KAYANTARA.COM, JAKARTA – Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengaku siap turun gunung menghadapi Pemilu 2024. SBY mengetahui ada tanda-tanda Pemilu 2024 tak jujur dan adil.
Hal ini disampaikan mantan Presiden RI ke-6 kepada kader Partai Demokrat saat menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Tahun 2022 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2022).
“Saya mendengar, mengetahui bahwa ada tanda-tanda pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil,” kata SBY.
Informasinya, Demokrat sebagai partai oposisi tidak diberi ruang untuk mengajukan capres dan cawapresnya sendiri. Hal tersebut dianggap SBY sebagai sebuah kebatilan.
“Itu bukan hak mereka, pemilu adalah hak rakyat. Hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, yang berdaulat juga rakyat. Dan ingat, selama 10 tahun dulu kita di pemerintahan dua kali menyelenggarakan pemilu termasuk pilpres. Demokrat tidak pernah melakukan kebatilan seperti itu,” tegas SBY.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Kalimantan Utara (Kaltara) Dr. Yansen TP, M.Si mengatakan, perjalanan bangsa Indonesia adalah sebuah sejarah yang melampaui kedewasaan sejarah bangsa lain.
“Kita lihat proses sejarah di Indonesia mulai tahun 1906 dimana kesadaran berbangsa dan bernegara itu sudah mulai muncul di kalangan anak muda. Nah, itu terbukti lahir semangat kebangkitan nasional yang pertama tahun 1908 dan satu hal yang pasti, proses kedewasaan itu semakin menunjukan arah yang jelas terhadap kepentingan bangsa dan negara dalam lahirnya sumpah pemuda,” katanya, Sabtu (17/9/2022)
Pria dengan akronim YTP ini menuturkan, kedewasaan berbangsa dan bernegara Indonesia sebuah proses yang sangat luar biasa. Sehingga, setelah 18 tahun sumpah pemuda, lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Kita kalau melihat proses sejarah terbentuknya semangat kebangkitan nasional, deklarasi sumpah pemuda, lahirnya negara kesatuan Indonesia dan proses tahun 1966 dimana kita diuji, ternyata kita lulus, dan proses selanjutnya reformasi 1997-1998 dan kemudian melahirkan semangat demokrasi langsung dari tangan rakyat,” ujarnya.
Dari apa yang telah dilalui negara ini, Yansen menyadarkan kita bahwa sebagai bangsa, tentu kekuasaan bukan menjadi tujuan utama. Melainkan bagaimana untuk membangun Indonesia.
“Bukan siapa penguasanya, siapa yang berkuasa, ini yang saya kira harus dibuang jauh-jauh dari prinsip bernegara, prinsip berpolitik kita. Oleh sebab itu, para politikus itu adalah para pelaku-pelaku pembangunan di kala mereka menyatu, mengeratkan semangat kebangsaan di hati rakyat Indonesia,” tuturnya.
Lanjut, ia meyatakan, perbedaan dalam pandangan dan argumentasi menjadi hal yang biasa dalam berdemokrasi, namun harus tetap mengedepankan prinsip mewujudkan kedewasaan masyarakat dalam bernegara.
“Oleh sebab itu, apa yang dipradugakan mungkin yang diketahui pak SBY katakan begitu, ada indikasi sekelompok orang yang ingin mempertahankan eksistensi mereka sebagai penguasa negeri ini. Titik oligarki ini harus kita hentikan. Artinya, negara ini lahir bukan dari sekelompok orang, bukan tangan orang. Tapi lahir dari semangat rakyat Indonesia secara menyeluruh,” ucapnya.
Oleh karena itu, Yansen menyebut apa yang disampaikan oleh SBY harus dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai sebuah bahan refleksi. Di mana jika ada pikiran-pikiran seperti ini harus segera dihentikan serta dihilangkan dari batin dan pikiran.
“Karena, pada akhirnya rakyat Indonesia yang kedepan itu yang menjadi persoalan kita, beban pembangunan kedepan itu semakin besar, karena apa? Karena kita masih mengurus hal-hal yang sebenarnya sudah tidak perlu diurus lagi,” ucapnya.
