KAYANTARA.COM, TANJUNG SELOR – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kalimantan Utara mengikuti kegiatan mini Strategic Planning Meeting (SPM) Trade and Investment Facilitation Cluster (TIFC) di Bogor, Rabu (24/02/2021).
Ada tiga hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut, Pertama, terkait on going approval project (proyek yang sudah berjalan) pada klaster perdagangan dan investasi.
Kedua, terkait new project initiatives (usulan proyek baru) yang akan dilaksanakan pada tahun 2021 dan 2022.
Ketiga, terkait isu dan informasi tambahan yang perlu menjadi perhatian bagi kelancaran project yang ada dan yang akan dilaksanakan pada klaster TIFC kedepan.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Kepala DPMPTSP Kaltara, H. Faisal Syabaruddin mengatakan telah menyampaikan usulan proyek investasi di Kaltara pada klaster transportasi dan perdagangan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI sejak tahun lalu.
“Usulan proyek sudah kami sampaikan tahun lalu dan sekarang akan ditindaklanjuti pada pertemuan TIFC yang dipimpin oleh Kementerian Perdagangan RI, ” ucapnya sebagaimana dikutip dari keterangan persnya.
Disisi lain, pada pertemuan tersebut, kepala seksi perencanaan sektoral dan pengembangan potensi daerah Rahman Putrayani mewakili Kepala DPMPTSP Kaltara, menyampaikan beberapa data, kondisi dan isu penting terkait perkembangan di Kaltara, khususnya yang berkaitan dengan aktivitas perdagangan lintas batas dan perdagangan umum.
Dikatakan Rahman, melalui moment penting itu, pihaknya sudah mengusulkan shipping line project untuk di kabupaten Nunukan yang akan menghubungkan Kaltara ke Tawi Tawi Filipina.
“Kami sudah mengusulkan proyek pembukaan akses pelabuhan perdagangan internasional di kabupaten Nunukan mengingat potensinya sangat besar dan hal ini juga berdasarkan usulan berbagai pihak di daerah, ungkapnya.
Kemudian yang sangat mendesak saat ini adalah bagaimana pelabuhan di Nunukan dapat ditingkatkan statusnya menjadi pelabuhan ekspor impor. Karena selama ini kegiatan ekspor impor itu sangat terkendala akibat kondisi status pelabuhannya, urai Rahman.
Selain itu, ia juga menyampaikan usulan sesuai usulan Gubernur Kaltara beberapa waktu lalu terkait Border Trade Agreement (BTA) bahwa perlu adanya peningkatan batas nilai transaksi lintas batas dengan Malaysia yang hanya dibatasi maksimum RM600.
“Kalau bisa dinaikanlah dari RM600 menjadi RM1000 paling tidak, karena sejak tahun 1970 belum pernah direvisi sesuai perkembangan yang ada,” tukasnya.
Masih banyak permasalahan yang dihadapi di perbatasan saat ini. Oleh karenanya kami rasa hal ini perlu disampaikan dalam forum Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Philipine East Asean Growth Area (BIMP-EAGA) melalui strategic planning meeting pada klaster perdagangan dan investasi yang dipimpin oleh kemendag ini.
“Alhamdulillah tadi usulan kita sudah masuk dalam matrix dan kemungkinan besar ada yang disetujui untuk dilaksanakan,” tutupnya. Untuk diketahui, BIMP-EAGA merupakan suatu forum kerjasama 4 negara di Asia Tenggara yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Filipina dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi baru di ASEAN timur. (kyt)