Pendapatan Negara Bukan Pajak sebagai Sumber Pendapatan Negara

Ilustrasi: INT

DARI tahun ke tahun pemerintah terus berupaya melakukan pembangunan dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan berbagai transformasi kebijakan dan sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Untuk upaya tersebut, negara perlu memiliki anggaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, negara perlu penerimaan sebagai sumber pendapatan.

Pendapatan negara diperoleh baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, sebagai sumber pembiayaan dalam menjalankan roda pemerintahan. Jika membicarakan pendapatan negara, sumber yang utama yang kerap dikaitkan dengan pendapatan negara adalah pajak. Sejatinya sesuai dengan pasal 11 ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pendapatan negara pada dasarnya terdiri atas tiga sumber, yaitu penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan hibah (dalam negeri dan luar negeri).

Dalam konteks keuangan negara, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) memiliki kedudukan yang setara dengan penerimaan Pajak. Hal ini dapat terlihat dari postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memposisikan kedua sumber penerimaan ini sebagai komponen pendapatan. Kesetaraan tersebut menunjukkan bahwa upaya negara untuk mengoptimalkan PNBP sebagai sumber pendapatan negara harus setara dengan upaya negara dalam mengumpukan pajak.

Landasan dalam tata kelola PNBP terdapat dalam UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak. Secara terminologi, PNBP didefinisikan sebagai pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah, dan dikelola melalui mekanisme APBN.

Pengelolaan PNBP

Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dalam mengelola PNBP memiliki kewenangan untuk menyusun kebijakan umum pengelolaan PNBP, yaitu pemanfaatan sumber daya dalam rangka tata kelola yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pengawasan untuk meningkatkan pelayanan, akuntabilitas, dan optimalisasi penerimaan negara yang berasal dari PNBP. Hasil penghitungan dan/atau penetapan target PNBP atau target dan pagu penggunaan dana PNBP yang diperkirakan dalam satu tahun anggaran. Pengaturan pengelolaan PNBP antara lain terdiri atas:

  1. perencanaan target PNBP yang selaras dengan periode penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
  2. pelaksanaan PNBP yang mempertimbangkan manajemen pengelolaan PNBP yang profesional, transparan, dan akuntabel, serta memberikan kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban Instansi Pengelola PNBP, Mitra Instansi Pengelola PNBP, dan Wajib Bayar, dengan prinsip yang terintegrdengan pelaksanaan APBN;
  3. pertanggungjawaban PNBP yang memberikan gambaran atas proses perencanaan dan pelaksanaan PNBP; dan
  4. pengawasan PNBP yang mengatur kewenangan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dan Unit yang ditunjuk oleh Menteri dalam rangka meningkatkan kualitas perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban.

Dalam pelaksanaannya, PNBP mempunyai empat sumber pendapatan, yaitu dari penerimaan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), pengelolaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND), PNBP Lainnya, dan PNBP dari Badan Layanan Umum (BLU). Potensi PNBP SDA berasal baik dari SDA migas dan SDA non-migas, sedangkan PNBP KND berasal dari dividen yang disetor oleh BUMN kepada Pemerintah, sebagai imbalan dari penyertaaan modal pemerintah kepada BUMN. Sementara itu, PNBP lainnya terdiri dari pendapatan yang dihasilkan oleh Kementerian/Lembaga seperti denda, administrasi pertanahan, karantina, optimalisasi BMN, dan lain – lain. Terakhir, PNBP BLU diperoleh dari penerimaan jasa layanan BLU kepada masyarakat, pengelolaan hibah dan kerjasama BLU, beserta sumber lainnya yang sah.

Optimalisasi PNBP

Kinerja PNBP saat ini dapat dijadikan momentum untuk mengoptimalkan PNBP sebagai sumber utama lain bagi pembiayaan urusan pemerintahan, pelayanan publik dan pembangunan. Hal ini menjadi penting karena tak dapat dipungkiri, kemandirian suatu negara ditandai dengan berkurangnya beban penerimaan Pajak sebagai sumber pembiayaan negara.

