Oleh: H. Rachmat Rolau (Ketua DK- PWI Kaltara)
RAJANYA hampir tak bisa bergerak lagi. Nyaris mati, kena sekak. Nasib baik. Pecatur itu sarat pengalaman. Ia berhasil mengatasi serangan. Dan akhirnya mampu ke luar dari zona kritis.
Ia melangkah lagi. Satu langkah menuju penentuan pemenang. Kompetisi politik papan cantur harus diakui memang berat. Menguras pikiran, dan waktu.
Ahad, 6 September lalu, pecatur bernama lengkap H. Udin Hianggio itu akhirnya lega. Didampingi Drs H Undunsyah, mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi, di Tanjung Selor.
Pendaftaran itu, tentu saja bermakna politik. Bahwa percaturan adalah perlawanan, yang hanya dapat diraih melalui kesabaran dan kerja keras.
Awalnya, Udin memang nyaris gugur. Ia hampir terpental dari arena. Penyebabnya, sang wakil mundur secara tiba-tiba. Selain itu, Udin tak dapat secarik catatan ‘cinta’ dari sebuah partai yang dikasihinya.
Para simpatisan gaduh. Saya pun, sampai menulis sebuah catatan tentang: “Udin”.
Tapi itulah pecatur. Bidak-bidak kecil mengajarinya terus melangkah. Mengajarinya tampil sebagai sosok yang mengerti tentang arti kehidupan. Tentang makna ketulusan. Tentang kesabaran, dan pengorbanan.
Ketulusan dari seorang pemimpin diperlukan demi rakyat. Kesabaran dari seorang pemimpin dibutuhkan untuk situasi apa pun. Termasuk menghadapi pola pikir dan cara pandang masyarakat yang berbeda.
Multi adab, multi etinis, agama dan ras. Pengorbanan, tak cukup dengan materi (semisal). Namun juga butuh pengorban waktu, tenaga dan pikiran.
Bila kebaikan-kebaikan itu sudah menjadi ruh setiap langkah dan perbuatan, maka akan menghasilkan kebaikan pula. Tidak hanya diri sendiri tetapi juga orang lain.
Banyak pujian dari partisan, tidak sedikit sanjungan dari simpatisan. Semua dialamatkan pada masing-masing petarung. Namun jika pujian-pujian itu polesan instan dari bedak racik, pada masanya akan luntur.
Maka…., hati-hati. Rakyat ibarat kamera. Mereka mampu melihat dan menggambar lekuk-lekuk keburukan dan kamuflase kebohongan. Kamera menjadi tak berfungsi, manakala yang disorot adalah pemilik asli sebuah karakter yang tidak pernah berubah dalam situasi dan kondisi apapun. Selamat bertarung di pentas politik kolosal. (**)