KAYANTARA.COM, TARAKAN – Kegiatan ekspor produk perikanan Tarakan tujuan langsung ke Tawau Malaysia telah terhenti akibat terdampak pandemi Covid-19 sejak pertengahan Maret 2020 lalu.
Hal ini sesuai kebijakan pemerintah Indonesia, khususnya Pemerintah Kota (pemkot) Tarakan dan Pemerintah Provinsi (pemprov) Kalimantan Utara.
Akibatnya, petani tambak dan nelayan merasakan dampak yang luar biasa bagi perputaran ekonomi usaha perikanan yang menjadi salah satu andalan Bumi Paguntaka ini. Seperti yang dialami Andi Ogie, seorang petani tambak yang juga pelaku eksportir perikanan di Tarakan.
Ia mengatakan, ekonomi para petambak dan nelayan Tarakan terutama supplier ikan bandeng dan hasil laut sudah hampir dua bulan terakhir menjerit kesakitan.
“Sebab yang harus kita tanggung adalah karyawan perkapalan yang kami rumahkan semua, dan kami harus tanggung dengan jaminan makan dan kontrak rumahnya dan belanja dapurnya selama covid-19 masih menghantui kota Tarakan,” katanya kepada Kayantara.
Dia menyebutkan pendapatan atau omset petambak akibat ikan bandeng sejak disetop operasi pengiriman Tarakan derect Tawau Malaysia, turun sampai seratus persen. “Sekarang kami pada makan modal bersama kru perkapalan,” ucapnya.
Kondisi ini terbalik 180 derajat sebelum virus corona mewabah Tarakan. “Kalau dulu (sebelum pandemi corona) kita bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga kita masing-masing, dan begitu juga karyawan perkapalan bisa menghidupi keluarganya,” ujar Andi Ogie.
Menurutnya, persoalan yang melilit semua eksportir ikan bandeng ke Tawau ini tergantung kebijakan pemerintah, khususnya Pemkot Tarakan dan Pemprov Kaltara.
“Mereka (nelayan Malaysia) para pengusaha perikanan di Tawau mengatakan masalah ini harus ada kebijakan dari pemerintahan Indonesia khususnya kebijakan pemerintah provinsi Kaltara dan wali kota Tarakan, jadi diperlukan jaringan komunikasi di antara pemprov, pemkot dan permerintahan Tawau Malaysia,” ungkapnya.
Kebijakan yang dimaksud melalui komunikasi itu adalah meminta kepada pemerintah Tawau Malaysia untuk dibukakan pintu lockdown dari Tarakan, terutama untuk perkapalan eksport hasil perikanan. Sebab, perkapalan ekspor di bidang lain seperti transportasi perkapalan ekspor kelapa sawit dan rumput laut serta batu bara semua bisa jalan keluar masuk negara lain.
“Nah kenapa dari Tarakan Indonesia tidak melakukan hal yang sama. Artinya dengan ini kita bisa menilai bahwa perkapalan hasil perikanan ini tidak diusahakan oleh pemkot dan pemprov untuk memberi jalan seperti itu,” bebernya.
“Atau karena pemerintah kita saja yang tidak seberapa serius memperhatikan perputaran perekonomian tingkat bawah khususnya nelayan laut dan nelayan tambak,” tambah dia.
Jika komunikasi itu dijalin dengan baik oleh pemerintah dari dua negara berbeda ini, Andi meyakini masalah terseut dapat terselesaikan di tengah pandemi Covid-19.
Dia menambahkan, aturan perkapalan tradisional yang masuk dan berlabuh di Tawau, Malaysia hanya melarang bagi awak kapal untuk turun dari kapal, apalagi sampai bermalam di Tawau. “Ini peraturan yang selama ini kita jalani keberadaan kapal di Tawau sebelum corona dan masih berlaku di tengah pandemi ini, artinya begitu habis bongkar muatan kapal bersama ABKnya langsung pulang ke Indonesia,” demikian Andi. (*/sur)