Ramadan yang Berkualitas (2): Puasa yang Sebenar-Benarnya

Oleh: Syamsi Sarman

Syamsi Sarman

BANYAK ayat Alquran yang menunjukan kata penegasan atau penguatan, sehingga berarti lebih dari hal yang biasa atau yang berarti yang sebenar-benarnya.

Misalnya pada ayat “ittaqillaha haqqotu qootihi” (bertaqwalah dengan sebenar-benarnya taqwa) QS. Ali Imron 102 atau pada ayat “ulaaika humul mu’minuuna haqqa” (merekalah orang yang beriman dengan sebenar-benarnya/ orang yang benar-benar beriman) QS. Al Anfal 2-4.

Bukan sekadar taqwa atau bukan sekedar beriman. Tapi beriman dan bertaqwa yang sebenar-benarnya. Ada juga penguatan atau penekanan dalam bentuk pengulangan kata, seperti bertaqwalah …. bertaqwalah (QS. Al Hasyr : 18), atau “yaa ayyuhalladzina aamanushbiru washobiru” (wahai orang yang beriman bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu ..) QS. Ali Imron 200.

Ayat-ayat tersebut bisa memberikan pelajaran agar segala  ibadah Ramadan yang kita lakukan jangan hanya sekadar kebiasaan atau rutinitas belaka.

Bukan sekadar puasa dengan menahan makan dan minum, bukan sekedar tarawih menggerakkan badan untuk ruku sujud hingga puluhan rakaat, bukan tadarus sekadar membunyikan huruf-huruf hijaiyah dan juga bukan sekadar bersedekah untuk menunjukan status sosial agar dikatakan dermawan.

Tapi kita harus mampu melakukan puasa yang sebenar-benarnya, tarawih dan tadarus yang sebenar-benarnya. Demikian juga bersedekah yang benar dan benar-benar bersedekah, dst.

Sebagai ilustrasi kalau kita ingin mengecat rumah dengan warna putih misalnya. Maka untuk menghasilkan warna yang berkualitas dan tahan lama tentu tidak bisa asal sekadar cat.

Dibutuhkan cat yang berkualitas agar putihnya bercahaya, tidak melengket di baju, tidak mudah pudar apalagi terkelupas. Lebih berkualitas lagi karena terbukti tahan lama dan mudah dihapus jika terkena noda.

Tentunya diikuti dengan konsekwensi harga cat yang mahal dan teknik pengecatan oleh tukang yang ahli. Begitulah Ramadan yang kita inginkan.

Nilai-nilai yang diraih dari buah puasa, tarawih, tadarus, sedekah dan lain-lain, harus mampu membuktikan kualitas iman dan taqwa serta memberikan keindahan terhadap akhlaq seseorang. 

Nilai-nilainya mampu bertahan lama, tidak lantas hilang bersamaan dengan berakhirnya Ramadan. Tidak gampang tergoda dan ternoda bahkan sampai bertemu kembali dengan Ramadan berikutnya.

Untuk meraih kualitas Ramadan seperti itu tentu tidak bisa dengan puasa biasa-biasa saja. Tidak bisa dengan sekadar rutinitas tarawih dan tadarus. Dan konsekwensinya pun adalah harus dilakukan dengan beramal yang lebih serius, dengan donasi yang lebih besar, demi menghasilkan Ramadan yang lebih kualitas. (bersambung)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here