Hari Jumat adalah hari yang sangat istimewa dan utama bagi umat Islam. Banyak sekali amalan sunnah Rasulullah di hari Jumat yang tidak didapati di hari yang lain.
Keutamaan hari Jumat dibanding hari yang lain ditunjukkan oleh banyak hadits, di antaranya:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ
“Sebaik-baik hari adalah hari Jumat, karena pada hari itulah Adam diciptakan. Pada hari itu pula ia dimasukkan ke dalam surga dan pada hari itu pula ia dikeluarkan dari padanya. Dan hari kiamat tidak terjadi kecuali pada hari Jumat.” (HR. Muslim No. 854)
Hari Jumat adalah hari raya bagi umat Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ هَذَا يَوْمُ عِيدٍ، جَعَلَهُ اللَّهُ لِلْمُسْلِمِينَ، فَمَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ، وَإِنْ كَانَ طِيبٌ فَلْيَمَسَّ مِنْهُ، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ
“Hari ini adalah hari raya yang Allah tetapkan bagi umat Islam. Barang siapa hendak melaksanakan shalat Jumat, selayaknya ia mandi Jumat, jika memiliki parfum hendaknya ia memakainya, dan bersiwaklah.” (HR. Ibnu Majah No. 1098. Hadits hasan)
Apa saja amalan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hari Jumat?
Oleh karena keistimewaan-keistimewaan tersebut, banyak amalan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hari Jumat, antara lain:
Pertama: Membaca surat al-Kahfi
Membaca surat al-Kahfi merupakan amalan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hari Jumat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنْ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
“Barang siapa membaca membaca al-Kahfi pada malam Jumat, niscaya cahaya akan meneranginya antara dirinya hingga ke Baitul Atiq (Ka’bah).” (HR. Ad-Darimi No. 3407. Hadits shahih)
Dalam riwayat lain disebutkan, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ سَطَعَ لَهُ نُوْرٌ مِنْ تَحْتِ قَدَمِهِ إِلَى عَنَانِ السَّمَاءِ يُضِيْءُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَغُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ
“Barangsiapa yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat ia akan diterangi cahaya dari bawah kakinya hingga ke langit pada hari Kiamat, dan diampuni dosanya di antara dua Jumat.”
Al-Mundziri berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Mardawaih dalam kitab tafsirnya dengan derajat sanad Laa ba’sa bihi.” (At-Targhib wat Tarhib, 1/298)
Kedua: Mandi Jumat dan bersiwak
Mandi Jumat adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sangat mulia.
Tampaknya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini masih jarang diamalkan. Padahal amalan sunnah satu ini memiliki keutamaan yang sangat mulia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ الجُمُعَةَ، فَلْيَغْتَسِلْ
“Jika telah tiba waktu Jumat, hendaklah kalian mandi.” (HR. Al-Bukhari No. 877)
Dalam riwayat lain beliau bersabda,
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الجُمُعَةِ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ، ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الجُمُعَةِ الأُخْرَى
“Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jumat, dia bersuci sebersih bersihnya, dia memakai minyak rambut, atau memakai minyak wangi yang ada di rumahnya, lalu dia keluar menuju masjid tanpa membelah barisan di antara dua orang, kemudian dia shalat sebagaimana diperintahkan, lalu dia diam ketika khatib menyampaikan khutbah, melainkan akan diampuni sejauh hari itu dan Jumat yang lainnya.” (HR. Al-Bukhari No. 883)
Tentang sunnah bersiwak di hari Jumat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فَمَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ، وَإِنْ كَانَ طِيبٌ فَلْيَمَسَّ مِنْهُ، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ
“Barang siapa hendak melaksanakan shalat Jumat, selayaknya ia mandi Jumat, jika memiliki parfum hendaknya ia memakainya, dan bersiwaklah.” (HR. Ibnu Majah No. 1098. Hadits hasan)
Dalam Sunan an-Nasa’i disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عَلَى كُلِّ رَجُلٍ مُسْلِمٍ فِي كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ غُسْلُ يَوْمٍ وَهُوَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ
“Bagi tiap laki-laki muslim, tiap tujuh hari, ada satu hari ia hendaknya mandi, yaitu hari Jumat.” (HR. An-Nasa’i No. 1378. hadits shahih lighairihi)
Memang, ada ulama yang berpendapat bahwa mandi Jumat itu hukumnya wajib. Ulama yang berpendapat seperti ini di antaranya adalah ulama mazhab Zhahiri, kemudian riwayat dari Ibnu Mundzir dari Malik, Al-Khithabi dari al-Hasan al-Bashri dan Malik. (Syarh Shahih Muslim, Imam an-Nawawi, 6/133)
Ulama kontemporer juga ada yang berpendapat mandi Jumat hukumnya wajib, seperti syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dan syaikh Nashiruddin al-Albani.
