KITA harus memahami pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron soal kaum radikal islam sebagai upaya yang justru menyuburkan radikalisme itu sendiri – paham yang kita tentang Bersama. Apabila seseorang sudah mulai membuat orang lain tidak nyaman karena ideologi atau agamanya, itu adalah radikalisme.
Dalam pernyataannya, Macron menyebut dengan jelas yang dia maksud kaum radikal adalah kaum Islamis. Terlebih lagi Macron malah menerbitkan ulang karikatur yang menghina nabi Muhammad SAW.
Atas nama apapun, penghinaan terhadap ideologi atau agama tertentu atas nama apapun adalah perbuatan yang tidak boleh ditoleransi.
Tidak boleh diberi ruang untuk tindakan seperti ini. Kita menjungjung tinggi toleransi dan perdamaian.
Macron berusaha mereduksi makna radikalisme itu sendiri. Walaupun Gerakan radikalisme itu biasanya berbumbu agama, bukan berarti radikalisme itu bersumber dari ajaran agama. Dengan menyebut islam secara spesifik, Macron dengan sengaja berusaha membentuk satu definisi sempit tentang radikalisme.
Selama ini kita berjuang susah-payah menumpas paham radikalisme. Sebab paham ini adalah cikal bakal ekstrimisme bahkan terorisme pada tahap selanjutnya. Sementara itu, justru pernyataan radikalisme justru keluar dari mulut Presiden Perancis. Negara yang sudah maju. Ya, Macron sudah membuat kaum Islam tidak nyaman karena agamanya.
Sebagai pejabat publik, tindakan ini sangat memalukan. Dia seharusnya malu, malu terhadap rakyatnya dan malu terhadap dirinya sendiri.
Kita menentang kekerasan atas nama agama, ideologi atau apapun. Namun melawan kekerasan dengan menumbuhkan semangat radikalisme baru adalah hal yang lebih kita tentang.
Umat Islam di seluruh dunia saat ini sedang bersuka cita menyambut peringatan hari kelahiran nabi Muhammad SAW. Pada saat yang sama, Macron justru melakukan tindakan yang bertolak belakang dengan prinsip toleransi dan perdamaian.
Sebagai negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar, Indonesia harus menunjukkan sikap terbaik menentang radikalisme.
Indonesia harus serukan pada dunia Internasional bahwa Emmanuel Macron adalah agen radikalisme terbesar abad ini.
Langkah-langkah diplomatik perlu segera diambil termasuk memanggil duta besar Perancis untuk Indonesia dan menyampaikan langsung kecaman kita terhadap presidennya. (*)
Penulis: Hasan Basri
Wakil Ketua Komite I DPD RI