KAYANTARA.COM, TARAKAN – Menyoal rencana kenaikan tarif air bersih PDAM Tirta Alam Tarakan, Pemerintah Provinsi Kaltara menyatakan hal tersebut dapat ditinjau melihat dengan keadaan masyarakat meski SK Gubernur telah terbit.
Kepala Biro Perekonomian Pemprov Kaltara, H. Rohadi, SE.,M.AP menjelaskan bahwa SK Gubernur Kaltara yang merupakan amanat Permendagri nomor 21 tahun 2020 berwenang dalam menetapkan. Sedangkan yang mengusulkan dan menentukan itu PDAM serta bagian ekonomi pemerintah kabupaten/kota.
“Artinya pemerintah kabupaten/kota juga bisa tidak atau menunda pemberlakuan tarif tersebut, dengan pertimbangan harus melapor dahulu ke Bupati/Walikota terkait detailnya. Seperti mempertimbangkan kemampuan masyarakat, peningkatan pelayanan dan lainnya,” ujar Rohadi, Senin, 21 Desember 2021.
Kepala Biro Perekonomian itu menilai sebaiknya Direktur PDAM Tirta Alam Tarakan, Iwan Setiawan agar tidak menyatakan tarif ini berdasarkan SK Gubernur semata-mata. Pasalnya, Informasi tersebut menurutnya kurang tepat bila dikonsumsi masyarakat.
“Tolong diklarifikasi, jangan sampai bias di masyarakat sehingga masyarakat mengira kenaikan tarif karena kebijakan Gubernur Kaltara,” sambung Rohadi.
Rohadi lanjut menjelaskan, apabila tarif terbaru belum memungkinkan untuk diberlakukan, sebaiknya Bupati/Walikota memutuskan untuk memberlakukan tarif yang lama sembari mempertimbangkan waktu 3 tahun dan keadaan masyarakat. Berdasarkan Permendagri nomor 21 tahun 2020, itu diberikan masa tunggu sampai 3 tahun.
“Dilihat juga setiap tahunnya, kalau kondisi dan kemampuan masyarakat sudah membaik, sudah tidak PPKM ya silahkan dinaikkan dengan catatan sosialisasi harus dimatangkan, kemudian pelayanan ditingkatkan, air jernih tidak mati-mati,” sambungnya.
Pihaknya memastikan bahwa Pemerintah Provinsi Kaltara menginginkan PDAM di setiap daerah dapat mandiri dan tidak membebani daerah dengan subsidi yang besar.
Selanjutnya, dia menyampaikan bahwa Gubernur Kaltara, Drs. Zainal Arifin Paliwang.,M.Hum mengharapkan agar kenaikan tarif air tidak membebankan masyarakat, pasalnya kondisi masyarakat saat ini sedang berjuang untuk memulihkan ekonomi sepenuhnya.
“Sebaiknya kabupaten/kota melihat kondisi. Apabila keputusan Bupati/Walikota belum bisa naik, ya tidak perlu naik tarif. Karena berdasarkan Permendagri itu diberikan masa tunggu sampai 3 tahun,” tutupnya. (agc/dkisp)