KAYANTARA.COM, TANJUNG SELOR – Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara (LNP-PAN) Kalimantan Utara resmi melaporkan H. Danni Iskandar (HDI) Bin A. Djafar ke Polda Kaltara terkait dugaan perbuatan melanggar hukum.
Yakni mengenai kewarganegaraan ganda atau dikenal dengan istilah bipatride sejak dilantik sebagai Ketua DPRD Nunukan periode 2014-2019. Dan anggota dewan masa jabatan 2019-2024.
Namun politisi Partai Demokrat ini resmi mengundurkan diri dari kursi legislatif lantaran maju sebagai calon bupati di Pilkada Nunukan yang dihelat 9 Desember 2020, bersama Muhammad Nasir sebagai wakilnya.
Terkait surat laporan yang ditujukan ke Kapolda Kaltara di Tanjung Selor pada 30 September 2020, Ketua LNP-PAN Kaltara, Fajar Mentari mengatakan pihaknya akan terus mengawal laporan tersebut hingga tuntas.
Berdasarkan hasil bukti yang berhasil dihimpun Tim Penyidik LNP-PAN Kaltara, pada 2018 lalu, HDI telah mencabut hak kewarganegaraan Malaysia.
“Akan tetapi dia sudah menjabat sebagai ketua DPRD Nunukan periode 2014-2019. Artinya upah dan fasilitas yang diberikan negara kepadanya telah menyalahi aturan karena sebelum 2018, dia masih berstatus warga negara Malaysia,” bebernya.
Oleh karenananya, LNP-PAN Kaltara meminta kepada pelaksana hukum, dalam hal ini aparat kepolisian menindaklanjuti kasus tersebut sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Harapannya agar pertanggungjawaban atas temuan pelanggaran hukum dapat diproses dan disikapi secara hukum. Serta penegakan hukum yang berlaku di Indonesia dapat terselenggara sebagaimana mestinya.
“Mengenai pasal-pasal apa saja yang dilanggarnya, kami percayakan sepenuhnya kepada pihak kepolisian sebagai ahlinya untuk mengklaster atau mengklasifikasikannya,” ujarnya.
“Mari sama-sama kita berdoa, semoga wajah hukum di republik ini dapat berdiri setegak-tegaknya dan aparatur hukum kita dapat melaksanakan tupoksinya dengan baik dan lancar,” tambah Fajar.
Berangkat dari kasus ini, ia mengharapkan dapat mengedukasi masyarakat Kaltara, khususnya yang ada di daerah perbatasan, untuk tidak main-main, apalagi menyepelekan maupun tidak mencoba-coba untuk melakukan pelanggaran serupa.
“Sebagai warga negara yang baik, mari taat hukum, kita beramai-ramai bergotong-royong untuk senantiasa tetap setia kepada bangsa dan negara Indonesia, dan sama-sama kita kompak dalam menjaga serta menjunjung semangat nasionalisme,” imbuhnya.
“Perlu saya luruskan dan tegaskan kasus ini murni konteksnya soal hukum, sehingga menyikapinya juga tentu harus menggunakan pertimbangan hukum, bukan pertimbangan politik,” demikian Fajar. (sam)