KAYANTARA.COM, TARAKAN – Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menyoroti kepala daerah agar mematuhi aturan main UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terkait posisinya terhadap peserta pemilu. Kepala daerah yang merupakan pejabat negara diingatkan untuk tidak berpihak dan mengkampanyekan para kontestan, di luar ketentuan dan tahapan Pemilu terkait.
Hal itu dijelaskan Koordinator Wilayah VI (Kalteng, Kalsel, Kaltim, Kaltara) Pengurus Pusat GMKI, bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati maupun Walikota dan Wakil Walikota dilarang berpihak pada salah satu peserta pemilu, sebagaimana diatur UU Pemilu lewat Pasal 282 dan Pasal 283.
GMKI menyuarakan hal tersebut, tidak lain agar kepala daerah konsisten menjalankan roda pemerintahan dan pelayanan publik di daerah agar tetap stabil dan berkeadilan di tengah tahapan Pemilu 2024. Organisasi kemahasiswaan yang berdiri sejak 9 Februari 1950 ini pun, tak segan membeberkan sejumlah koridor aturan UU Pemilu.
“Kita paham kalau kepala daerah ada yang kader partai politik atau ada kerabat, anak, istri, keluarga serta lingkaran politiknya yang mencalonkan di pemilu. Namun urusan pemerintahan dan pelayanan publik jangan terseret kepentingan politik tertentu. Kan ada batasan dan ketentuan di UU Pemilu, terkait posisi pejabat negara yang dilarang berpihak, kami harapkan itu dipatuhi demi kepentingan umum,” tegas Koordinator Wilayah VI (Kalteng, Kalsel, Kaltim, Kaltara) PP GMKI, Kristianto Triwibowo, pada Jumat (1/9/2023).
Diuraikannya, bahwa UU Pemilu lewat Pasal 282 dan Pasal 283 mengatur bahwa para pejabat negara dilarang berpihak selama masa kampanye. Pasal 282 berbunyi yakni Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.
Demikian pula Pasal 283 (1) dijelaskan Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Pria yang akrab disapa Kristianto ini, mengharapkan keseriusan berbagai pihak yang berwenang agar masif mengawasi kedudukan dan kewenangan kepala daerah agar tidak offside di momen pemilu.
Meski tahapan kampanye Pemilu 2024 baru akan dilaksanakan pada 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024 mendatang, GMKI merasa perlu atensi terhadap isu krusial ini.
Dirinya sebagai bagian dari PP GMKI tak menampik bahwa kepala daerah tidak dilarang terlibat dalam kampanye, tetapi dengan sejumlah syarat yang diatur dalam UU Pemilu Pasal 281.
Lebih lanjut, ia pun menyampaikan, bahwa syarat-syarat dalam Pasal 281 tersebut meliputi tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; menjalani cuti di luar tanggungan negara, dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan pemerintahan daerah.
“Pemilu ini kita sepakat sebagai sarana kedaulatan rakyat. Kepala daerah hendaknya menjaga kepentingan seluruh rakyat dari konflik kepentingan politik tertentu. Ya, jangan offside. Ketika masuk tahapan kampanye, kepala daerah harus perhatikan posisinya serta tanggung jawabnya apabila mau terlibat kampanye yang bersyarat itu. GMKI akan terus memberikan kontrol terhadap kekuasaan dan penyelenggaraan Pemilu ini,” tambah aktivis asal Kalimantan Utara itu.
GMKI sebagai pemantau pemilu, menurut Kristianto tak henti memantau tahapan pemilu. Ia bersama Badan Pengurus Cabang (BPC) di empat provinsi itu, akan melakukan kontrol terhadap kepala daerah.
Selain itu, tak kalah penting, baginya mengenai bagaimana batasan menteri dan kepala daerah dapat ikut serta dalam kampanye, sebagaimana diatur dalam pasal 302 dan 303. Kedua pasal itu mengatur bahwa cuti kampanye dapat diberikan kepada menteri dan kepala daerah selama satu hari tiap minggunya di luar hari libur.
Lewat aturan itu, ditetapkan hari libur menjadi hari bebas untuk mereka berkampanye. Kemudian, cuti untuk menteri diberikan oleh presiden. Sedangkan cuti untuk kepala daerah diberikan oleh menteri dalam negeri. Begitu pula selanjutnya, pada pasal 304 dan 305 mengatur soal seperti apa fasilitas negara dapat dipakai oleh pejabat negara dalam berkampanye.
Meskipun secara umum, fasilitas negara dilarang digunakan, tetapi ada sejumlah pengecualian. Dapat diketahui bunyi ketentuannya:
Pasal 304:
(1) Dalam melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara.
(2) Fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya;
b. gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan;
c. sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/telekomunikasi pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan peralatan lainnya; dan d. fasilitas lainnya yang dibiayai oleh APBN atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(3) Gedung atau fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang disewakan kepada umum dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
“Walaupun ada kebijakan cuti dan batasan penggunaan fasilitas negara, kami minta kepala daerah tak mengurangi fokus tanggungjawabnya menjalankan roda pemerintahan dan pelayanan masyarakat di tahun politik ini. Semoga pemilu 2024 berjalan damai, bermartabat dan berkualitas,” tutup mantan Ketua GMKI Cabang Tarakan itu. (*)