Namun, jumhur ulama fikih berpendapat bahwa hukum mandi Jumat adalah sunnah. Pembahasan lebih detail tentang ini dapat Anda baca di sini:
Hukum Mandi Jumat itu Sebenarnya Sunnah atau Wajib, sih?
Jika seseorang mengalami junub di hari Jumat, apakah mandi Junubnya boleh digabungkan dengan mandi Jumat?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, silakan baca artikel di link ini:
Mandi Jumat dan Mandi Junub Katanya Boleh Dijamak Jadi Satu, Ya?
Ketiga: Berhias, memakai parfum, memakai minyak rambut
Termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hari Jumat adalah berhias. Berhias dalam artian mengenakan pakaian terbaik yang dimiliki, memakai parfum—jika punya, dan memakai minyak rambut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ثَلَاثٌ حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ: الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَالسِّوَاكُ، وَيَمَسُّ مِنْ طِيبٍ إِنْ وَجَدَ
“Ada tiga hak yang hendaknya dilakukan setiap muslim; mandi Jumat, Siwak, dan memakai parfum, jika ada.” (HR. Ahmad No. 16397. Hadits shahih)
Dalam riwayat lain disebutkan,
حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَسَوَّكُ وَيَمَسُّ مِنْ طِيبٍ إِنْ كَانَ لِأَهْلِهِ
“Sudah menjadi hak bagi setiap muslim untuk mandi Jumat, lalu bersiwak, kemudian memakai parfum jika ia memiliki.” (HR. Ahmad No. 16398. Sanad hadits ini shahih)
مَا عَلَى أَحَدِكُمْ إِنْ وَجَدَ – أَوْ مَا عَلَى أَحَدِكُمْ إِنْ وَجَدْتُمْ – أَنْ يَتَّخِذَ ثَوْبَيْنِ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ، سِوَى ثَوْبَيْ مِهْنَتِهِ
“Apakah tidak semestinya salah seorang dari kalian memiliki dua pakaian atau jika salah seorang punya kemampuan mempunyai dua pakaian untuk melaksanakan shalat Jumat selain pakaian untuk bekerja sehari-hari?” (HR. Abu Daud No. 1078. Hadits shahih)
Keempat: At-Tabkir: berangkat ke Masjid di awal waktu
Termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hari Jumat adalah at-Tabkir. At-Tabkir artinya segera berangkat ke masjid di awal waktu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الجُمُعَةِ وَغَسَّلَ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ، وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا
“Barang siapa mandi pada hari Jumat, membersihkan badannya dan bersegera pergi ke masjid, kemudian berdiam diri dengan penuh konsentrasi mendengarkan khutbah, maka setiap langkah yang diayunkan mendapatkan pahala seperti pahala setahun, yaitu pahala puasanya dan shalat malamnya.” (HR. At-Tirmidzi No. 496. Hadits shahih)
Hampir seluruh ulama sepakat tentang anjuran bersegera berangkat ke masjid di awal waktu. Akan tetapi mereka ikhtilaf tentang ukuran awal waktunya.
Jumhur ulama Hanafiyah, Hanabilah dan Syafi’iyah berpendapat, at-Tabkir itu dimulai sejak awal waktu siang. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 10/114)
Imam asy-Syafi’i menjelaskan,
لَوْ خَرَجَ إِلَيْهَا بَعْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَقَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ لَكَانَ حَسَناً
“Andai ia keluar untuk shalat Jumat setelah shalat Subuh, sebelum matahari terbit, tentu itu lebih baik.” (Al-Jumu’ah, Adab wa Ahkam, Abi al-Mundzir Sami as-Sa’idi, 9)
أَنَّ التَّبْكِيْرَ الْمَشْرُوْعَ إِنَّمَا هُوَ وَقْتُ الزَّوَالِ وَلَا يُشْرَعُ التّبْكِيْرُ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ
“Ukuran at-Tabkir (berangkat ke masjid di awal waktu) yang disyariatkan adalah waktu ketika zawal matahari. Tidak disyariatkan untuk berangkat ke masjid di awal waktu sejak awal siang.” (Al-Jumu’ah, Adab wa Ahkam, Abi al-Mundzir Sami as-Sa’idi, 9)
Kelima: Mendatangi masjid dengan berjalan kaki
Termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang banyak diabaikan oleh umat Islam saat ini adalah mendatangi masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan kaki, bukan dengan mengendarai sepeda, motor, atau mobil.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
“Barang siapa membasuh kepala dan seluruh badannya, berangkat di awal waktu dan mendapat awal khutbah, berjalan dan tidak berkendaraan, mendekati imam dan mendengarkan khutbah serta tidak berbuat sia-sia maka setiap langkah akan dihitung sebagai ibadah selama satu tahun dengan pahala puasa dan shalat malamnya.” (HR. Ibnu Majah No. 1087; HR. Abu Daud No. 345)
Berjalan kaki menuju masjid untuk shalat Jumat adalah wujud ketundukan manusia kepada Allah ‘azza wajalla. Sebab, perjalanan orang yang mendatangi masjid untuk shalat Jumat pada hakikatnya adalah perjalanan untuk memenuhi panggilan Allah ‘azza wajalla. Butuh ketundukan dalam memenuhi panggilan Allah ‘azza wajalla.
