Ekonomi Merosot dan Covid-19 Semakin Meluas, Masih Perlukah Lockdown?

Hasan Basri

KAYANTARA.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komite II DPD RI, Hasan Basri, mendukung untuk dilakukan lockdown wilayah pandemik Covid-19 sehingga dapat menekan penyebaran terhadap wilayah lainnya. Skalanya bisa kabupaten kota atau Provinsi.

Namun itu tidak bisa dilakukan oleh kepala daerah, melainkan kebijakan berada di tangan presiden. Akhirnya sampai hari ini, sebaran semakin meluas dan sulit terkendali, sebelumnya hanya beberapa titik kota dari tiga provinsi sekarang menjadi 21 provinsi se-Indonesia, bukan tidak mungkin akan terus bertambah jika tidak ada langkah yang serius dari pemerintah pusat.

Pemberlakukan sosial distancing dan work from home terbukti tidak efektif. Masyarakat yang menggantungkan hidup setiap hari beraktifitas di luar rumah seperti ke pasar dan sebagainya sangat tergantung dari keramaian massa dan kegiatan publik lainnya. Pun demikian, masyarakat banyak yang tidak paham kebijakan tersebut, karena menganggap jika tidak ke luar rumah berarti mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Masyarakat kecil tidak paham dengan anjuran pemerintah dengan berbagai istilah tersebut, yang ada di benak mereka aktivitas harus terus jalan, jika tidak mereka tidak bisa makan. Kalau pemerintah serius, harusnya memikirkan juga kendala tersebut. Berbeda jika lockdown diterapkan pada wilayah tertentu terdampak covid-19 dan daerah yang lain tetap terus melakukan aktivitas seperti biasa.

“Seluruh pihak keamanan terlibat mengamankan wilayah lockdown dan menjaga masyarakat serta memfasilitasi kebutuhan makanannya. Sebelumnya saya mendesak dilakukan lockdown pada saat masih 3 provinsi agar tidak menyebar ke Provinsi yang lain, namun sekarang sudah semakin melua,” jelas senator Kaltara ini.

Hingga hari ini apa masih perlu diberlakukan lockdown, atau sudah terlambat. Sudah terhitung sebanyak 579 pasien positif corona dan 49 meninggal dunia. Selain banyaknya korban hal yang selama ini ditakutkan juga terjadi, yakni merosotnya nilai rupiah di titik terendah. Bank Indonesia (BI) bahkan menggelontorkan dana sejumlah Rp300 triliun untuk menstabilkan Rupiah.

“Dana yang begitu besar dikeluarkan BI untuk stabilkan rupiah, padahal dana tersebut sangat dibutuhkan dalam rangka percepatan penanganan penyebaran covid-19. Pemberlakuan lockdown di wilayah tertentu terdampak covid-19 misalnya dapat maksimal jika tersedia dana untuk memberi dukungan makanan bagi mereka yang membutuhkan serta dialokasikan kepada kebutuhan-kebutuhan penting lainnya.

Efek covid-19 dan penanganan penyebarannya oleh pemerintah yang terkesan lambat membuat ekonomi Indonesia semakin melemah.

“Bahkan akan lebih buruk dari krisis moneter tahun 1998 yang pada waktu itu kurs rupiah Rp16.650 per dollar AS dan sekarang ini rupiah akan menyentuh angka Rp17.000 per dollar AS,” demikian Hasan Basri. (*)

Editor: Mansyur Adityo

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here