Berdasarkan data dalam portal Badan Pusat Statistik, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir porsi PNBP rata-rata baru 18 s.d. 21% dari total penerimaan negara, bila menilik capaian PNBP dalam rupiah, dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2017 capaian PNBP mencapai Rp311.216,30 miliar dan meningkat Rp409.320,24 miliar di tahun 2018. Pada masa pandemi COVID-19, di tahun 2020 – 2021, capaian penerimaan dari PNBP masih cukup baik, yaitu Rp344.814,21 miliar di tahun 2020 dan Rp357.210,10 miliar di tahun 2021. Secara umum kinerja PNBP masih cukup signifikan terhadap APBN. Namun demikian, bila melihat besarnya potensi yang dimiliki negara, capaian PNBP masih dapat di optimalkan di tahun mendatang.

Capaian kinerja PNBP tidak terlepas dari strategi negara untuk mengoptimalkan PNBP dari semua sumber terkait. Strategi untuk optimalisasi PNBP tentu berbeda antara sektor tentu berbeda dengan sektor lainnya, karena masing-masing sumber PNBP mempunyai karakteristik yang membutuhkan pendekatan spesifik masing – masing.

Dari berbagai pemberitaan di berbagai media massa kita dapat mengetahui, misalnya untuk sumber PNBP dari SDA migas, pemerintah menerapkan beberapa strategi seperti penyesuaian target produksi migas, penyesuaian kegiatan operasional dan investasi, dan renegosiasi kontrak pekerjaan. Sementara itu, untuk PNBP dari SDA non migas, diterapkan pendekatan tertentu, sebagai contoh kecil misalnya percepatan proses perizinan kapal menjadi satu jam untuk mengakselerasi proses perijinan. Kebijakan ini serentak memotivasi nelayan untuk kembali melaut dan menangkap ikan. Pada sektor KND, salah strategi yang dilakukan berupa penundaan atau penjadwalan pembayaran dividen BUMN kepada pemerintah.

Selain itu, juga diambil kebijakan pembentukan holding BUMN yang serumpun, di samping melakukan restrukturisasi pinjaman. Sementara itu pada PNBP yang berasal dari Kementerian/Lembaga, pemerintah sedang giat – giatnya melakukan optimalisasi Barang Milik Negara (BMN) guna memastikan BMN yang belum optimal dapat dimanfaatkan untuk memperoleh PNBP.

Pemerintah juga sedang melaksanakan program sertipikasi seluruh BMN berupa tanah atas nama Pemerintah RI c.q. Kementerian/Lembaga, untuk tertib hukum dan memberikan kepastian hukum dalam pemanfaatan BMN berupa tanah. Terakhir, BLU sebagai sumber dalam pengumpulan PNBP juga memiliki kebijakan tersendiri untuk mengoptimalkan kinerjanya sesuai dengan pelaksanaan tugas dan fungsinya. Mengambil contoh strategi BLU pengelola dana perkebunan sawit, diberlakuan kembali pungutan dana perkebunan atas ekspor kelapa sawit, penyesuaian harga CPO dan produk turunannya pada awal tahun 2020. Di tahun yang sama, pada saat Covid-19 mulai merebak di Indonesia, kebijakan ini tetap dipertahankan sehingga BLU tersebut dapat menyumbangkan PNBP yang signifikan. Pada periode ini, BLU seakan menjadi andalan baru pemerintah dalam meningkatkan PNBP sekaligus juga meningkatkan layanan.

Namun demikian, mengingat prinsip utama pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah juga memberlakuan tarif PNBP sampai dengan nol rupiah atau nol persen untuk kegiatan tertentu. Beberapa kegiatan tersebut antara lain penyelenggaraan kegiatan sosial, keagamaan, kenegaraan, dan karena keadaan di luar kemampuan wajib bayar (kondisi kahar). Di samping itu, masyarakat tidak mampu, mahasiswa berprestasi, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga termasuk dalam kebijakan tarif nol rupiah atau nol persen ini.

Sebagai penutup, tata kelola yang baik dan akuntabilitas dalam pengelolaan PNBP tetap menjadi pondasi negara untuk pengelolaan PNBP sesuai ketentuan peraturan perundangan. Dengan masih besarnya potensi PNBP bagi negara, besar harapan kita semua agar porsi PNBP sebagai sumber penerimaan negara dapat semakin meningkat dan dapat sejajar dengan penerimaan dari Pajak, sehingga pelayanan negara kepada masyarakat pun semakin baik dan masyarakat pun menjadi makmur dan sejahtera. (**)

Penulis: Robert Parlindungan Munthe, STASN pada Kanwil Dirjen Perbendaharaan Provinsi Kaltara

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here