Namun jika ada uzur syar’i yang memberatkan diri untuk pergi ke masjid dengan berjalan kaki, maka ia boleh menggunakan alat transportasi, baik untuk perjalanan pergi ke masjid atau pulang dari masjid. (Kasyaf al-Qina’, Imam al-Bahuti, 2/42)
Ulama mazhab Maliki juga berpendapat serupa; tidak ada anjuran untuk berjalan kaki ketika pulang dari masjid. Sebab, rangkaian ibadahnya sudah selesai. (Hasyiyah ad-Dasuki, 1/381)
Imam ar-Ramli dari mazhab Syafi’i menjelaskan, “Siapa pun yang pergi ke masjid menggunakan alat transportasi karena ada uzur, jika waktunya masih longgar, hendaknya ia menungganginya dengan tenang seperti halnya berjalan kaki.”
Beliau melanjutkan, “Pergi ke masjid dengan berkendara lebih utama bagi orang yang sudah tua renta, lemah fisik, atau jarak masjid yang terlalu jauh dimana jika ia nekat berjalan kaki, justru akan berakibat pada hilangnya khusyuk ketika shalat tersebab lelah fisik.” (Nihayatul Muhtaj, Syihabuddin ar-Ramli, 3/326)
Keenam: Diam saat Mendengarkan Khatib Menyampaikan Materi Khutbah Jumat
Saat ini, masih sering dijumpai jamaah shalat Jumat yang sibuk dengan sesuatu atau berbicara dengan jamaah lain yang duduk di dekatnya. Ini adalah tindakan yang keliru.
Termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah diam saat mendengarkan khatib menyampaikan materi khutbah Jumat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
يَحْضُرُ الْجُمُعَةَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ رَجُلٌ حَضَرَهَا يَلْغُو وَهُوَ حَظُّهُ مِنْهَا وَرَجُلٌ حَضَرَهَا يَدْعُو فَهُوَ رَجُلٌ دَعَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِنْ شَاءَ أَعْطَاهُ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُ وَرَجُلٌ حَضَرَهَا بِإِنْصَاتٍ وَسُكُوتٍ وَلَمْ يَتَخَطَّ رَقَبَةَ مُسْلِمٍ وَلَمْ يُؤْذِ أَحَدًا فَهِيَ كَفَّارَةٌ إِلَى الْجُمُعَةِ الَّتِي تَلِيهَا وَزِيَادَةِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا
“Ada tiga golongan manusia dalam menghadiri shalat Jumat, yaitu; seseorang menghadiri shalat Jumat sambil bicara, maka bicaranya itulah yang menjadi bagiannya, seseorang yang menghadiri shalat Jumat sambil memanjatkan doa maka itulah orang yang benar-benar memanjatkan doa kepada Allah f, kalau Dia menghendaki, maka akan dikabulkan, atau jika Dia menghendaki maka Dia akan menahannya. Dan orang yang menghadiri shalat Jumat dengan sikap diam dan tenang, tidak melangkahi pundak orang lain dan tidak pula menyakiti seorang pun, maka Jumatnya menjadi penebus dosanya hingga Jumat berikutnya, ditambah tiga hari, yang demikian itu karena Allah ‘azza wajalla berfirman: ‘Barang siapa melakukan amal kebaikan, maka baginya sepuluh kali lipat’.” (HR. Abu Daud: 939)
Al-Kamal bin al-Hamam, salah seorang ulama mazhab Hanafi menjelaskan,
يَحْرُمُ فِي الْخُطْبَةِ الْكَلَامُ وَإِنْ كَانَ أَمْرًا بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْبِيحًا، وَالْأَكْلُ وَالشُّرْبُ وَالْكِتَابَةُ
“Haram bercakap-cakap saat khatib menyampaikan khutbah Jumat meskipun dalam rangka amar makruf, bertasbih, makan, minum, dan menulis.” (Fathul Qadir, Kamal bin Hamam, 2/68)
Ketujuh: Tetap shalat sunnah tahiyat masjid meski Khatib sedang Menyampaikan khutbah Jumat
Ketika pertama kali masuk masjid, disunahkan untuk melaksanakan shalat Tahiyatul Masjid sebelum ia duduk.
