Bangkitkan Semangat Kaum Difabel Lewat Tinta Batik di Tengah Pandemi Covid-19

Kaum difabel yang tergabung dalam Rumah Batik Disabilitas binaan Pertamina EP Asset 5 Tarakan Fiel saat membatik. (Foto: Muhammad Ilman/Kayantara.com)

KAYANTARA.COM, TARAKAN – Keterbatasan kerap kali dianggap sebagai limitasi kemampuan. Tapi tidak dengan penyandang disabilitas yang ada di Kota Tarakan ini.

Tergabung dalam Rumah Batik Disabilitas, puluhan penyandang disabilitas diasah untuk menghasilkan sebuah karya seni yang bisa diperjualbelikan kepada konsumen.

Batik bermotif Padaw Tujuh Dulung yang terukir indah dari tangan mereka, kini telah dilirik Pemkot Tarakan untuk dikenakan kurang lebih tiga ribu Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Tarakan.

Rumah Batik Disabilitas ini bekerjasama dengan Komunitas Difabel Tarakan Kelompok Usaha Bersama Disabilitas Batik (Kubedistik) melalui binaan Pertamina EP Tarakan Field.

Tarakan Field Manager Pertamina EP, Agung Wibowo menuturkan, program pendampingan terhadap kaum disabilitas tersebut sudah berjalan sejak 2019 lalu.

“Tahun ini adalah tahun kelima. Tidak mudah memang melakukan pendampingan kepada penyandang disabilitas. Butuh kesabaran ekstra. Apalagi dalam berkomunikasi memiliki keterbatasan, tapi sekarang persoalan itu dapat diatasi,” kenangnya.

Dia menceritakan, awal mula belajar membatik kaum disabilitas merasa kesulitan. Tapi kali ini mereka sudah bisa menyelesaikan dari awal sampai akhir.  “Awalnya cuma beranggotakan 5 orang, sekarang sudah 22 orang,” sebut Agung.

Pertamina EP Tarakan menargetkan produksi batik dari Kubedistik ini menjadi branding produk khas Tarakan. Langkah promosi sudah dipersiapkan Pertamina EP hingga memanfaatkan media sosial.

Bahkan, tim manajemen Pertamina EP Tarakan sudah menggunakan batik produksi Rumah Batik Disabilitas tersebut.

Ketua Kubedistik Tarakan yang juga seorang Pengrajin Batik Tarakan Sonny Lolong merasa bersyukur dan bangga atas karya anak didiknya yang dilatar belakangi memiliki keterbasan fisik. Apalagi di tengah pandemi saat ini.

“Mereka sudah memahami teKnik membatik dengan baik mulai dari awal sampai akhir dengan hasil 90 persen dan layak jual,” katanya.

Meski begitu, dirinya tetap terus mendampingi kaum difabel ini selam membatik. Sebab, selama pengerjaan ada beberapa hal yang mereka hasil belum sempurna terutama dalam proses pewarnaan.

Tak hanya batik Padaw Tujuh Dulung, para difabel ini juga sudah menghasilkan beberapa motif lainnya yang terus berkembang. Salah satunya batik Pertamina.

Di Rumah Batik Disabilitas ini, paling banyak dihuni penyandang tunga rungu. Sisanya tuna grahanita dan daksa. “Kalau kapasitas per orang belum bisa dipastikan berapa banyak yang bisa dihasilkan, cuma per kelompok bisa sampai 20 lembar, dan sudah layak jual seharga Rp300 ribu per lembar dengan ukuran dua setengah meter per potong,” ungkapnya. 

Rumah Batik Disabilitas yang berada di Jalan Pulau Nias Kelurahan Kampung Satu/Skip Kecamatan Tarakan Tengah telah diresmikan pada 14 Agustus 2020.

“Penyandang disabilitas jangan merasa minder dengan keterbatasan secara fisik. Namun, dapat terus berkarya dan mengembangkan diri melalui wadah seperti yang difasilitasi oleh Pertamina EP Tarakan Field ini,” pesan Wali Kota Tarakan dr Khairul, Kamis (5/11).

Untuk itu, Pemkot akan selalu mendukung PPM binaan Pertamina EP yang bekerjasama dengan Komunitas Difabel Tarakan Kelompok Usaha Bersama Disabilitas Batik (Kubedistik) Kerajinan Batik Ramah Lingkungan ini.

Bahkan, wali kota mengungkapkan bahwa kedepannya Pemkot Tarakan akan menyeragamkan penggunaan seragam batik dengan motif khas Tarakan untuk aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkot Tarakan.

Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk bisa meningkatkan perekonomian masyarakat terutama para pelaku usaha UMKM di tengah pandemi Covid-19.

“Mereka punya harapan walaupun secara fisik memiliki keterbatasan, mereka tidak menjadi beban di rumah tangga dan di masyarakat, dengan begitu mereka bisa mendapat penghasilan secara kontinyu,” lanjut Khairul dengan mengenakan batik hasil karya Kubedistik.

Menurutnya, hasil karya dari anak-anak Kubedistik ini harus dimanfaatkan oleh masyarakat lokal. Selain itu, ia mengingatkan pentingnya proses pemasaran setelah produksi. “Karena kalau produksi tidak dipasarkan jadi masalah juga, intinya di produksi dan pemasaran,” kata dia. (mil/non)

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here