KAYANTARA.COM, TARAKAN – Salah satu budaya asli yang dimiliki Kaltara yakni baju adat suku Tidung kini mulai terangkat dan dikenal seluruh masyarakat Indonesia dari semua penjuru nusantara.
Momentum ini terlahir ketika Bank Indonesia bersama Menteri Keuangan meluncurkan uang baru pecahan Rp75 ribu di Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75 pada Senin (17/8/2020).
Baju adat Tidung yang dikenakan murid SD Negeri 041 Pasir Putih Kota Tarakan bernama Muhammad Izham Attaya ini terpilih untuk dipajang dalam uang kertas tersebut.
Lantas apa makna dari baju adat Tidung ini?
Seorang budayawan Tarakan bernama Datu Norbeck mengatakan baju adat Tidung yang dikenakan Izham pada uang baru tersebut merupakan rangkaian busana sina beranti.
Busana ini kerap dipakai dalam acara perkawinan suku Tidung. “Tapi yang dipakai Izham di dalam uang itu bukan baju pengantin melainkan pengapit pengantin,” katanya kepada wartawan.
Perbedaannya dapat dilihat dari jumlah punsok pada bagian baju tersebut. Ia menyebutkan untuk baju pengantin dilengkapi punsok sebanyak dua susun.
Sedangkan busana yang dikenakan untuk pengapit pengantin seperti yang terpajang dalam uang Rp75 ribu itu hanya satu susun.
Adapun maksud dari nama sina beranti pada baju adat Tidung ini berasal dari kata China Berhenti. Namun ditegaskan Datu Norbeck tidak ada kaitannya dengan budaya China.
“Konon baju ini awal mulanya tidak memiliki nama. Tapi karena sering dipakai masyarakat Tidung secara berulang-ulang kala itu dan banyak yang suka hingga dipakailah oleh si calon pengantin,” terangnya.
“Nah ketika acara pengantaran pengantin pria ke mempelai wanita dengan menggunakan baju itu, membuat segerombolan orang China datang melihat dan sangat menyukainya.
Kedatangan orang China ini membuat orang-orang yang mengantar pengantin itu berhenti sejenak, maka sejak itu dinamakan sina beranti atau China Berhenti,” tambah tokoh masyarakat Tidung Tarakan ini.
Selanjutnya mengenai topi sejenis mahkota yang dikenakan Izham dinamakan Jamong Punsok Malaka atau simbol kebesaran adat Tidung. Jamong punsuk malaka ini artinya puncak nenas.
“Jamong Punsok Melaka atau biasa disebut Jamong Melaka juga tidak ada hubungannya dengan negeri malaka Malaysia. Malaka disini maksudnya nenas, seperti daun di buah nanas,” urai pria kelahiran Tarakan, 14 Mei 1956 ini.
Datu kembali menegaskan suku Tidung tidak ada kaitannya dengan budaya China. Dia menilai, mata sipit foto Izham dalam uang Rp75 ribu tersebut hanya pengaruh ukuran gambar yang hanya setengah badan dan faktor desain.
“Justru di jaman itu (dulu) imajinasi orang Tidung lebih ke India bukan China. Tetapi secara genetik kita lebih dekat China. Bagi kami soal ini tidak masalah, yang jelas suku Tidung penduduk asli Kaltara,” tandasnya.
Masih diceritakan ayah dari lima anak ini, di pusat Jamong Melaka tepatnya di bagian depan terdapat ornamen berbentuk telur. Bentuk telur ini merupakan budaya suku Tidung yang artinya simbol keturunan.
Adapun bunga yang terdapat di bagian baju ini juga merupakan simbol pertumbuhan atau tumbuh berkembang. “Artinya orang kawin akan menghasilkan keturunan dan akan berkembang secara turun temurun,” ucapnya.
Dia menambahkan, kuning merupakan warna utama suku Tidung. Seperti yang didominasi baju adat Tidung yang dikenakan Izham.
“Dulu kalau warna kuning itu biasanya seorang bangsawan. Namun juga sering kita lihat baju ini dihiasi warna merah, seperti kain sarungnya dan aksesoris pelapis bajunya,” tuturnya.
Kuning menurut budaya Tidung adalah orang yang dihormati, dimuliakan atau diagungkan. Di jamannya, warna kuning hanya dikenakan seorang raja bersama keluarganya. “Kemudian warna merah biasa dipakai untuk alas sesuatu termasuk dalam motif baju atau barang yang dipajak agar objeknya terlihat lebih keras. Warna merah ini bisa dimaknai penegasan,” demikian Datu. (sur)