PILKADA KALTARA DALAM TANTANGAN

Indah Junidar

PERATURAN Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo Pada Senin (4/5) lalu.

Perppu yang mengatur penundaan pemungutan suara Pilkada 2020 yang semula diadakan 23 September tersebut kini harus bergeser ke akhir tahun yakin jatuh pada 9 Desember.

Ini artinya mulai Juni akan dimulai lagi tahapan pilkada yang sempat tertunda. Ada kesan seperti terlalu dipaksakan untuk tetap terselenggaranya pilkada di tahun ini juga. Sementara rakyat masih disuguhkan dengan prediksi berakhirnya pandemi yang masih abu-abu tingkat akurasinya.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat, penyelenggara pilkada yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) bersama Menteri Dalam Negeri, dan Komisi II DPR RI telah menetapkan keputusan penundaan pilkada serentak dikarenakan kondisi pandemi COVID-19 yang meluluhlantahkan dunia selama Lima bulan belakangan ini.

Kejadian luar biasa inipun berimbas kepada penundaan tahapan pilkada. Selanjutnya, penundaan tahapan dan pelaksanaan pilkada serentak 2020 ditetapkan
melalui surat edaran nomor 8 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Keputusan KPU Nomor: 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020, tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Acuan inilah yang kemudian dipakai sekaligus menetapkan Tiga opsi kalender baru dalam pelaksanaan. Ditunda Tiga Bulan, Enam Bulan atau mundur sekitar 12 bulan kedepan.

PR selanjutnya kemudian, ada beberapa tantangan yang perlu digarisbawahi dengan
kondisi yang serba dinamis ini. Ada substansi yang perlu dicermati, bukan saja dari segi Hukum menyangkut konsekuensi teknis baru yang lebih ketat, namun protokol sisi keamanan dan kesehatan juga menjadi strenght poin yang harus diprioritaskan.

Bagaimana kemudian tingkat kualitas penyelenggaraannya? jangan-jangan pilkada ini hanya sebatas menggugurkan kewajiban saja.

Ada Empat aspek yang kemudian perlu diukur ketika tahapan itu bergeser. Pertama, soal tahapan yang akan dimulai kembali bulan Juni mendatang. Mekanisme pemutakhiran data, Verifikasi faktual calon perseorangan, distribusi logistik, debat pilkada yang ditunggu masyarakat, kampanye pasangan calon, hingga hari H pemungatan dan penghitungan suara.

Jangan sampai ada yang luput dalam pendataan dan skip dari proses elektoral.
Kedua, integritas penyelenggara. Profesionalisme yang bisa saja turun performanya, tingkat kemandirian, tata kelola serta kesiapan penyelenggara baik fisik maupun psikis.

Bentuk komunikasi dan sosialisasi terhadap partisipasi publik yang berubah skenario dari langsung menjadi pro aktif ke digital campaign dan alternatif-alternatif inovasi lainnya yang harus dilakukan.

Tinggi rendahnya tingkat partisipasi dalam pilkada kerap kali dijadikan tolak ukur sukses tidaknya penyelenggara dalam menyosialisasikan tahapan pemilihan sehingga angka golput dapat menurun dari pemilu sebelumnya.

Ketiga, aspek peserta pilkada sendiri. Proses rekrutmen pasangan calon yang harus mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai aturan kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19.

Dikaitkan dengan keselamatan individu maupun lembaga (partai politik) karena akan menyangkut proses maupun hasil akhirnya. Dan, Keempat, aspek pemilihnya. Bagaimana tingkat partisipasinya ditengah trend golput yang bisa saja meningkat di tengah pandemi dikarenakan ada bahaya breakout yang mengintai sehingga pemilih merasa tidak enjoy datang ke Tempat Pemungutan Suara.

Dipastikan peringatan untuk menggunakan masker, penyediaan hand sanitizer dan thermal scanner di TPS juga pasti sudah harus disediakan penyelenggara. Tentunya kita berharap pandemi ini segera berakhir, sehingga yang diharapkan hadir
pemilu yang sehat di Kaltara.

Bukan hanya sehat penyelenggaranya, namun juga sehat pemilihnya, pasangan calonnya dan prosesnya. Mengingat pekerjaan ini bersifat holistik menyangkut semua elemen bangsa, sesuai dengan konteks demokrasi yaitu kompetisi
yang free and fair election, partisipasi publik dan kebebasan sipil terpenuhi.

Dibutuhkan komitmen dari semua pihak, sehingga bisa terlaksana dengan lancar dan hak politik warga Kaltara bisa tersampaikan tanpa mengesampingkan keselamatan rakyat. (***)

Indah Junidar
Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Corporate Communication Paramadina University Jakarta

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here