“Tinggal kita lanjutkan dalam harmonisasi bangsa Indonesia yang berbeda-berbeda itu,” sambungnya.
Saat ini, masih ada harapan dihati dan pikiran masyarakat Indonesia tentang keIndonesiaan yang utuh sebagai satu bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat. Oleh sebab itu, Yansen mengajak seluruh elemen untuk mengedepankan kepentingan demokrasi yang menghadirkan rakyat sebagai kekuatannya.
“Saya kira di Kalimantan Utara kita ingin mewujudkan itu, dikala kita melihat ada orang-orang menyuarakan hal yang mengkritisi orang, men-cap orang dengan cara menjatuhkan orang, melemahkan orang, ini yang harus kita buang, mari kita bangun politik penuh dengan etika sopan santun,” ucapnya.
Yansen menyebut perbedaan dalam politik bukan berarti berbeda dalam kepentingan bangsa dan bernegara, dan bukan berarti harus bermusuhan. Justru, dalam perbedaan itu kita akan menemukan kerangka berfikir yang ril dari masyarakat bangsa.
“Untuk itu, kita menyatukan jadi satu kekuatan besar, ini yang harus, jadi bukan berseteru, sikut menyikut, saling menjatuhkan,” jelasnya.
Maka dari itu, Yansen berharap apa yang dikhawatirkan oleh SBY ini tidak terjadi. Sehingga, tidak ada lagi yang melakukan politik dengan kepentingan kekuasaan, justru mengedepankan kepentingan rakyat.
“Saya yakin rakyat Indonesia sudah sangat paham dan mengerti tentang apa yang harus dilakukan bangsa ini, karena teruji 77 tahun sebagai bangsa, dan jangan kita justru diujung ini kita melemahkannya. 280 Juta rakyat Indonesia punya hak yang sama untuk menentukan arah negara ini, dan siapapun pemimpin yang dipilih mereka, mari kita berikan itu kepada mereka,” tuturnya.
Mantan Bupati Malinau dua periode ini menyatakan, dalam mengisi demokrasi Indonesia yang mesti dipahami ialah sirkulasi kebijakan yang lahir dari seorang pemimpin. Maka, penting untuk menentukan sikap untuk memilih sosok penting yang mampu mengayomi, mampu menyatukan pikiran prinsip dan mampu menawarkan pikiran yang baik untuk Indonesia yang majemuk.
“Berdemokrasi itu haru kita kedepankan kepentingan bangsa. Pemimpin itu sesungguhnya ada banyak yang ada di Indonesia yang saya kira tinggal bagaimana bagaimana kita merekrut mereka dengan baik. Bagi Partai Demokrat tidak ada pilihan lain, pilih seorang pemimpin yang layak memimpin Indonesia bukan karena kekuatan politik, bukan karena kekuasaan tapi karena kekuatan seorang pribadi pemimpin,”katanya.
Yansen mencontohkan Soekarno sebagai salah satu sosok pemimpin ideal karena yang mampu meletakan kepentingan rakyat diatas kepentingan lainnya. Termasuk kepentingan kelompok atau golongan.
“Katakanlah seperti Bung Karno (Soekarno). Kalau kita katakan Bung Karno itu dari komunitas politik, katakanlah dia PNI (Partai Nasional Indonesia) tentu anak bangsa lain tidak akan merespon positif beliau tapi karena kepentingan bangsa dan negara maka perbedaan-perbedaan itu diabaikan, dijauhkan. Jadi perbedaan itu adalah proses pembentukan negara ini, bukan menjadi tujuan,” ucapnya.
Yansen menegaskan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sosok yang tepat untuk menakhodai Indonesia dalam mengarungi arus perubahan dan perbaikan sebagaimana yang diharapkan masyarakat Indonesia.
“Bagi Demokrat sudah jelas, ketua umum (AHY) menurut keyakinan Partai Demokrat layak memimpin negara ini karena sosok AHY adalah sosok yang pantas memimpin negara ini. Kalau pada akhirnya ada penyatuan pikiran-pikiran sehat terhadap bangsa ini, saya kira tidak salah kita menyatukan diri untuk memilih pemimpin yang layak untuk memimpin Indonesia,” pungkasnya. (kyt)