Dalilnya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ
“Jika salah sorang di antara kalian masuk masjid, janganlah ia duduk hingga melakukan dua rekaat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Shalat tahiyatul masjid juga merupakan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika memasuki masjid hendak shalat Jumat.
Memang ada ikhtilaf soal hukum shalat tahiyatul masjid ketika khatib sedang menyampaikan materi khutbah Jumat. Sebagian ulama menghukumi makruh, sebagian menghukumi sunnah. Mayoritas ulama kontemporer merajihkan pendapat yang menyatakan itu sunnah.
Penjelasan lebih lengkap dapat dibaca di tulisan pada link ini:
Shalat Tahiyatul Masjid Ketika Khatib Menyampaikan Khutbah Jumat
Kedelapan: Memperbanyak Shalat tathawwu’ mutlak
Pada dasarnya, tidak ada shalat rawatib sebelum shalat Jumat. Ini menurut pendapat shahih para ulama. Di antaranya imam Malik, pendapat paling masyhur imam Ahmad, dan salah satu pendapat sahabat imam Syafi’i.
Namun tetap dianjurkan untuk memperbanyak shalat tathawwu’ mutlak atau shalat nafilah mutlak. Ini bagian dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hari Jumat.
Dalilnya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى
“Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jumat lalu bersuci semaksimal mungkin, memakai wewangian miliknya atau minyak wangi keluarganya, lalu keluar rumah menuju Masjid, ia tidak memisahkan dua orang pada tempat duduknya lalu dia shalat yang dianjurkan baginya dan diam mendengarkan khutbah Imam, kecuali dia akan diampuni dosa-dosanya yang ada antara Jum’atnya itu dan Jumat yang lainnya.” (HR. Al-Bukhari No. 883)
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا
“Jika seorang dari kalian shalat Jumat, hendaknya ia shalat empat rekaat setelahnya.” (HR. Al-Bukhari No. 881)
Ikhtilaf soal shalat tathawwu’ mutlak yang menyertai shalat Jumat dapat dibaca di link ini:
Ikhtilaf Shalat Tathawwu’ yang Mengikuti Shalat Fardhu
Tentang perbedaan sunnah rawatib dan sunnah muakkadah, silakan baca artikel di link ini:
Perbedaan Sunnah Rawatib dan Sunnah Muakkadah
Kesembilan: Memperbanyak Shalawat
Memperbanyak bacaan shalawat merupakan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hari Jumat. Shalawat tersebut dianjurkan untuk dibaca ketika malam Jumat, pagi, siang, atau pun sore pada hari tersebut.
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، وَفِيهِ قُبِضَ، وَفِيهِ النَّفْخَةُ، وَفِيهِ الصَّعْقَةُ، فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ، فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ
“Hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat karena pada hari itu Nabi Adam dicipta, pada hari itu beliau diwafatkan, pada hari itu ditiupnya sangkakala (menjelang kiamat), dan pada hari (mereka) dijadikan pingsan. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku, karena shalawat kalian akan sampai kepadaku.” (HR. An-Nasa’i No. 1374. Hadits shahih)
Tidak ada hadits shahih yang menginformasikan soal waktu tertentu untuk membaca shalawat di hari Jumat.
Beberapa hadits yang menginformasikan soal waktu tertentu untuk membaca shalawat di hari Jumat oleh para ulama hadits tersebut dinilai dha’if, bahkan maudhu’.
Pembahasan lebih rinci tentang hadits tersebut akan disajikan dalam artikel tersendiri, insyaallah.
Sembilan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hari Jumat di atas tampak seperti amalan yang sepele dan ringan. Barangkali karena tidak banyak masyarakat muslim yang tahu betul keutamaan dan statusnya sebagai amalan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, akhirnya tidak diamalkan.
Semoga penjelasan ringkas ini dapat memberikan pemahaman yang benar dan mampu membangun kesadaran betapa sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu meskipun sederhana namun memiliki keutamaan yang luar biasa jika diamalkan. Wallahu a’lam (Sodiq Fajar/dakwah.id)