KAYANTARA.COM – TANJUNG SELOR – Dalam dunia pertambangan, penggunaan Merkuri bertujuan untuk mengekstrak emas dari bijih emas dari batuan sampai pada tahap pemurnian. Sedangkan, Merkuri termasuk dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang tidak boleh dibuang langsung ke media lingkungan karena dapat membahayakan kesehatan.
Peduli akan hal itu, penambang emas tradisonal di Sekatak, Kabupaten Bulungan kini telah beralih menggunakan sianida. Hal ini sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan dan juga kesehatan masyarakat sekitar. “Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Utara (Kaltara) melakukan edukasi kepada masyarakat Sekatak untuk beralih ke Sianida. Sehingga, kini sebagian besar masyarakat tidak menggunakan Merkuri lagi untuk menambang emas,” kata Plt Kepala DLH Kaltara, Sjarifuddin.
“Sebenarnya yang berwenang dalam pengawasan ini adalah DLH Kabupaten Bulungan, dikarenakan Sekatak merupakan wilayah Bulungan. Namun, DLH Kaltara tidak lepas tanggung jawab dengan tetap melakukan pendampingan bersama dengan Polda Kaltara,” tambahnya.
Penggunaan Sianida ini relatif lebih aman lingkungan karena masih bisa diuraikan, sehingga masih bisa diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air (lingkungan). Sedangkan, bila menggunakan Merkuri tidak bisa diuraikan lagi dilingkunan, dalam hal ini air dan tanah.
Perlu diketahui, menurut riset yang telah dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), proses pengolahan tambang emas menggunakan Sianida dinilai lebih aman bagi penambang dan lingkungan sekitar. Selain itu, penggunaan Sianida juga mampu memberikan hasil emas yang lebih banyak daripada Merkuri. Dimana proses ektraksi emas menggunaan Merkuri hanya mencapai 40 persen sedangkan Sianida dapat mencapai 91 persen sehingga emas yang dihasilkan lebih banyak.(humas)