Oleh Mustafa Ahmad
MUNCULNYA pandemi Covid-19 menimbulkan adanya pemberlakuan pembatasan sosial dan juga menuntut para pelajar untuk dapat melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Dengan demikian aktivitas belajar yang biasanya dilakukan pelajar di sekolah, terpaksa harus dilakukan melalui daring.
Hal tersebut ternyata menimbulkan berbagai polemik bagi pelajar, mulai dari keterbatasan akses internet atau gangguan pada jaringan, hingga mempengaruhi kesehatan mental bagi para pelajar. Timbulnya rasa bosan, cemas, stres, dirasakan oleh pelajar saat menjalani sistem belajar dari rumah.
Untuk menghilangkan rasa bosan tersebut, pelajar biasanya menjelajahi dunia internet dan sosial media tanpa terkendali. Terdapat beberapa platform media sosial yang biasanya digunakan oleh para pelajar seperti Whatsapp, Facebook, Instagram, dan Tiktok. Diantara beberapa aplikasi tersebut, TikTok menjadi aplikasi yang paling sering digunakan sekaligus digemari di kalangan pelajar.
TikTok merupakan platform sosial video pendek yang didukung dengan adanya musik. Platform ini menyediakan berbagai konten unik dan menarik yang disalurkan oleh para konten kreator di dalamnya. Konten tersebut disajikan dalam video singkat ditambah adanya musik sehingga tidak membuat jenuh para penggunannya.
Terdapat banyak konten yang disajikan, mulai dari edukasi, hiburan, hingga hal-hal popular yang unik dan kreatif. Konten yang unik dan menarik dengan durasi yang singkat ditambah adanya musik, memberikan efek spesial tersendiri bagi para penggunanya. Selain itu, para pengguna juga dapat dengan leluasa berinteraksi sekaligus menanggapi konten yang mereka saksikan.
Tidak heran jika platform ini dapat memberikan hiburan bagi para pelajar untuk dapat menghilangkan rasa bosan mereka dikala lelah menjalani proses belajar daring. Selain sebagai penghibur, para pelajar juga biasanya menjadikannya sebagai wadah interaksi antar sesama juga mengekspresikan apa yang mereka rasakan.
Diantara banyak video TikTok, terdapat sebuah video menarik yang membahas “milanial fact” dengan keterangan bahwa “Menurut studi, kegelisahan mental pelajar zaman sekarang setara dengan pasien rumah sakit jiwa di tahun 1950-an”. Tanpa berpikir panjang dan mencari fakta mengenai pernyataan tersebut, para pelajar kemudian menanggapinya dengan berbagai hal dan mengekspresikan perasaan mereka melalui fitur kolom komentar. Berikut beberapa tanggapannya :
- @Nay:apapun keluhannya, kurang imanlah alasannya💔
- @Serizawatama0:apapun keluhanya orang yang lebih tua lebih merasa tersakiti didunia
- @𝐀𝐨𝐦𝐢𝐧𝐞:kaya lagi gelisah mikirin sesuatu tpi gtau lagi gelisahin apa
- @TEMPLAR KNIGHT:serius dah apa cuman. Gua doang yang takut sama masa depan? Sumpah itu ketakutan terbesar gua si
- @Lesia Miranda:dahlah kita semua hebat bisa tetap waras sampai sekarang.
- @matchalatte:w gelisah mulu takut pas masuk nilainya gk sebagaus online dan ketika gue mencoba belajar kdg2 suka gk fokus trs malah overthinking gelisah takutt bgt
- @ten jun:gw yg suka ngedumel sendiri kalo naik motor😶atau nggak suka bikin skenario sendiri kalo mo tidur -_-
- @ya:untung banget gua punya keluarga yang ga begitu peduli sama nilai gua yang penting naik kelas aja keluarga gua lebih mentingin bakat gua yg sekarang
- @aryan:apapun keluhannya pasti emak bilang…
“makannya solat, iman lo tu ngga kuat makanya ngeluh ngeluh mulu”
Dari berbagai tanggapan para pelajar terhadap video tersebut maka terlihat bahwa platform TikTok memberikan pengaruh yang sangat besar bagi para pelajar. Tidak hanya sebagai penghibur saja, namun juga sebagai wadah interaksi sekaligus mengekspresikan keluh kesah yang dialaminya.
Mereka cenderung mengekspresikan keluh kesahnya kepada orang lain ataupun yang tidak dikenal dibandingkan kepada orang terdekat. Hal tersebut dikarenakan tanggapan yang mereka terima setelah mengekspresikan keluh kesah kepada orang sekitar justru membuat mereka tambah resah, stres, cemas. Cenderung berbentuk menyalahkan dibandingkan dengan dukungan.
Ada juga yang memiliki kegelisahan akan masa depan. Ada pula yang mengkhawatirkan apa yang akan terjadi saat pembelajaran tatap muka dimulai. Bahkan diantara tanggapan tersebut, ada yang mensyukuri bisa menjalani proses belajar dari rumah tanpa depresi. Mereka terlihat gelisah mengenai suatu hal, namun tidak mengetahui dengan pasti faktor dan penyebab kegilasahan yang mereka alami.
Memperhatikan hal tersebut, maka perlu adanya kolaborasi antara pihak keluarga maupun pihak sekolah untuk dapat menjaga kesehatan mental para pelajar. Orang tua harus dapat mengenali emosi anaknya dengan sering berkomunikasi dan memberikan dukungan sosial kepada anak serta memperhatikan maupun menjamin kesehatan anak secara jasmani maupun rohani. Pihak sekolah dapat menciptakan lingkungan belajar yang aktif, adaptif dan menyenangkan. Pihak sekolah juga dapat membangun ruang komunikasi antara pelajar, guru-guru, dan orang tua. (*)