Hari Sumpah Pemuda, Pusat Literasi Batu Ruyud Diresmikan

PERADABAN BARU: Batu Ruyud menjadi tempat atau pusat munculnya literasi Dayak di dataran tinggi Krayan. Terlihat pelaksanaan pembukaan BRWC I 2022 dan sekaligus peresmian Pusat Literasi Batu Ruyud, Jumat (28/10) lalu di Fe’ Milau, Krayan Tengah, Nunukan.

KAYANTARA,COM, BATU RUYUD – Bersamaan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda, Pusat Literasi Batu Ruyud diresmikan dan Batu Ruyud Writing Camp (BRWC) I 2022 resmi dibuka di Fe’ Milau, Krayan Tengah, Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), Jumat (28/10).

Dr. Yansen TP, M.Si, sebagai penggagas Pusat Literasi Batu Ruyud dan BRWC, bangga, bahagia dan penuh suka cita berada di Batu Ruyud bersama para pegiat literasi nasional. Juga merasa terhormat di tengah-tengah seluruh peserta, karena sama-sama mewujudkan peradaban baru melalui literasi.

“Saya ada di tempat ini dan sangat merasa terhormat berada di depan bapak ibu sekalian,” ucap Yansen TP kepada seluruh peserta dan masyarakat yang hadir pada pembukaan BRWC I 2022 di monumen Batu Ruyud.

Kepada para pelajar Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Krayan Tengah yang turut hadir, Yansen TP memberikan motivasi dan semangat karena 94 tahun yang lalu, para pemuda dari seluruh Indonesia mendeklarasikan Sumpah Pemuda, tepat 28 Oktober 1928.

“Kalian adalah pemilik masa depan bangsa. Hari ini 94 tahun yang lalu, deklarasi semangat pemuda melahirkan Indonesia. Ya ini mungkin saya tegaskan kepada kita Indonesia merupakan negara besar. Tidak besar semata penduduknya besar, tapi idenya besar sekali,” katanya.

Sebab, lanjutnya, tidak ada negara seperti Indonesia. Jauh sebelum Indonesia merdeka, telah bangkit semangat kebangsaan pada tahun 1908. 20 tahun kemudian lahirlah Sumpah Pemuda dan 17 tahun kemudian lahirlah negara Indonesia pada tahun 1945.

“Hari ini kita ada di tempat ini (Batu Ruyud) sebagai sebuah saksi dari kebangkitan literasi di Sungai Krayan,” ujarnya penuh semangat dan haru.

Ia pun menceritakan hadirnya Pusat Literasi Batu Ruyud berawal dari jejak perjalanan 52 tahun yang lalu ketika ayahnya, yaitu Samuel Tipa Padan membawa mereka migrasi ke Malinau untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.

“52 tahun yang lalu ayah saya membawa kami sekeluarga melintas jalan di seberang Batu Ruyud ini,” ungkapnya.

Migrasi dari Krayan ke Malinau tersebut tujuannya adalah mengejar pendidikan. Ketika itu, ia masih kecil dan bertugas hanya memikul rotan untuk tikar dan adik-adiknya berjalan biasa. 52 tahun kemudian atau tepatnya 28 Oktober 2022 ia berada di Batu Ruyud bersama masyarakat, para pegiat literasi nasional mengangkat sumpah literasi di monumen Batu Ruyud.

“Saya ada di tempat ini buah dari karya besar orang tua saya Samuel Tipa Padan. Oleh sebab itu, lahirlah tekad semangat untuk membuat sebuah tanda kebangkitan peradaban baru di Krayan yang tentu tidak sekadar diucapkan, tetapi ada bukti-bukti yang bisa menjadi dasar dari tindakan ini,” katanya.

Bukti itu, kata pria yang saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur Kaltara ini, yaitu perjuangan yang tidak mengenal menyerah dari orang tuanya, Samuel Tipa Padan dulu di Ba’ Binuang mengajak dirinya, adik-adiknya serta keluarga ke Malinau hanya untuk sekolah.

“Jadi oleh sebab itu, kalau Batu Ruyud berdiri di tempat ini, ada bukti sejarahnya,” terang Bupati Malinau periode 2011-2016 dan 2016-2021 ini.

Dengan segala perjalanan panjangnya, sehingga menimbulkan sebuah inspirasi dan jadilah Batu Ruyud sebagai tanda sejarah kebangkitan literasi di Sungai Krayan. Karena, dari Batu Ruyud ini lahir empat buah buku yang ditulis olehnya dan dibantu teman, mentor, guru serta sahabat-sahabatnya pegiat literasi nasional, yaitu Dodi Mawardi, Pepih Nugraha dan Masri Sareb Putra.

Bahkan, salah satu buku yang ditulis di Batu Ruyud mencetak rekor di Musium Rekor Dunia Indonesia (MURI) yang ditulis oleh seluruh keluarga dengan strata usia berbeda mulai usia 6 tahun sampai 60 tahun serta dari TK hingga S3.

“Apa yang kami dapat di sini bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin untuk kita. Kenapa, karena daerah ini setelah saya dan Pak Masri menulis buku yang namanya jejak peradaban manusia sungai Krayan, kami mendapatkan kenyataan bahwa daerah ini memiliki sejarah panjang,” jelasnya.

Sejarah inilah yang memunculkan peradaban baru melalui literasi di Batu Ruyud, sehingga BRWC I 2022 bisa terlaksana mulai 27 Oktober – 3 November 2022 di Fe’ Milau, Krayan Tengah.

“Inilah kemudian melahirkan pemikiran kami dan didukung oleh teman-teman, Pak Masri, Pak Pepih dan Pak Dodi untuk melaksanakan Batu Ruyud Writing Camp yang pertama ini,” imbuhnya.

Peserta sekaligus mentor yang mengikuti BRWC sudah sangat profesional di bidangnya. Seperti Arbain Rambey, fotografer senior yang sudah tidak asing lagi di dunia fotografi. Pepih Nugraha, pendiri Kompasiana, Masri Sareb Putra, sastrawan Dayak angkatan 2000.

Kemudian ada Wulan Ayodya – penulis buku terbaik Perpusnas 2020, Johan Wahyudi – guru yang Juara  menulis Tingkat Nasional, dan Arip Senjaya – dosen, penyair, dan penulis buku terbaik Perpusnas 2022. 

Ada juga Herman Syahara (wartawan senior, sastrawan, dan aktivis Hari Puisi Indonesia), Eko Nugroho (Managing Editor Elex Media Komputindo – Gramedia), Edrida Pulungan (Penulis, Peraih Anugerah ASN Future Leader Kemenpan RB 2022 – Anugerah MURI kategori Iptek 2022), Arie Saptadji (penulis 35 judul buku dan salah satu penulis kritik film terbaik Indonesia), Matius Mardani (guru SD pegiat literasi Dayak – Jakarta), dan Agustina (guru SMA dan pegiat literasi di Kalimantan Barat).

Penulis: Solaimansyah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here