator DPD RI Dapil Kaltara, bapak Marthin Billa dan pak Gubernur Kaltara untuk memulai kembali apa yang telah kita rancang 20 tahun lalu itu,” paparnya.
Pihaknya optimis apa yang akan dikerjakan akan berjalan lancar, pasalnya sudah banyak kebijakan yang dibuat Pemerintah Indonesia yang telah membuka dan mendukung perdagangan karbon.
Dia mengatakan jika apa yang dilakukan oleh GER Lestari berbeda dengan apa yang dilakukan oleh yang lainnya. Di mana program utamanya bagaimana perdagangan karbon itu jadi landasan untuk peningkatan pemulihan lingkungan dan peningkatan kemakmuran masyarakat Kaltara.
“Di dunia banyak sekali proyek perdagangan karbon yang hanya fokus kepada model bisnis dan keuntungan bagi si pengusaha. Hal inilah yang tidak akan ditiru oleh GER Lestari,” ucapnya.
PT GER Lestari bersama Pemprov Kaltara bermaksud mengembangkan mode perdagangan karbon yang basisnya berkolaborasi dengan masyarakat.
“Selain kerjasama dengan Pemprov Kaltara juga dengan pemerintah paling bawah yakni pemerintah desa,” terangnya.
Saat dilapangan kegiatan ini tidak akan dengan cara mengambil lahan atau mendapatkan izin lokasi, tapi dengan meningkatkan tata kelola lahan yang sudah ada.
“Kolaborasi ini juga kita saling berbagi pengetahuan, kearifan lokal menjadi modal kerjasama,” tuntasnya. (dkisp)