KAYANTARA.COM, JAKARTA – Pimpinan Komite II DPD RI mengapresiasi Presiden Joko Widodo yang telah membatalkan Lampiran III Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang di dalamnya mengatur izin investasi minuman beralkohol.
Keputusan ini diambil setelah Presiden menerima masukan dari berbagai organisasi masyarakat keagamaan serta pemerintah daerah.
“Saya selaku perwakilan daerah menyambut baik terhadap pencabutan ini, juga terima kasih kepada pemerintah yang sudah mendengar keluhan-keluhan di daerah kita,” kata Wakil Ketua Komite II DPD RI, Hasan Basri, kepada wartawan, Kamis (4/3/2021).
Sebelum dicabutnya aturan itu, pria yang juga menjabat Ketua Pengurus Provinsi (Pengprov) Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Kaltara ini mengaku sudah berjuang dari dulu.
Pasalnya, Perpres itu sendiri merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibuslaw yang ia ikut membahas Rancangan Undang-Undangnya mewakili DPD RI.
Dijelaskan, sebelum Undang-Undang Omnibuslaw disahkan, DPD RI sudah menyampaikan pendapat terhadap masukkan terhadap rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Di antaranya saat membuat Peraturan Pemerintah (PP), Perpres dan lain-lain, DPD RI menyarankan untuk melibatkan berbagai pihak. Seperti Jika menyangkut tentang keagamaan, harus mendengar pendapat tokoh agama. Demikian juga jika menyangkut kearifan lokal, memanggil tokoh-tokoh adat dan sebagainya.
“Itu catatan DPD pada saat sebelum disahkannya Undang-Undang Omnibuslaw,” tuturnya.
Akan tetapi setelah itu, pemerintah justru menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yang didalamnya tercantum butir-butir pembentukan investasi baru industri minuman keras yang mengandung alkohol dengan mencantumkan beberapa daerah.
Hasan Basri lantas berkoordinasi dengan rekannya di DPD RI asal Papua. Ternyata, anggota DPD RI asal Papua juga menyayangkan dan tidak pernah diminta masukkan oleh pemerintah.
“Sehingga mereka menolak Perpres ini. Sehingga waktu itu tanggal 26 Februari itu saya sudah memberikan statement sebelumnya. Mungkin karena belum terlalu ramai kayak sekarang, ya orang cuek saja dengan statement saat itu, bahwa agar perlu dievaluasi terkait dengan keluarnya Perpres Nomor 10 Tahun 2021 ini,” tuturnya.
Ia kemudian menyampaikan pernyataan lagi pada 1 Maret 2021 bahwa teman-teman dari Papua, juga menolak Perpres tersebut karena ada Peraturan Daerah yang mengatur tentang penjualan minuman keras di daerahnya.
Secara pribadi, Hasan Basri menilai dari sudut agama Islam, miras haram hukumnya. Karena dapat merusak moralitas bangsa dan sendi-sendi kehidupan. “Jadi tidak ada baiknya, namanya orang mabuk, apapun apa baiknya kira-kira,” tandasnya. (kyt)